haii
haii haii... kali ini gue pusing banget menjelang UTS banyak tugas
kuliah yang menumpuk begitu wow .. tapi gue kerjain dengan senang hati
yaah walau keadaan gue minggu minggu ini gak fit 100% tapii kalo kata
lagu momonon tetap semangat OKE !!! dan ini salah satu tugas mata kuliah ETIKA DAN PROFESI PENDIDIKAN,
tinggal searching doang sih.. makasih pak dosen udah mempermudah tugas
di pas UTS walau saat browsingnya agak susah juga nyari yang cocok
jawabannya, apalagi harus minimal 50 lembar lagi.. hehe.. semoga gue
posting lagi bermanfaat ya buat yang lain, dan makasih aku copas tanpa izin dari sumber-sumber yang sudah gue tulis dipaling bawah... oke check this out bro sis :
Nama :
NIM : 2013820080
No. Urut Absen :
Email : say.liina@gmail.com
SOAL
1. Jelaskan tentang etika dan kaitannya dengan profesi guru !
2. Jelaskan apa bedanya profesi dan profesional !
3. Jelaskan tentang kriteria (syarat-syarat sebuah profesi guru)
4. Jelaskan peranan etika daam profesi !
5. Jelaskan tentang konsep dasar etika profesi guru dan syarat-syarat
profesi guru !
Ket : a) Buka Google
b) Minimal 50 halaman
JAWABAN
1.
Jelaskan tentang etika dan kaitannya dengan
profesi guru !
Pengertian Etika
(Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak
kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan
perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam
bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup
seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari
hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral kurang lebih sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari
terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang
dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang
berlaku.
Etika adalah Ilmu yang
membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami
oleh pikiran manusia. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu:
·
Susila (Sanskerta),
lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih
baik (su).
·
Akhlak (Arab), berarti
moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Filsuf Aristoteles,
dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang pembahasan Etika, sebagai
berikut:
-
Terminius Techicus,
Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan
yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
-
Manner dan Custom,
Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang
melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan
pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Pengertian dan definisi
Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya antara lain:
a)
Merupakan
prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak
(The principles of morality, including the science of good and the nature of
the right).
b)
Pedoman perilaku, yang
diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia. (The
rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human actions).
c)
Ilmu watak manusia yang
ideal, dan prinsip-prinsip moral sebagai individual. (The science of human
character in its ideal state, and moral principles as of an individual).
d)
Merupakan ilmu mengenai
suatu kewajiban (The science of duty).
e)
Menurut para ahli maka
etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan
antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
@ Menurut Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia
dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
@ Menurut Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori
tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk,
sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
@ Menurut Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang
berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam
hidupnya.
@ Menurut K. Bertens, dalam buku berjudul Etika, 1994. yaitu secara umum¬nya
sebagai berikut:
1. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai
pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya.
2.
Etika adalah nurani
(bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang sesungguhnya timbul
dari kesadaran dirinya.
3.
Etika bersifat absolut,
artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik mendapat pujian
dan yang salah harus mendapat sanksi.
4.
Etika berlakunya, tidak
tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir.
@ Menurut Maryani & Ludigdo : etika adalah seperangkat aturan atau norma
atau pedoman yang mengatur perilaku manusia,baik yang harus dilakukan maupun
yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat
atau prifesi.
@ Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: etika adalah nilai mengenai benar dan
salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
@ Perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti
kata 'etika' yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama
dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama
(Poerwadarminta, sejak 1953 - mengutip dari Bertens,2000), etika
mempunyai arti sebagai : "ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak
(moral)". Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens
2000), mempunyai arti :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus
Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika
sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti.
Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar "Dalam
dunia bisnis etika merosot terus" maka kata ‘etika’ di sini bila
dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama
tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut
bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus
Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
@
K.
Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik,
karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan
susunannya menjadi seperti berikut :
1. Nilai dan norma moral yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya.
Misalnya,
jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama
Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini
bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini
bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2. Kumpulan asas atau nilai moral.
Yang
dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik
Jurnalistik
3. ilmu tentang yang baik atau buruk.
Etika
baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan
nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima
dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi
bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan
filsafat moral.
@ Menurut Aristoteles: di dalam bukunya yang berjudul Etika Nikomacheia, Pengertian
etika dibagi menjadi dua yaitu, Terminius Technicus yang artinya etika
dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau
tindakan manusia. dan yang kedua yaitu, Manner dan Custom yang artinya membahas
etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam
kodrat manusia (in herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik
dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
@ Menurut Kamus Webster: etika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa
yang baik dan buruk secara moral.
@ Menurut Ahli filosofi: Etika adalah sebagai suatu studi formal tentang
moral.
@ Menurut Ahli Sosiologi: Etika adalah dipandang sebagai adat
istiadat,kebiasaan dan budaya dalam berperilaku.
@ Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai “the discipline which
can act as the performance index or reference for our control system”. Etika adalah refleksi
dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat
dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok social (profesi) itu
sendiri.
@ Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah:
-
Ilmu tentang apa yang
baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
-
Kumpulan asas/nilai
yang berkenaan dengan akhlak
-
Nilai mengenai yang
benar dan salah yang dianut masyarakat.
-
Etika terbagi atas dua
:
1. Etika umum ialah etika yang membahas tentang kondisi-kondisi dasar
bagaimana manusia itu bertindak secara etis. Etika inilah yang dijadikan dasar
dan pegangan manusia untuk bertindak dan digunakan sebagai tolok ukur penilaian
baik buruknya suatu tindakan.
2. Etika khusus ialah penerapan moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus
misalnya olah raga, bisnis, atau profesi tertentu. Dari sinilah nanti akan
lahir etika bisnis dan etika profesi (wartawan, dokter, hakim, pustakawan, dan
lainnya).
Berbeda dengan moralitas, etika perlu dipahami sebagai sebuah
cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan
perilaku manusia dalam hidupnya.
Sebagai cabang filsafat, Etika sangat menekankan pendekatan yang
kritis dalam melihat dan menggumuli nilai dan norma moral tersebut serta
permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan norma-norma
itu.
Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan
norma moral yang menentukan dan terwujudnya dalam sikap dan pola perilaku hidup
manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok. Dengan
demikian, sebagaimana dikatakan oleh Magnis Suseno, Etika adalah sebuah ilmun
dan bukan sebuah ajaran. Yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah
moralitas. Sedangkan etika justru melakukan refleksi kritis atau norma atau
ajaran moral tertentu. Atau kita bisa juga mengatakan bahwa moralitas adalah
petunjuk konkret yang siap pakai tentang bagaimana kita harus hidup. Sedangkan
etika adalah perwujudan dan pengejawantahan secara kritis dan rasional ajaran
moral yang siap pakai itu.Keduanya mempunyai fungsi yang sama, yaitu memberi
kita orientasi bagaimana dan kemana kita harus melangkah dalam hidup ini.
Pengertian Etika dalam dua
tulisan terdahulu telah kita uraikan perkembangan pemikiran pada era Yunani
klasik, yaitu berawal dari keprihatinan moral Socrates lalu berkembang dengan
tumbuhnya gagasan-gagasan filosofis pada filsuf-filsuf sesudahnya, khususnya
Plato dan Aristoteles. Pengungkapan kenyataan ini tidak hanya bersifat historis
belaka, namun ada hikmah atau nilai yang berharga yang dapat kita petik.
Pertama, munculnya gagasan-gagasan filosofis yang besar-besar seperti yang
dicetuskan oleh, dalam kasus ini, Plato dan Aristoteles, tidak turun dari
langit secara tiba-tiba (taken for granted), melainkan hasil dari pergulatan
dan pergumulan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Kedua, kita melihat bahwa
prinsip-prinsip etika dan logika berasal dari sumber yang sama; dan hal ini
menunjukkan bahwa nilai moral terkait erat dengan pengetahuan; bahwa nilai
subyek terkait erat dengan fakta obyek; bahwa hati terkait erat dengan nalar.
Macam-macam
Etika
Dalam
membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau
etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis,
ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam
rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya,
antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri
dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma
yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika (Keraf: 1991: 23),
sebagai berikut:
1. Etika
Deskriptif
Etika
yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia,
serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang
bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa
adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang
terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa
tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu
masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat
bertindak secara etis.
2. Etika
Normatif
Etika
yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki
oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa
yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan normanorma yang
dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal
yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di
masyarakat.
1. Dari
berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat diklasifikasikan
menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut:
Jenis
pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan
tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.
2. Jenis
kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya
perilaku manusia dalam kehidupan bersama.
Definisi
tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya
ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan
lebih bersifat sosiologik.
3. Jenis
ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan
evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia.
Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi,
menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif,
direktif dan reflektif.
Kaitannya etika dengan profesi guru adalah
Interaksi seorang guru
dalam melaksanakan misi tugas kependidikannya bukan hanya terjadi antara guru
dengan peserta didik, akan tetapi interaksi guru terserbut terjadi juga dengan
rekan sejawat, orang tua peserta didik, masyarakat, dan pelaksanaan misi
tugasnya. Dalam interaksi seperti itu, perbedaan pendapat, persepsi,
harapan, dan perbedaan lainnya sulit dihindari, apalagi pemikiran masyarakat
diera demokratisasi ini semakin kritis.
Kalau demikian adanya,
sekarang kita dihadapkan pada permasalahan “Bagaimana sebaiknya interaksi
antara guru dan peserta didik, rekan sejawat, masyarakat, orang tua peserta
didik dan dengan pelaksanaan misi tugas sendiri?. Bagaiman pula seorang guru
meyelaraskan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan profesionalnya
kepada masyarakat dalam melaksanakan misi tugas kependidikannya itu ?
Disadari atau tidak
jabatan guru adalah jabatan professional. Sebagai profesi, jabatan ini memiliki
kode etik keguruan, yang menjadi pedoman pelaksanaan misi tugas seorang guru.
Kode etik inilah yang menjawab bagaiman seharusnya seorang guru
berinteraksi dengan peserta didik, rekan sejawat orang tua peserta didik,
masyarakat dan dengan pelaksanaan misi tugasnya itu sendiri. Jika seorang guru
memedomani kode etik guru dalam pelaksanaan misi tugas kependidikannya, maka
bias praktik profesional sangat mungkin dapat dihindari dan keselarasan antara
kepentingan pribadi dengan kepntingan masrakat sangat mungkin dapat diujudkan.
Dipihak lain dalam melaksanakan misi tugasnya seorang guru dihadapkan pada dua
keprentingan. Sebagai seorang pribadi, ia harus melaksanakan misi tugasnya itu
demi kepentingan sendiri, dan sebagai profesional ia melaksanakan misi
ytugas kepndidikannya itu semata-mata demi kepentinga peserta didik dan
masyaralkat pengguna jasa layanan profesi keguruan. Delema seerti ini terkadang
menyebabkan biasnya pelaksanaan misi tugasnya sebagai guru dan pendidik.
Pengertian Kode Etik
Secara etimologis kode
etik berarti pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu
kegiatan atau pekerjaan. Dengan kata lain, kode etik merupakan pola atauran
atau tata cara etis sebagai pedoman berprilaku. Etis berarti sesuai dengan
nilai-nilai, dan norma yang dianut oleh sekelompok orang atau masyarakat
tertentu. Gibson dan Mitchel (1995;449) menegaskan bahwa suatu kode etik
menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam
standar prilaku anggotanya. Inti nilai professional adanya sifat altruistis
dari seorang propesional, mentingkan kesehjahteraan orang lain, dan lebih berorentasi pada pelayanan
masyarakat umum.
Fungsi Kode Etik
Keguruan
Kode etik guru
sesungguhnya merupakan pedoman yang mengatur hubungan guru dangan teman
sejawat, peserta didik, orang tua peserta didik, pimpinan, masyarakat dan
dengan misi tugasnya. Jalinan hubugan tersebut dilakukan untuk berbagai
kepentingan terutama untuk kepentingan pekembangan siswa secara optimal.
- Etika hubugan guru dangan teman sejawat
Menghendaki supaya guru menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai berikut
:
a) Membantu dalam menentukan dan memjalankan kebijakan-kebijakan sekolah.
b) Membantu teman-temannya dengan nasehat-nasehat yang konstruktif dan
pikiran-pikiran yang membantu.
c) Menghargai dengan ikhlas bantuan yang diterima dan kemajuan-kemajuan
yang dicapai.
d) Membantu teman-teman untuk memperoleh promosi yang patut didapat.
e) Menjauhkan diri campur tangan perkara-perkara antara guru-guru dan
murid-murid, kecuali jika kedudukannya yang resmi mengharuskan.
f) Menjauhkan ocehan atau kecaman yang bersifat menentang tentang guru-guru
lain.
g) Berbicara secara konstruktif tentang guru-guru lain, akan tetapi melaporkan
secara jujur kepada pejabat-pejabat yang berwenang dalam perkara-perkara yang
menyangkut kesejahteraan murid-murid, sekolah dan jabatan.
h) Menggabungkan diri dengan aktif dalam organisasi-organisasi guru.
- Etika hubungan guru dengan peserta didik.
Menuntut terciptanya hubungan berupa helping relationship(Brammer,1979)
yaitu hubungan yang bersifat membantu dengan mengupayakan terjadinya iklim
sekolah yang kondusif bagi perkembangan peserta didik .hubungan ini ditandai
dengan adanya prilaku empati, penerimaan dan penghargaan , kehangatan dan
perhatian,ketulusan dan keterbukaan, serta kekonkretan dan kekhususan ekspresi
seorang guru.
Menurut norma ini guru hendaknya :
a) Mengakui bahwa kesejahteraan anak didik ialah kewajiban guru.
b) Memperlakukan anak didik secara benar dan adil tanpa memandang sifat fisik,
mental, politik, ekonomi, social rasial atau agama.
c) Bersikap ramah dan sopan terhadap anak didiknya.
d) Mengajui perbadaan antara murid-murid dan berusaha untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan individual.
e) Memegang dengan baik keterangan-keterangan yang bersifat rahasia tentang
murid-muridnya dan menggunakan secara professional.
f) Menghindarkan untuk mendasarkan keyakinan-keyakinan agama atau politik
partainya kepada muridnya.
g) Guru selaku pendidik hendaknya selalu menjadikan dirinya suri teladan bagi
anak didiknya.
h) Di dalam melaksanakan tugasnya harus dijiwai dengan kasih saying, adil
serta menumbuhkannya dengan tanggung jawab.
i)
Guru wajib menjunjung
tinggi harga diri setiap murid.
j)
Guru seyogyanya tidak
memberi pelajaran tambahan kepada muridnya sendiri dengan memungut bayaran.
- Etika hubungan guru dengan pimpinan di sekolah
a) Guru wajib melaksanakan perintah dan kebijaksanaan atasanya.
b) Guru wajib menghormati hierarki jabatan.
c) Guru wajib menyimpan rahasia jabatan.
d) Setiap saran dan kritik kepada atasan harus diberikan melalui prosedur dan
forum yang semestinya.
e) Jalinan hubungan antara guru dan atasan hendaknya selalu diarahkan untuk
meningkatkan mutu dan pelayanan pendidikan yang menjadi tanggung jawab bersama.
- Etika hubungan guru dengan masyarakat.
Guru sangat perlu mememlihara hubungan baik dengan masyarakat yang lebih
luas untuk kepentingan pendidikan,misalnya,mengadakan kerja sama dengan
kalangan industri terdekat yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.
Dalam hal ini guru hendaknya :
a) Menghormati tanggung jawab dasar dari orang tua terhadap terhadap
anak-anaknya.
b) Menciptakan dan memelihara hubungan-hubungan yang ramah dan kooperatif
dengan rumah.
c) Membantu memperkuat kepercayaan murid terhadap rumahnya sendiri dan
menghindarkan ucapan yang mungkin merusak kepercayaan itu.
d) Menghormati masyarakat dimana ia bekerja dan bersikap setia kepada sekolah,
masyarakat, bangsa, dan negara.
e) Ikut serta aktif dalam kehidupan masyarakat.
- Etika hubungan guru dengan misi tugasnya sendiri.
Guru menghayati hubungan baik terhadap misi tugasnya sendiri,dengan
berupaya meningkatakan profesionalisme dan kinerjanya melalui pendalaman ilimu
keguruan terkini atau melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi serta
berpartisipasi dalam keprofesian yang relevan.Peningkatan kinerja dapat diawali
dari mncintai profesi kependidikan, sehingga profesi ini menjadi bagian dari
hidupnya.
Beberapa tanggung jawab yang diharapkan dijalankan guru sebagai anggota
organisasai profesinya :
a) Memperhatikan kebanggaan yang sejati dalam jabatan guru.
b) Mendukung dan membantu usaha-usaha untuk meninggikan syarat-syarat memasuki
jabatan.
c) Membuat jabatan guru demikian menarik dalam cita-cita dan praktek-praktek
sehingga anak-anak muda yang cakap dan bersungguh-sungguh akan ingin
memasukinya.
d) Berusaha memperoleh pertumbuhan profesioanal secara kontinu dengan kegiatan
kegiatan yang memperluas pandangan pendidikan dan meninggikan
kecakapan-kecakapan untuk mengajar.
e) Bekerja kearah tercapainya kondisi-kondisi materil yang diperlukan bagi
pengabdian professional yang bermutu.
f) Melaporkan kepada yang berwajib praktek-praktek yang korup dan tak hormat
yang diketahui.
2.
Jelaskan apa bedanya profesi dan profesional !
Profesi berasal dari
bahasa latin yakni "Proffesio" yang mempunyai dua arti yaitu
janji/ikrar dan pekerjaan.
Dalam arti luas,
profesi berarti kegiatan "apa saja" dan "siapa saja" untuk
memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Dalam arti
sempit, profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu
dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.
Sedangkan profesional
merupakan orang yang mempunyai profesi. Menurut DE GEORGE, pengertian Profesi dan Profesional,
didefinisikan sebagai berikut :
@ PROFESI adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk
menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
@ PROFESIONAL adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu
dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi.
Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu
keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang
menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar
hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
Sedangkan Ciri-ciri antara Profesi dan Profesional adalah :
PROFESI :
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini
dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya
setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus
meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan
selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan
berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk
menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
PROFESIONAL :
1. Selalu Fokus
2. Kode etik
3. Apa yang dilakukannya berhasil
- Mempunyai semua yang dimiliki oleh seorang Profesional, di antaranya :
Senang meyelami sebuah proses, selalu memeriksa dan mengetahui apa yang
diperlukan dan yang diinginkannya, tidak membiarkan kesalahan berlalu, selalu
berpikiran positif, dsb.
- Visi dan misi
- Excelent (mengutamakan) dan profesional (hasil)
- Mempunyai hati yang mau diajar (tidak sombong)
Profesi melingkupi beberapa bidang, yaitu profesi di bidang ekonomi,
bisnis, IT, dll. Contoh Profesi di bidang IT, misalnya Konsultan IT,
Programmer/developmer, System Analyst, Database Administrator, Staff IT,
graphic designer dan masih banyak lagi.
Karakteristik
Profesi
Profesi
adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai
karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Daftar
karakterstik ini tidak memuat semua karakteristik yang pernah diterapkan pada
profesi, juga tidak semua ciri ini berlaku dalam setiap profesi:
- Keterampilan yang berdasar pada
pengetahuan teoretis:
Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan
memiliki keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam
praktik.
- Asosiasi profesional: Profesi biasanya memiliki badan yang
diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan
status para anggotanya. Profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan
khusus untuk menjadi anggotanya.
- Pendidikan yang ekstensif: Profesi yang prestisius biasanya
memerlukan pendidikan yang
lama dalam jenjang pendidikan tinggi.
- Ujian kompetensi: Sebelum memasuki organisasi profesional,
biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama
pengetahuan teoretis.
- Pelatihan institutional: Selain ujian, juga biasanya
dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon
profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh
organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga
dipersyaratkan.
- Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran
dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa
dianggap bisa dipercaya.
- Otonomi kerja: Profesional cenderung mengendalikan
kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi
dari luar.
- Kode etik: Organisasi profesi biasanya memiliki
kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang
melanggar aturan.
- Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa mengatur
organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur
oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang
berkualifikasi paling tinggi.
- Layanan publik dan altruisme: Diperolehnya penghasilan dari kerja
profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik,
seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.
- Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan meraih
status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya.
Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka
berikan bagi masyarakat.
Profesionalisme adalah komitmen para profesional terhadap profesinya.
Komitmen tersebut ditunjukkan dengan kebanggaan dirinya sebagai tenaga
profesional, usaha terus-menerus untuk mengembangkan kemampuan profesional,
dst.
Ada 4 ciri‐ciri profesionalisme:
- Memiliki keterampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran
dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan
tugas yangbersangkutan dengan bidang tadi.
- Memiliki ilmu dan pengalaman
serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka di dalam
membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan
terbaik atas dasar kepekaan.
- Memiliki sikap berorientasi ke
depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang
terbentang di hadapannya.
- Memiliki sikap mandiri
berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan
menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik
bagi diri dan perkembangan pribadinya.
Profesional itu adalah seseorang yang memiliki 3 hal pokok dalam
dirinya,Skill,Knowledge,dan Attitude! Skill disini berarti adalah seseorang itu benar-benar ahli
di bidangnya. Knowledge, tak hanya ahli di
bidangnya..tapi ia juga menguasai, minimal tahu dan berwawasan tentang ilmu2
lain yang berhubungan dengan bidangnya. Dan yang terakhir Attitude, bukan hanya pintar dan cerdas tapi dia juga punya
etika yang diterapkan dalam bidangnya.
Definisi/pengkategorian profesional itu adalah = bagaimana dia
hidup apakah menggantungkan diri dari profesi itu.
Professional menurut Roy Suryo, yang namanya dianggap Profesional
itu kalau yang bersangkutan MENGAKU atau pengakuan dari seorang pelaku. Jadi
bukan pengakuan publik, atau lembaga terkait (misal Lembaga Profesi).
How pro the professional?” menjadi
seorang professional berarti dia berhasil menguasai ilmu dari orang lain yang
lebih hebat darinya, jadi professional adalah apabila seseorang menguasai ilmu
dari orang lain yang lebih hebat dari dirinya.
Hubungan etika kerja professional dengan kehidupan manusia
digunakan untuk mengawal tingkahlaku ahli professional dalam bentuk menyuruh
melakukannya dan meninggalkan perkara yang mendatangkan kesalahan sama ada di
sisi undang-undang negara maupun statusnya sebagai professional. Oleh itu,
etika kerja professional merupakan satu landasan kepada masyarakat yang
membolehkan teknokrat mengawal tingkahlakunya sendiri serta membolehkan
masyarakat sosial mengawasi dan menilai setiap tindak tanduk mereka dari semasa
ke semasa.
Tentunya tidak mudah mendefinisikan arti “professional” ini. Ada
beberapa definisi praktis misalnya: Profesional berarti bayaran, seperti
petinju profesional, petenis profesional, dsb. Biasanya ini berhubungan dengan
olah raga. Namun dalam dunia kerjapun, kata profesional sering rancu, terutama
ketika memisahkan antara jenjang manajerial dan jenjang profesional.
-
Tidak memaksa,
-
Tidak mengiba, dan
-
Tidak berjanji.
Sikap
moral profesi ini sangat dikontrol oleh konsep diri seseorang antara lain sikap
menghadapi tantangan, cobaan serta hambatan.
1. Tidak
memaksa
Seorang
yang berjiwa atau bermoral profesional tetunya akan memiliki keahlian teknis
yang khusus yang mendukung keprofesionalannya. Dengan demikian dia akan
mempunyai kekuatan (`power’). Sehingga dengan ‘power’ yang dia miliki, dia
dapat melakukan tindakan untuk menekan pihak lain.
2. Tidak
berjanji
Satu
sikap moral professional dalam menghadapi apapun yang telah, sedang dan bakal
terjadi juga hal yang harus diperhatikan. Sikap ihlas dalam menghadapi
keberhasilan maupun kegagalan merupakan sikap professional yang ketiga.
Berjanji merupakan tindakan yang mungkin sekali menjadikan kita melanggar dua
sikap moral sebelumnya yang disebutan diatas. Karena kegagalan maka akan muncul
pemaksaan atau mengiba dari salah satu pihak, atau bahkan kedua pihak. Sehingga
kesiapan menerima apapun yang bakan terjadi merupakan sikap moral profesi yang
dibutuhkan.
3. Tidak
mengiba
Pada
saat-saat tertentu kesulitan atau hambatan muncul baik dipihak pekerja maupun
perusahaan. Krisis ekonomi saat lalu (soalnya saya yakin saat ini sudah mulai
tahap penyembuhan) banyak mengakibatkan kesulitan dikedua pihak.
Tentunya
tidak bisa hanya dengan mengiba untuk menghadapi kesulitan ini, dan tentunya
tindakan mengiba ini bukan moral yang professional
Pengertian
Professional Menurut Para Ahli berikut ini :
Menurut
Prof. Edgar Shine yang dikutip oleh Parmono Atmadi (1993), sarjana arsitektur
pertama yang berhasil meraih gelar doktor di Indonesia, merumuskan pengertian
professional tersebut sebagai berikut :
1.
Bekerja sepenuhnya (full time) berbeda dengan amatir yang sambilan.
2.Mempunyai
motivasi yang kuat.
3.
Mempunyai pengetahuan (science) dan keterampilan (skill)
4.
Membuat keputusan atas nama klien (pemberi tugas)
5.
Berorientasi pada pelayanan ( service orientation )
6.
Mempunyai hubungan kepercayaan dengan klien.
7.
Otonom dalam penilaian karya.
8.
Berasosiasi professional dan menetapkan standar pendidikan.
9.
Mempunyai kekuasaan (power) dan status dalam bidangnya.
10.Tidak
dibenarkan mengiklankan diri.
Prof.
Soempomo Djojowadono (1987), seorang guru besar dari Universitas Gadjahmada
(UGM) merumuskan pengertian professional tersebut sebagai berikut ;
- Mempunyai sistem pengetahuan
yang isoterik (tidak dimiliki sembarang orang)
- Ada pendidikannya dan
latihannya yang formal dan ketat
- Membentuk asosiasi
perwakilannya.
- Ada pengembangan Kode Etik yang
mengarahkan perilaku para anggotanya
- Pelayanan masyarakat/kemanusian
dijadikan motif yang dominan.
- Otonomi yang cukup dalam
mempraktekkannya
- Penetapan kriteria dan
syarat-syarat bagi yang akan memasuki profesi.
Rujukan
berikutnya dapat diambil dari pendapat Soemarno P. Wirjanto (1989), Sarjana
hukum dan Ketua LBH Surakarta, dalam seminar Akademika UNDIP 28-29 Nopember
1989, yang mengutip Roscoe Pond, mengartikan istilah professional sebagai
berikut ;
- Harus ada ilmu yang diolah di
dalamnya.
- Harus ada kebebasan, tidak
boleh ada hubungan hirarki.
- Harus mengabdi kepada
kepentingan umum, yaitu hubungan kepercayaan antara ahli dan klien.
- Harus ada hubungan Klien, yaitu
hubungan kepercayaan antara ahli dan klien.
- Harus ada kewajiban
merahasiakan informasi yang diterima dari klien. Akibatnya hrus ada
perlindungan hukum.
- Harus ada kebebasan ( hak
tidak boleh dituntut ) terhadap penentuan sikap dan perbuatan dalam
menjalankan profesinya.
- Harus ada Kode Etik dan
peradilan Kode Etik oleh suatu Majlis Peradilan Kode Etik
- Boleh menerima honorarium yang
tidak perlu seimbang dengan hasil pekerjaannya dalam kasus-kasus tertentu
(misalnya membantu orang yang tidak mampu )
Untuk
ini dipandang perlu untuk memberikan catatan kecenderungan pada waktu ini dalam
memberikan pengertian profesional sebagai berikut :
·
Mampu
menata, mengelolah dan mengendalikan dengan baik.
·
Trampil
·
Berpengalaman
dengan pengalaman yang cukup bervariasi
·
Menguasai
standar pendidikan minimal
·
Menguasai
standar penerapan ilmu dan praktik
·
Kreatif
dan berpandangan luas yang sudah dibuktikan dalam praktik
·
Memiliki
kecakapan dan keahlian yang cukup tinggi dan bekemampuan memecahkan problem
teknis
·
Cukup
kreatif, cukup cakap, ahli dan cukup berkemampuan memecahkan problem teknis
yang sudah dibuktikan dalam praktik.
·
Beberapa
unsur yang sangat penting mengenai professional yaitu
Sikap jujur dan obyektif, penguasaan ilmu
dalam praktik, pengalaman yang cukup bervariasi, berkompeten
memecahkan problem teknis yang sudah dibuktikan dalam praktik.
Kalau dilihat inti dari batasan diatas maka dapat dilihat bahwa
pengertian profesional tidak dapat dibebaskan dari pengalaman praktik. Timbul
pertanyaan bagaimana cara yang dapat memungkinkan seseorang bisa mempersiapkan
dirinya menjadi seorang profesional dalam waktu yang relatif singkat?
Jawabannya adalah pemagangan yang tepat, bervariasi dan efektif. Untuk
mempersingkat masa pemagangan maka studi berbagai kasus baik yang terkait
dengan evaluasi masalah serta cara penanggulangan termasuk studi perbandingan
dalam berbagai aspek pembangunan akan sangat membantu mempercepat sesorang ahli
untuk mencapai tingkat profesional.
Kesimpulan
Profesional adalah
orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna
waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian
yang tinggi, berperilaku jujur, obyektif, saling mengisi, saling mendukung,
saling berbagai pengalaman atas dasar itikad baik dan positive thinking.
Profesi merupakan pekerjaan, namun belum tentu semua pekerjaan
adalah profesi. Jelasnya, bahwa profesi merupakan pekerjaan purna waktu.
Kemudian, Profesional dapat diartikan sebagai sifat mahir dalam suatu
profesi. Dalam keterkaitannya, berarti profesi adalah bagian dalam
pekerjaan. Dalam kelompok kata KBBI, “profesi” dan “pekerjaan” merupakan
kata benda, sedangakan kata “profesional” merupakan kata sifat.
Diagram yang menggambarkan keterkaitan antara pekerjaan, profesi,
dan pekerjaan adalah Mengartikan bahwa ada himpunan dari sekumpulan pekerjaan seperti
dokter, guru, makan, minum, membaca, menulis, dan sebagainya. Kemudian
ada pekerjaan purna waktu yang disebut sebagai profesi sebagai
pengabdian kepada masyarakat dari hasil pendidikan/pelatihan yang telah ia
terima, namun tidak semua bisa mengamalkan seluruh ilmunya dengan baik, hanya
ada sebagian yang mampu mengamalkan ilmu atau keahliannya lebih baik daripada
lainnya, sehingga disebutlah kumpulan profesional.
Menurut De
George
Profesi
Pekerjaan yang dilakukan sebagai
kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu
keahlian
Profesional
Orang yang mempunyai profesi atau
pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan
mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu
keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang
menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar
hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
3.
Jelaskan tentang kriteria (syarat-syarat sebuah profesi guru) !
Dari berbagai sumber dapat dijabarkan bahwa:
Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun
kriterianya. Misalnya National Education Asosiasion (NEA) (1948) menyarankan
kriteria berikut:
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang
khusus.
3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (bandingkan dengan
pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
4. Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’ yang bersinambungan.
5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan
yang permanen.
6. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas
keuntungan pribadi.
8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang
kuat dan terjalin erat.
Sekarang yang menjadi pertanyaan lebih lanjut adalah apakah semua kriteria
ini dapat dipenuhi oleh jabatan mengajar atau oleh guru? Mari kita lihat satu
persatu.
1. Jabatan yang Melibatkan Kegiatan Intelektual
Jelas sekali bahwa
jabatan guru memenuhi kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang
sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Lebih lanjut dapat diamati,
bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi
persiapan dari semua kegiatan profesional lainnya. Oleh sebab itu, mengajar
seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (Stinnett dan Huggett,
1963).
2. Jabatan yang menggeluti Batang Tubuh Ilmu yang Khusus
Semua jabatan mempunyai
monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mcreka dari orang awam, dan memungkinkan.
Mereka mengadakan gawasan tentang jabatannya. Anggota-anggota suatu profesi
menguasi bidang iimu yang membangun keahlian mereka dan melindungi masyarakat
dari penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik dan kelompok tertentu yang
ingin mencari keuntungan (misalnya orang-orang yang tidak bertanggung jawab
yang membuka praktek dokter). Namun, belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu
khusus yang melatari pendidikan (education) atau keguruan (tleaching) (Ornstein
and Levine, 1984).
Terdapat berbagai
pendapat tentang apakah mengajar memenuhi persyaratan kedua ini. Mereka yang
bergerak di bidang pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah mengembangkan
secara jelas bidang khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang
berwewenang. Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa mengajar belum mempunyai
batang tubuh ilmu khusus yang dijabarkan secara ilmiah. Kelompok pertama
percaya bahwa mengajar adalah suatu sains. (science), sementara kelompok kedua
mengatakan bahwa mengajar adalah suatu kiat (art) (Stinnett dan Huggett, 1963).
Namun dalam karangan-karangan yang ditulis dalam Encyclopedia of Educational
Research, misalnya terdapat bukti-bukti bahwa pekerjaan mengajar telah secara
intensif mengembangkan batang tubuh ilmu khususnya (Terbitan edisi ketiga tahun
1960, misalnya memuai lebfh dari 1500 halaman hasil riset, sebagai bukti bahwa
profesi keguruan telah mengembangkan batang tubuh ilmu khususnya. Tiap tahun
dapat kita baca ribuan halaman laporan riset baru yang diterbitkan di
mana-mana, baik sebagai disertasi ataupun hasil riset para pelaksana
pendidikan). Sebaliknya masih ada juga yang berpendapat kihwa ilmu pendidikan
sedang dalam krisis identitas, batang tubuhnya lidak jelas, batas-batasnya
kabur, strukturnya sebagai a body of knowledge samar-samar (Sanusi et al.,
1991). Sementera itu, ilmu pi’iigetahuan tingkah laku (behavioral sciences),
ilmu pengetahuan alam, dan bidang kesehatan dapat dibimbing langsung dengan
peraturan dan prosedur yang ekstensif dan menggunakan metodologi yang jelas. Ilmu
pendidikan kurang terdefinisi dengan baik. Di samping itu, ilmu yang terpakai
dalam dunia nyata pengajaran masih banyak yang belum teruji validasinya dan
yang disetujui sebagian besar ahlinya (Gideonse, 1982, dan Woodring, 1983).
Sebagai hasilnya,
banyak orang khususnya orang awam, seperti juga dengan para ahlinya, selalu
berdebat dan berselisih, malahan kadang-kadang menimbulkan pembicaraan yang
negatif. Hasil lain dari bidang ilmu yang belum terdefinisi dengan baik ini
adalah isi dari kurikulum pendidikan guru berbeda antara satu tempat dengan
tempat lainnya, walaupun telah mulai disamakan dengan menentukan topik-topik
inti yang wajib ada dalam kurikulum.
Banyak guru di sekolah menengah diperkirakan mengajar di luar dan bidang ilmu
yang cocok dengan ijazahnya; misalnya banyak guru matematika yang tidak
mendapatkan mayor dalam matematika sewaktu dia belajar pada lembaga pendidikan
guru, ataupun mereka tidak disiapkan untuk mengajar matematika. Masalah ini
sangat menonjol dalam bidang matematika dar. ilmu pengetahuan alam, walaupun
sudah agak berkurang dengan adanya persediaan guru yang cukup sekarang ini.
Apakah guru bidang ilmu
pengetahuan tertentu juga ditentukan oleh baku pendidikan dan pelatihannya?
Sampai saat pendidikan guru banyak yang ditentukan dari atas, ada yang waktu
pendidikannya cukup dua tahun saja, ada yang perlu tiga tahun atau harus empat
tahun.
Untuk melangkah kepada
jabatan profesional, guru harus mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam
membuat keputusan tentang jabatannya sendiri. Organisasi guru harus mempunyai
kekuasaan dan kepemimpinan yang potensial untuk bekerja sama, dan bukan didikte
dengan kelompok yang berkepentingan, misalnya oleh lembaga pendidikan guru atau
kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan beserta jajarannya.
3. Jabatan yang Memerlukan Persiapan Latihan yang Lama
Lagi-lagi terdapat
perselisihan pendapat mengenai hal ini. yang membedakan jabatan profesional
dengan non-profesional antara lain adalah dalam penyelesaian pendidikan melalui
kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas/institut atau melalui pengalaman
praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah. Yang pertama, yakni
pendidikan melalui perguruan tinggi disediakan untuk jabatan profesional,
sedangkan yang kedua, yakni pendidikan melalui pengalaman praktek dan
pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah diperuntukkan bagi jabatan yang
non-profesional (Ornstem dan Levine, 1984). Tetapi jenis kedua ini tidak ada
lagi di Indonesia.
Anggota kelompok guru
dan yang berwenang di departemen pendidikan Nasional berpendapat bahwa
persiapan profesional yang cukup lama amat perlu untuk mendidik guru yang
berwenang. Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi kurikulum perguruan
tinggi, yang terdiri dari pendidikan umum, profesional, dan khusus,
sekurang-kurangnya empat tahun bagi guru pemula (SI di LPTK), atau pendidikan
persiapan profesional di LPTK paling kurang selama setahun setelah mendapat
gelar akademik SI di perguruan tinggi non-LPTK. Namun, sampai sekarang di
Indonesia, ternyata masih banyak guru yang lama pendidikan mereka sangat
singkat, malahan masih ada yang hanya seminggu, sehingga tentu saja kualitasnya
masih sangat jauh untuk dapat memenuhi persyaratan yang kita harapkan.
4. Jabatan yang Memerlukan Latihan dalam Jabatan yang Sinambung
Jabatan guru cenderung
menunjukkan bukti yang kuat sebagai (jabatan profesional, sebab hampir tiap
tahun guru melakukan bcrbagai kegiatan latihan profesional, baik yang
mendapatkan prnghargaan kredit maupun tanpa kredit. Malahan pada saat sekarang
bermacam-macam pendidikan profesional tambahan diikuti guru-guru dalam
menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah ditetapkan. Dilihat dari
kacamata ini, jelas kriteria ke empat ini dapat Jipenuhi bagi jabatan guru di
negara kita.
5. Jabatan yang Menjanjikan Karier Hidup dan Keanggotaan yang Permanen
Di luar negeri
barangkali syarat jabatan guru sebagai karier permanen merupakan titik yang
paling lemah dalam menuntut bahwa mengajar adalah jabatan profesional. Banyak
guru baru yang hanya bertahan selama satu atau dua tahun saja pada profesi
mengajar, setelah itu mereka pindah kerja ke bidang lain, yang lebih banyak
menjanjikan bayaran yang lebih tinggi. Untunglah di Indonesia kelihatannya
tidak begitu banyak guru yang pindah ke bidang lain, walaupun bukan berarti
pula bahwa jabatan guru di Indonesia mempunyai pendapatan yang tinggi.
Alasannya mungkin karena lapangan kerja dan sistem pindah jabatan yang agak
sulit. Dengan demikian kriteria ini dapat dipenuhi oleh jabatan guru di
Indonesia.
6. Jabatan yang Menentukan Bakunya Sendiri
Karena jabatan guru
menyangkut hajat orang banyak, maka baku untuk jabatan guru ini sering tidak
diciptakan oleh anggota profesi sendiri, terutama di negara kita. Baku jabatan
guru masih sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan
tenaga guru tersebut seperti yayasan pendidikan swasta. Sementara kebanyakan
jabatan mempunyai patokan dan persyaratan yang seragam untuk meyakinkan
kemampuan minimum yang diharuskan, tidak demikian halnya dengan jabatan guru.
Dari pengalaman beberapa tahun terakhir penerimaan calon mahasiswa LPTK didapat
kesan yang sangat kuat bahwa skor nilai calon mahasiswa yang masuk ke lembaga
pendidikan guru jauh lebih rendah dibandingkan dengan skor calon yang masuk ke
bidang lainnya. Permasalahan ini mempunyai akibat juga dalam hasil pendidikan
guru nantinya, karena bagaimanapun juga mutu lulusan akan sangat dipengaruhi
oleh mutu masukan atau bahan bakunya, dalam hal ini mutu calon mahasiswa
lembaga pendidikan.
Dalam setiap jabatan
profesi setiap anggota kelompok dianggap sanggup untuk membuat keputusan
profesional berhubungan dengan iklim kcrjanya. Para profesional biasanya
membuat peraturan sendiri dalam daerah kompetensinya, kebiasaan dan tradisi
yang berhubungan ili-dengan pengawasan yang efektif tentang hal-hal yang
berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan langganan
(klien)nya. Sebetulnya pengawasan luar adalah musuh alam dari profesi, karena
membatasi kekuasaan profesi dan membuka pintu terhadap pengaruh luar (Ornstein
dan Levine, 1984).
Dokter dan pengacara
misalnya, menyediakan layanan untuk masyarakat, sementara kliennya membayar
untuk itu, namun tak seorang pun mengharap bahwa orang banyak atau klien akan
menulis resep ataupun yang menulis kontrak. Bila klien ikut mempengaruhi
keputusan dari praktek dokter atau pengacara, maka hubungan profesional-klien
berakhir. Ini pada hakikatnya berarti mempertahankan klien dari mangsa
ketidaktahuannya, di samping juga menjaga profesi dari penilaian yang tidak
rasional dari klien atau khalayak ramai Peter Blau dan W. Richard Scott (1965:
51-52) menulis: “Professional service … requires that the [professional]
maintain independence of judgement and not permit the clients’ wishes as
distinguished from their interests to influence his decisions.” Para
profesional harus mempunyai pengetahuan dan kecakapan membuat penilaian,
sebaliknya tidak demikian dengan klien, scbagaimana ditulis Blau dan Scott,“and
the clients not qualified to evaluate the services he needs.” Profesional yang
membolehkan langganannya untuk mengatakan apa yang harus dia kerjakan akan
gagal dalam memberikan layanan yang optimal.
Bagaimana dengan guru?
Guru, sebagaimana sudah diutarakan juga di atas, sebaliknya membolehkan orang
tua, kepala sekolah, pejabat kantor wilayah, atau anggota masyarakat lainnya
mengatakan apa yang harus dilakukan mereka. Otonomi profesional tidak berarti
bahwa tidak ada sama sekali kontrol terhadap profesional. Sebaliknya, ini
berarti bahwa kontrol yang memerlukan kompetensi teknis hanya dapat dilakukan oleh
orang-orang yang mempunyai kemampuan profesional dalam hal itu.
Kelihatannya untuk masa
sekarang sesuai dengan kondisi yang ada di negara kita, kriteria ini belum
dapat secara keseluruhan dipenuhi oleh jabatan guru.
7. Jabatan yang Mementingkan Layanan di Atas Keuntungan Pribadi
Jabatan mengajar adalah
jabatan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi.
Guru yang baik akan sangat berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih
baik dari warga negara masa depan.
Jabatan guru telah
terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi
oleh keinginan untuk membantu orang lain, bukan disebabkan oleh keuntungan
ekonomi atau keuangan. Kebanyakan guru memilih jabatan ini berdasarkan apa yang
dianggap baik oleh mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang
kepuasan ekonomi atau lahiriah. Namun, ini tidak berarti bahwa guru harus
dibayar lebih rendah tetapi juga jangan mengharapkan akan cepat kaya bila
memilih jabatan guru. Oleh sebab itu, tidak perlu diragukan lagi bahwa
persyaratan ketujuh ini dapat dipenuhi dengan baik.
Arifin (2000)
mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai:
1) Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi
dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21.
2) Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu
ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep
belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat
ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan
masyarakat Indonesia.
3) Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan
profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan
praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan
terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis
yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
Dengan adanya
persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk
melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu:
a) Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang.
b) Penguasaan ilmu yang kuat.
c) Keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi.
d) Pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut
merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan
usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.
Ada beberapa hal yang
termasuk dalam syarat-syarat Profesi seperti;
@ Standar unjuk kerja
@ Lembaga pendidikan khusus untuk menghasilkan pelaku profesi
tersebut dengan standar kualitas.
@ Akademik yang bertanggung jawab.
@ Organisasi profesi
@ Etika dan kode etik profesi.
@ Sistem imbalan.
@ Pengakuan masyarakat.
Menurut
Mukhtar Lutfi, ada delapan kriteria yang harus dipenuhi
agar dapat disebut sebagai profesi, yaitu:
@
Panggilan
hidup yang sepenuh waktu,
@
Pengetahuan
kecakapan/ keahlian,
@
Kebakuan
yang universal,
@
Pengabdian,
@
Kecakapan
diagnostik dan kompetensi aplikatif,
@
Otonomi,
@
Kode etik, dan
@
Klien
Di
samping itu, profesi guru juga memerlukan persyaratan khusus
antara lain:
@
Menuntut
adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang
mendalam.
@
Menekankan
pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
@
Menuntut
adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
@
Adanya
kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
@
Memungkinkan
perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan. (Drs. Moh. Ali, 1989)
Dari
penjabaran-penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa syarat dari profesi
keguruan yaitu sebagai berikut :
1)
Standar untuk bekerja
2)
Ada lembaga khusus
untuk menghasilkan seorang guru yang memiliki standar kualitas tinggi.
3)
Akademik yanbg
bertanggung jawab
4)
Memiliki organisasi
keguruan
5)
Memiliki kode etik dan
etika keguruan yang diatur oleh pemerintah
6)
Ada imbalan/gaji
7)
Pengakuan dari
masyrakat serta peka terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang
dilaksanakan.
8)
Pengembangan kemampuan
yang berkesinambungan.
9)
Mementingkan layanan di
atas kepentingan pribadi.
Syarat wajib yang harus dimilikki oleh guru
menurut Undang-Undang RI :
Syarat guru di dalam Undang-Undang RI disebutkan ada lima syarat
yang harus dimiliki guru. Syarat tersebut diantaranya memiliki kualifikasi
akademik, mempunyai kompetensi, mempunyai sertifikat pendidik serta sehat
jasmani dan rohani serta mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Kelima syarat tersebut harus dimiliki seluruh guru yang ada di
Indonesia.
Syarat yang pertama adalah memiliki kualifikasi akademik dimana
guru harus memiliki tingkat pendidikan minimal yang wajib terpenuhi yang
dibuktikan dengan ijazah dan atau sertifikat keahlian yang relevan dengan tugas
dan fungsi guru. Ijazah atau sertifikat tersebut harus sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Kualifikasi akademik merupakan ijazah jenjang
pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh pengajar sesuai dengan jenis
pendidikan formal di tempat penugasan.
Syarat guru yang kedua adalah mempunyai kompetensi yaitu
seperangkat pengetahuan dan keterampilan serta perilaku yang harus dimiliki dan
dikuasai oleh pengajar dalam melaksanakan tugas.
Syarat yang ketiga adalah mempunyai
sertifikat pendidik yaitu sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi
selaku penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal diberikan kepada guru
sebagai tenaga yang professional. Sertifikat tersebut bertujuan untuk
memberikan penghargaan kepada guru yang telah memenuhi standar profesi guru
melalui proses sertifikasi.
Syarat yang keempat adalah sehat jasmani serta rohani yaitu kondisi
kesehatan fisik serta mental yang memungkinkan seorang guru bisa menjalankan
tugas dengan baik. Seorang pendidik merupakan petugas lapangan dalam hal
pendidikan sehingga kesehatan jasmani adalah faktor yang akan menentukan lancar
dan tidaknya proses pendidikan. Guru yang menderita penyakit menular tentu akan
sangat membahayakan murid.
Yang dimaksud dengan sehat rohani adalah menyangkut masalah rohaniah manusiawi
yang berhubungan dengan masalah moral yang baik, luhur dan tinggi. Seorang guru
harus mempunyai moral yang baik dan menjadi teladan bagi anak didiknya. Sifat
yang dimasukkan dalam moral atau budi yang luhur antara lain jujur, adil,
bijaksana, pemaaf, tidak mementingkan diri sendiri dan menjauhi perbuatan
tercela.
Syarat yang kelima adalah mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Disini guru harus punya kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional sesuai dengan yang telah diatur dalam undang-undang. Dengan
terpenuhinya syarat guru ini maka diharapkan proses belajar-mengajar bisa
berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan pengajaran.
Pada hakikatnya tugas guru tidak hanya di perlukan sebagai suatu
tugas yang profesional, akan tetapi sebagai suatu profesi utama. Karena
mengajar berarti turut menyiapkan peserta didik ke arah berbagai jenis profesi.
Guru merupakan angkatan kerja utama karena merupakan tenaga kerja yang turut
menyiapkan tenaga kerja pembangunan lainnya.
Guru
dianggap sebagai suatu profesi bilamana ia memiliki pernyataan dasar,
keterampilan teknik serta didukung oleh sikap kepribadian yang mantap. Guru
yang profesional harus memiliki kompetensi sebagai berikut :
1.
Kompetensi Profesional, artinya guru memiliki pengetahuan yang luas serta dalam dari bidang
studi yang akan diajarkan, serta penguasaan metodologis dalam arti memiliki
pengetahuan konsep. Guru harus mampu memilih metode yang tepat serta mampu
menggunakan berbagai metode dan strategi dalam proses pembelajaran. Guru pun
harus memiliki pengetahuan yang luas tentang landasan kependidikan dan
pemahaman terhadap peserta didik.
2.
Kompetensi Personal, artinya guru harus memiliki kepribadian yang mantap, sehingga mampu
menjadi sumber identifikasi bagi subjek. Guru memiliki kepribadian yang patut
diteladani, sehingga mampu melaksanakan kepemimpinan yang dikemukakan oleh Ki
Hajar Dewantara, yaitu : tut wuri handayani, ing madya mangun karso,
ing ngarso sung tulodo. Dalam pepatah “Bugis” di ungkapakan : ri oloi
napatiroang, ritengngai naparaga-raga, ri monriwi napaampiri.
3.
Kompetensi Sosial, artinya guru harus menunjukkan kemampuan berkomunikasi sosial, baik
dengan peserta didik maupun dengan sesama guru, dengan kepala sekolah bahkan
dengan masyarakat luas.
4.
Kompetensi Pelayanan, artinya guru harus memberikan pelayanan sebaik-baiknya yang berarti
mengutamakan nilai kemanusiaan daripada nilai benda material.
Apabila seorang guru telah memiliki kompetensi tersebut di atas,
maka guru tersebut telah memiliki hak profesional karena ia telah dengan nyata
memenuhi syarat-syarat berikut :
1.
Mendapat
pengakuan dan perlakuan hukum terhadap batas wewenang keguruan yang menjadi
tanggung jawabnya.
2.
Memiliki
kebebasan untuk mengambil langkah-langkah interaksi edukatif dalam batas
tanggung jawabnya dan ikut serta dlam proses pengembangan pendidikan.
3.
Menikmati
kepemimpinan teknis dan dukungan pengelolaan yang efektif dan efesien dalam
rangka menjalankan tugas sehari-hari.
4.
Menerima
perlindungan dan penghargaan yang wajar terhadap usaha-usaha dan profesi yang
inovatif dalam bidang pengabdiannya.
5. Menghayati kebebasan mengembangkan kompetensi profesionalnya secara
individual maupun secara institusional.
SYARAT SYARAT
SEORANG PENDIDIK MENURUT PAKAR
ISLAM
A. Menurut Al-Ghozali, Syarat Syarat pendidik
adalah sebagai berikut:
Guru
harus mencintai muridnya seperti mencintai anak kandungnya sendiri. Guru jangan
mengharapkan materi (upah) sebagai tujuan utama dari pekerjaannya (mengajar),
karena mengajar adalah tugas yang diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW sedangkan
upahnya adalah terletak pada terbentuknya anak didik yang mengamalkan ilmu yang
diajarkannya.
Guru harus mengingatkan muridnya agar tujuannya dalam
menuntut ilmu bukan untuk kebanggaan diri atau mencari keuntungan pribadi,
tetapi untuk mendekatkan diri kepada Allah. Guru harus mendorong muridnya agar
mencari ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu yang membawa pada kebahagiaan dunia
dan akhirat. Dihadapan muridnya, guru harus memberikan contoh yang baik,
seperti berjiwa halus, sopan, lapang dada, murah hati dan berakhlak terpuji lainnya. Guru harus mengajarkan pelajaran yang
sesuai dengan tingkat intelektual dan daya tangkap anak didiknya.
Guru
harus mengamalkan yang diajarkannya, karena ia menjadi idola di mata anak
muridnya. Guru harus memahami minat, bakat dan jiwa anak didiknya, sehingga di
samping tidak akan salah dalam mendidik, juga akan terjalin hubungan yang akrab
dan baik antara guru dengan anak didiknya. Guru harus dapat menanamkan keimanan
kedalam pribadi anak didiknya, sehingga akal pikiran anak didik tersebut akan
dijiwai oleh keimanan itu.
B. Al-Ghazali
juga mengklasifikasikan persyartan pendidik ke dalam beberapa aspek, yaitu
aspek tabi’at dan prilaku, aspek minat, perhatian dan tanggung jawab terhadap
proses pembelajaran, aspek kecakapan dan keterampilan mengajar, dan aspek
ilmiah sekaligus cinta kepada kebenaran. Persyaratan pendidik menurut
al-Ghazali tersebut bila dikaitkan dengan persyaratan pendidik dalam perspektif
pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok, yaitu persyaratan
profesional, persyaratan biologis, persyaratan administratif, persyaratan
psikologis, dan persyaratan didaktis-paedagogis.
C. Menurut H.
Mubangit, syarat untuk menjadi seorang pendidik yaitu :
1. Harus beragama.
2. Mampu bertanggung
jawab atas kesejahteraan agama.
3. Tidak kalah
dengan guru-guru umum lainnya dalam membentuk Negara yang demokratis.
4. Harus memiliki perasaan panggilan murni.
D. Menurut Prof.
Dr. Moh. Athiyah al-Abrasyi, syarat sebagai seorang pendidik yaitu harus
memiliki sifat-sifat tertenru agar ia dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan
baik. Yaitu:
1. Memiliki sifat
Zuhud, dalam artian tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari
ridhaAllah.
2. Seorang Guru
harus jauh dari dosa besar.
3. Ikhlas dalam
pekerjaan.
4. Bersifat pemaaf.
5. Harus mencintai
peserta didiknya.
E. Ahmad Tafsir dalam uraiannya menyimpulkan bahwa tugas guru (pendidik)
dalam Islam ialah mendidik muridnya (peserta didik) dengan cara mengajar dan
dengan cara-cara lainnya, menuju tercapainya perkembangan maksimal sesuai
dengan nilai-nilai Islam. Untuk memperoleh kemampuan melaksanakan tugas itu
secara maksimal, sekurang-kuranya harus memenuhi syarat-syarat seperti yang
dijelaskan Soejono : (1) tentang umur, harus sudah dewasa, (2) tentang
kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani, (3) tentang kemampuan mengajar, ia harus
ahli, (4) harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.
F. Menurut Ummu
Yasmin ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang pendidik.
1. memiliki
kepribadian Islam.
2. Memiliki fikrah
(pola pikir) yang benar tentang Islam, akidah yang dalam, dan amal yang
berkelanjutan.
3. Memiliki
tshakofah islamiyah yang cukup dengan menguasai madah (materi-materi)
pendidikan.
G. Menurut Hasan
Langgulung, syarat-syarat menjadi guru itu dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa kelompok :
1. Persyaratan administrative.
Meliputi : soal kewarganegaraan (warga Negara Indonesia), Umur
(sekurang-kurangnya 18 tauhn, berkelakuan baik, mengajukan permohohnan).
2. Persyaratan Teknis, dalam persyaratan teknis ini ada yang bersifat formal,
yakni harus berijazah guru, menguasai cara dan teknik mengajar, terampil
mendesains program pengajaran serta memiliki motivasi dan cita-cita memajukan
pendidikan dan pengajaran.
3. Persyaratan Psikis. Sehat rohani, dewasa dalam berpikir dan bertindak, mampu
mengendalikan emosi, sabar, ramah dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan,
konsekuen, berani bertanggung jawab, berani berkorban dan meiliki jiwa
pengabdian, dan lain-lain.
4. Persyaratan
Fisik. Ini antara lain meliputi berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang
mungkin mengganggu pekerjaannya, tidak memiliki gejala-gejala penyakit yang
menular.
Sesuai dengan tugas
keprofesiannya, maka sifat dan persyaratan tersebut secara garis besar dapat
dklasifikasikan dalam spectrum yang lebih luas, yakni guru harus:
Memiliki kemampuan professional; Memiliki
kapasitas intelektual; Memiliki
sifat edukasi social.
Ketiga
syarat kemampuan itu diharapkan telah dimiliki oleh setiap guru, sehingga mampu
memenuhi fungsinya sebagai pendidik bangsa, guru di sekolah dan pemimpin
masyarakat. Untuk itu diperlukan kedewasaan dan kematangan diri guru itu
sendiri yang meliputi aspek-aspek yaitu :
Aspek
kematangan Jasmani, dapat dilihat dari perkembangan biologis dan usia. Pada
umumnya sikatakan sudah dewasa jasmai, kalau seseorang itu sudah akil baligh atau
sudah berkeluarga. Namun pada kenyataannya dalam kehidupan masyarakat masih
jarang dipakai sebagai criteria kedewasaan.
Aspek
Kematangan Rohani. Kematangan atau kedewasaan dalam arti rohani mungkin sangat
bervariasi atau berbeda-beda antara masyarakat atau bangsa yang satu dengan
yang lain. Kematangan atau kedewasaan rohani disini termask antara lain : sudah
matang dalam bertindak dan berpikir, sehingga sikap dan penampilannya menjadi
semakin mantap. Menghargai dan mematuhi norma serta nilai-nilai moral yang
berlaku.
Kematangan
atau Kedewasaan Kehidupan Sosial.aspek kedewasaan social berhubungan dengan
kehidupan social, atau kehidupan bersama antar manusia. Untuk dapat bergaul
dengan sesame manusia dituntut adanya kemampuan berinterkasi dan memenuhi beberapa
persyaratan. Sebagai contoh harus dapat saling menghargai, salilng tenggang
rasa, saling tolong menolong. Seseorang itu boleh dikatakan masih seperti
anak-anak, karena masih ambisius, mementingkan diri sendiri (Individualistis).
Dan kedewasaan seseorang juga ditandai dengan perkembangan rasa tanggung jawab.
4.
Jelaskan peranan etika dalam profesi !
Etika
pada hakekatnya merupakan pandangan hidup dan pedoman tentang bagaimana
orang itu seyogjanya berperilaku. Dan etika berasal dari kesadaran
manusia yang merupakan petunjuk tentang perbuatan mana yang baik dan mana yang
buruk.
Etika
juga merupakan penilaian kualifikasi terhadap perbuatan seseorang (
Mertokusumo, 1991:35)
Dikaitkan
dengan profesi yang merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus, menuntut
pengetahuan dan tanggung jawab, diabdikan untuk kepentingan orang banyak,
mempunyai organisasi profesi dan mendapat pengakuan dari masyarakat, serta kode
etik, sehingga etika merupakan alat untuk mengendalikan diri bagi masing-masing
anggota profesi.
Secara
lebih tegas dapat dikatakan bahwa peran etika dalam profesi sebagai alat
pengendali hati nurani /kode etik atau tidak, oleh karena itu etika disini
merupakan pencerminan ilmiah dalam perilaku manusia dari sudut norma-norma baik
dan buruk.
Integritas dalam Etika
Profesi
Peranan etika profesi
adalah sebagai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama dan sebagai landasan
dalam pergaulan dan tata cara kehidupan. Adanya etika dalam profesi yaitu agar
suatu kelompok yang menjalankan suatu profesi memiliki nilai-nilai untuk mengatur
kehidupan bersama.
Etika profesi memiliki
enam prinsip yang menyatakan pengakuan profesi akan tanggung jawabnya kepada
publik Prinsip ini memandu anggota dalam
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku
etika dan perilaku profesionalnya.
Prinsip ketiga adalah Integritas.
Integritas kerja adalah
bertindak konsisten sesuai dengan kebijakan dan kode etik perusahaan. Memiliki
pemahaman dan keinginan untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan dan etika
tersebut, dan bertindak secara konsisten walaupun sulit untuk melakukannya.
Integritas adalah suatu
elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas
merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi
anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan
seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa
harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik
tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima
kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak
menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
Lalu apakah setiap profesi
memiliki integritas yang sama ? Disini akan coba kita bandingkan dari 3 profesi
yaitu Profesi Wartawan, POLRI dan PNS.
Profesi Wartawan
Wartawan harus memiliki
kepribadian dalam arti keutuhan dan keteguhan jati diri, serta integritas dalam
arti jujur, adil, arif dan terpercaya.
Kepribadian dan
integritas wartawan yang ditetapkan di dalam Bab I Kode Etik Jurnalistik
mencerminkan tekad wartawan mengembangkan dan memantapkan sosok Wartawan sebagai
profesional, penegak kebenaran, nasionalis, konstitusional dan demokratis serta
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pasal 1
1.
Semua perilaku, ucapan
dan karya jurnalistik wartawan harus senantiasa dilandasi, dijiwai, digerakkan
dan dikendalikan oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta
oleh nilai-nilai luhur Pancasila, dan mencerminkan ketaatan pada Konstitusi
Negara.
2. Ciri-ciri wartawan yang kesatria, adalah :
•
Berani membela kebenaran dan keadilan;
•
Berani mempertanggungjawabkan semua tindakannya, termasuk karya jurnalistiknya;
•
Bersikap demokratis
•
Menghormati kebebasan orang lain dengan penuh santun dan tenggang rasa;
• Dalam menegakkan kebenaran, senantiasa menjunjung tinggi
harkat-martabat manusia dengan menghormati orang lain, bersikap demokratis,
menunjukkan kesetiakawanan sosial.
3. Yang dimaksud dengan mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara adalah,
wartawan Indonesia sebagai makluk sosial yang bekerja bukan untuk kepentingan
diri sendiri, kelompok atau golongan, melainkan untuk kepentingan masyarakat,
bangsa dan negara;
4. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara
hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain
termasuk pemilik perusahaan pers.
5. Terpercaya adalah orang yang berbudi luhur, adil, arif dan cermat, serta
senantiasa mengupayakan karya terbaiknya.Profesi adalah pekerjaan tetap yang
memiliki unsur-unsur.
• Himpunan pengetahuan
dasar yang bersifat khusus;
• Terampil dalam menerapkannya;
• Tata cara pengujian yang obyektif;
• Kode Etik serta lembaga pengawasan dan
pelaksanaan penaatannya.
Profesi POLRI
Secara yuridis Polri secara kelembagaan telah diatur dalam konstitusi dan
berbagai produk peraturan perundang-undangan, sebagaimana termuat dalam Pasal
30 Ayat (4) UUD 1945, misalnya, secara tegas mengatur bahwa “Polri sebagai alat
Negara yang menjaga keamanan dan ketertiban bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, serta menegakkan hukum”.
Selanjutnya untuk dapat melaksanakan tugas pokok, fungsi dan perannya,
maka kepada Polri telah diberikan status kemandiriannya berdasarkaaan TAP MPR
No VI/MPR/ tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri dan TAP MPR No VII/MPR/
tahun 2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri, Undang Undang No. 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. serta Peraturan Pemerintah No. 1
Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 tentang Peraturan disiplin anggota
Polri, Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/97/II/2003 tanggal 31 Desember 2003 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Divpropam Polri, Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006
Tanggal 1 Juli 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia, serta Peraturan Kapolri No. Pol. : 8 tahun tahun 2006 tentang
organisasi dan tata kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Profesi PNS
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Dalam pelaksanaan tugas kedinasan dan
kehidupan sehari-hari setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bersikap dan berpedoman
pada etika dalam bernegara, dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam
berorganisasi, dalam bermasyarakat, serts terhadap diri sendiri dan sesama
Pegawai Neeeri Sipi. Etika bernegara meliputi:
1. melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
2. mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara;
3. menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
4. menaati semua peraturan perundang-undang yang berlaku dalam melaksanakan
tugas;
5. akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan;
6. tanggap, terbuka, jujur, dan akurat, serta tepat waktu dalam melaksanakan
setiap kebijakan program pemerintah;
7. menggunakan atau memanfaatkan semua sumber daya Negara secara efisien dan
efektif;
8. tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar.
Etika dalam berorganisasi adalah :
1. melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan
yang berlaku;
2. menjaga informasi yang bersifat rahasia;
3. melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan oleh
pejabat yang berwenang;
4. membangun etos kerja dan meningkatkan kinerja
organisasi;
5. menjalin kerjasama secara kooperatif dengan unit
kerja lain yang terkait dalam rangka pencapaian tujuan;
6. memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas;
7. patuh dan taat terhadap standar operasional dan
tata kerja;
8. mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif
dalam rangka peningkatan kineri organisasi;
9. berorientasi pada upaya peningkatan kualitas kerja.
Etika dalam bermasyarakat meliputi :
1. mewujudkan pola hidup sederhana;
2. memberikan pelayanan dengan empati, hormat, dan santun tanpa pamrih dan
tanpa unsur pemaksaan;
3. memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil serta tidak
diskriminatif;
4. tanggap terhadap keadaan lingkunga masyarakat;
5. berorientasi kepada peningkatan kesejahtera masyarakat dalam
melaksanakan tugas.
Etika terhadap diri sendiri meliputi:
1. jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasiyang tidak benar;
2. bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan;
3. menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan;
4. berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan,
keterampilan, dan sikap;
5. memiliki daya juang yang tinggi;
6. memelihara kesehatan jasmani dan rohani;
7. menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga;
8. berpenampilan sederhana, rapih, dan sopan.
Etika terhadap sesama Pegawai Negeri Sipil:
1. saling menghormati sesama warga negara yang memeluk agama/kepercayaan
yang berlainan;
2. memelihara rasa persatuan dan kesatuan sesama Pegawai Negeri Sipil;
3. saling menghormati antara teman sejawat baik secara vertikal maupun
horisontal dalam suatu unit kerja, instansi, maupun di luar instansi;
4. menghargai perbedaan pendapat;
5. menjunjung tinggi harkat dan martabat Pegawai Negeri Sipil;
6. menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesama Pegawai Negeri
Sipil;
7. berhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia yang
menjamin terwujudnya solidaritas dan soliditas semua Pegawai Negeri Sipil dalam
memperjuangkan hak-haknya.
Dari ketiga profesi diatas, memiliki perbedaan sesuai dengan profesi dan
bidang masing-masing, tapi satu integritas yang sama dari ketiga profesi
tersebut yaitu sama-sama harus senantiasa dilandasi, dijiwai,
digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, serta oleh nilai-nilai luhur Pancasila, dan mencerminkan ketaatan pada
Konstitusi Negara.
5.
Jelaskan tentang konsep dasar etika profesi
guru dan syarat-syarat profesi guru!
Dibawah ini merupakan
beberapa pengertian dari etika:
(Keraf ,1998) Etika
berasal dari bahasa Yunani, ethos (tunggal) atau ta
etha (jamak) yang berarti watak, kebiasaan dan adat istiadat.
Pengertian ini berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri
seseorang maupun suatu masyarakat yang diwariskan dari satu generasi ke
generasi lain.
(Muslich ,1998) Etika
sebagai filsafat moral atau ilmu yang mendekatkan pada pendekatan kritis dalam
melihat dan memahami nilai dan norma moral yang timbul dalam kehidupan
masyarakat.
1. PENGERTIAN PROFESI
Profesi berasal dari
bahasa latin “Proffesio” yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan
pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi:
kegiatan “apa saja” dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah yang dilakukan
dengan suatu keah-lian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti
kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut
daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.
(Syaiful,2000) Jabatan
Guru Sebagai Suatu Profesi. Jabatan guru dapat dikatakan sebuah profesi karena
menjadi seorang guru dituntut suatu keahlian tertentu (mengajar, mengelola
kelas, merancang pengajaran) dan dari pekerjaan ini seseorang dapat memiliki
nafkah bagi kehidupan selanjutnya. Hal ini berlaku sama pada pekerjaan lain.
Namun dalam perjalanan selanjutnya, mengapa profesi guru menjadi berbeda dari
pekerjaan lain. Menurut artikel “The Limit of Teaching Proffesion,” profesi
guru termasuk ke dalam profesi khusus selain dokter, penasihat hukum, pastur.
Kekhususannya adalah bahwa hakekatnya terjadi dalam suatu bentuk pelayanan
manusia atau masyarakat. Orang yang menjalankan profesi ini hendaknya menyadari
bahwa ia hidup dari padanya, itu haknya; ia dan keluarganya harus hidup akan
tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang menjadi
motivasi utamanya, melainkan kesediaannya untuk melayani sesama.
Di lain pihak profesi
guru juga disebut sebagai profesi yang luhur. Dalam hal ini, perlu disadari
bahwa seorang guru dalam melaksanakan profesinya dituntut adanya budi luhur dan
akhlak yang tinggi. Mereka (guru) dalam keadaan darurat dianggap wajib juga
membantu tanpa imbalan yang cocok. Atau dengan kata lain hakikat profesi luhur
adalah pengabdian kemanusiaan.
2. DUA PRINSIP ETIKA PROFESI GURU
(Soetjipto,1999)
Tuntutan dasar etika profesi luhur yang pertama ialah agar profesi itu
dijalankan tanpa pamrih. Dr. B. Kieser menuliskan:
“Seluruh ilmu dan
usahanya hanya demi kebaikan pasien/klien. Menurut keyakinan orang dan menurut
aturan-aturan kelompok (profesi luhur), para profesional wajib membaktikan
keahlinan mereka semata-mata kepada kepentingan yang mereka layani, tanpa
menghitung untung ruginya sendiri. Sebaliknya, dalam semua etika profesi, cacat
jiwa pokok dari seorang profe-sional ialah bahwa ia mengutamakan kepentingannya
sendiri di atas kepentingan klien.”
Yang kedua adalah bahwa
para pelaksana profesi luhur ini harus memiliki pegangan atau pedoman yang
ditaati dan diperlukan oleh para anggota profesi, agar kepercayaan para klien
tidak disalahgunakan. Selanjutnya hal ini kita kenal sebagai kode etik.
Mengingat fungsi dari kode etik itu, maka profesi luhur menuntut seseorang
untuk menjalankan tugasnya dalam keadaan apapun tetap menjunjung tinggi
tuntutan profesinya.
Kesimpulannya adalah
jabatan guru juga merupakan sebuah profesi. Namun demikian profesi ini tidak
sama seperti profesi-profesi pada umumnya. Bahkan boleh dikatakan bahwa profesi
guru adalah profesi khusus luhur. Mereka yang memilih profesi ini wajib
menginsafi dan menyadari bahwa daya dorong dalam bekerja adalah keinginan untuk
mengabdi kepada sesama serta menjalankan dan menjunjung tinggi kode etik yang
telah diikrarkannya, bukan semata-mata segi materinya belaka.
D. TUNTUTAN
SEORANG GURU
Di atas telah dijelaskan
tentang mengapa profesi guru sebagai profesi khusus dan luhur. Berikut akan
diuraikan tentang dua tuntutan yang harus dipilih dan dilaksanakan guru dalam
upaya mendewasakan anak didik. Tuntutan itu adalah(Suharsimi,1980):
1. Mengembangkan visi
anak didik tentang apa yang baik dan mengembangkan self esteem anak didik.
2. Mengembangkan
potensi umum sehingga dapat bertingkah laku secara kritis terhadap
pilihan-pilihan. Secara konkrit anak didik mampu mengambil keputusan untuk
menentukan mana yang baik atau tidak baik.
Apabila seorang guru
dalam kehidupan pekerjaannya menjadikan pokok satu sebagai tuntutan yang
dipenuhi maka yang terjadi pada anak didik adalah suatu pengembangan konsep
manusia terhadap apa yang baik dan bersifat eks-klusif. Maksudnya adalah bahwa
konsep manusia terhadap apa yang baik hanya dikembangkan dari sudut pandang
yang sudah ada pada diri siswa sehingga tak terakomodir konsep baik secara
universal. Dalam hal ini, anak didik tidak diajarkan bahwa untuk mengerti akan
apa yang baik tidak hanya bertitik tolak pada diri siswa sendiri tetapi perlu
mengerti konsep ini dari orang lain atau lingkungan sehingga menutup
kemung-kinan akan timbulnya visi bersama (kelompok) akan hal yang baik.
Berbeda dengan tujuan
yang pertama, tujuan yang kedua lebih menekankan akan kemampuan dan peranan
lingkungan dalam menentukan apa yang baik tidak hanya berdasarkan pada diri
namun juga pada orang lain berikut akibatnya. Di lain pihak guru mempersiapkan
anak didik untuk melaksanakan kebebasannya dalam mengembangkan visi apa yang
baik secara konkrit dengan penuh rasa tanggung jawab di tengah kehidupan
bermasyarakat sehingga pada akhirnya akan terbentuklah dalam diri anak sense of
justice dan sense of good. Komitmen guru dalam mengajar guna pencapaian tujuan
mengajar yang kedua lebih lanjut diuraikan bahwa guru harus memiliki loyalitas
terhadap apa yang ditentukan oleh lembaga (sekolah). Sekolah selanjutnya akan
mengatur guru, KBM dan siswa supaya mengalami proses belajar-mengajar yang
berlangsung dengan baik dan supaya tidak terjadi penyalahgunaan jabatan. Namun
demikian, sekolah juga perlu memberikan kebebasan bagi guru untuk
mengembangkan, memvariasikan, kreativitas dalam merencanakan, membuat dan
mengevaluasi sesuatu proses yang baik (guru mempunyai otonomi). Hal ini menjadi
perlu bagi seorang yang profesional dalam pekerjaannya.
Masyarakat umum juga
dapat membantu guru dalam proses kegiatan belajar mengajar. Hal ini
dimungkinkan karena masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap `proses’ anak
didik. Ma-syarakat dapat mengajukan saran, kritik bagi lembaga (sekolah).
Lembaga (sekolah) boleh saja mempertimbangkan atau menggunakan masukan dari
masyarakat untuk mengembangkan pendidikan tetapi lembaga (sekolah) atau guru
tidak boleh bertindak sesuai dengan kehendak masyarakat karena hal ini
menyebabkan hilangnya profesionalitas guru dan otonomi lembaga (sekolah) atau
guru.
Dengan demikian,
pemahaman akan visi pekerjaan sesuai dengan etika moral profesi perlu dipahami
agar tuntutan yang diberikan kepada guru bukan dianggap sebagai beban melainkan
visi yang akan dicapai guru melalui pro-ses belajar mengajar. Guru perlu
diberikan otonomi untuk mengembangkan dan mencapai tuntutan tersebut.
3. ETIKA KEGURUAN
(Suharsimi,1993)Sebenarnya
kode etika pada suatu kerja adalah sifat-sifat atau ciri-ciri vokasional,
ilmiah dan aqidah yang harus dimiliki oleh seorang pengamal untuk sukses dalam
kerjanya. Lebih ketara lagi ciri-ciri ini jelas pada kerja keguruan. Dari segi
pandangan Islam, maka agar seorang muslim itu berhasil menjalankan tugas yang
dipikulkan kepadanya oleh Allah S.W.T pertama sekali dalam masyarakat Islam dan
seterusnya di dalam masyarakat antarabangsa maka haruslah guru itu memiliki
sifat-sifat yang berikut:
1. Bahwa tujuan, tingkah laku dan pemikirannya mendapat bimbingan Tuhan
(Rabbani), seperti disebutkan oleh surah Al-imran, ayat 79, “Tetapi jadilah
kamu Rabbani (mendapat bimbingan Tuhan)”.
2. Bahwa ia mempunyai
persiapan ilmiah, vokasional dan budaya menerusi ilmu-ilmu pengkhususannya
seperti geografi, ilmu-ilmu keIslaman dan kebudayaan dunia dalam bidang
pengkhususannya.
3. Bahwa ia ikhlas dalam kerja-kerja kependidikan dan risalah Islamnya
dengan tujuan mencari keredhaan Allah S.W.T dan mencari kebenaran serta
melaksanakannya.
4. Memiliki kebolehan untuk mendekatkan maklumat-maklumat kepada pemikiran
murid-murid dan ia bersabar untuk menghadapi masalah yang timbul.
5. Bahwa ia benar dalam hal yang didakwahkannya dan tanda kebenaran itu
ialah tingkah lakunya sendiri, supaya dapat mempengaruhi jiwa murid-muridnya
dan anggota-anggota masyarakat lainnya. Seperti makna sebuah hadith Nabi S.A.W,
“Iman itu bukanlah berharap dan berhias tetapi meyakinkan dengan hati dan
membuktikan dengan amal”.
6. Bahwa ia fleksibel dalam mempelbagaikan kaedah-kaedah pengajaran dengan
menggunakan kaedah yang sesuai bagi suasana tertentu. Ini memerlukan bahawa
guru dipersiapkan dari segi professional dan psikologikal yang baik.
7. Bahwa ia memiliki sahsiah yang kuat dan sanggup membimbing murid-murid
ke arah yang dikehendaki.
8. Bahwa ia sedar akan pengaruh-pengaruh dan trend-trend global yang dapat
mempengaruhi generasi dan segi aqidah dan pemikiran mereka.
9. Bahawa ia bersifat adil terhadap murid-muridnya, tidak pilih kasih, ia
mengutamakan yang benar.
Seperti makna firman Allah S.W.T dalam surah al Maidah ayat ke 8,
“Janganlah kamu terpengaruh oleh keadaan suatu kaum sehinga kamu tidak
adil. Berbuat adillah, sebab itulah yang lebih dekat kepada taqwa. Bertaqwalah
kepada Allah, sebab Allah Maha Mengetahui apa yang kamu buat”.
Inilah sifat-sifat terpenting yang patut dipunyai oleh seorang guru Muslim
di atas mana proses penyediaan guru-guru itu harus dibina.
Buku-buku pendidikan telah juga memberikan ciri-ciri umum seorang guru,
ciri-ciri itu tidak terkeluar dan sifat-sifat dan aspek-aspek
berikut(Soetjipto,1999):
1. Tahap pencapaian ilmiah
2. Pengetahuan umum dan keluasan bacaan
3. Kecerdasan dan kecepatan berfikir
4. Keseimbangan jiwa dan kestabilan emosi
5. Optimisme dan entusiasme dalam pekerjaan
6. Kekuatan sahsiah
7. Memelihara penampilan(mazhar)
8. Positif dan semangat optimisme
9. Yakin bahawa ia mempunyai risalah(message)
Dari uraian di atas jelaslah bahawa seorang guru Muslim memiliki peranan
bukan sahaja di dalam sekolah, tetapi juga diluarnya. Oleh yang demikian
menyiapkannya juga harus untuk sekolah dan untuk luar sekolah. Maka haruslah
penyiapan ini juga dipikul bersama oleh institusi-institusi penyiapan guru
seperti fakulti-fakulti pendidikan dan maktab-maktab perguruan bersama-sama
dengan masyarakat Islam sendiri, sehingga guru-guru yang dihasilkannya adalah
guru yang soleh, membawa perbaikan (muslih), memberi dan mendapat petunjuk
untuk menyiarkan risalah pendidikan Islam. Petunjuk (hidayah) Islam di dalam
dan di luar adalah sebab tujuan pendidikan dalam Islam untuk membentuk
generasi-generasi umat Islam yang memahami dan menyedari risalahnya dalam
kehidupan dan melaksanakan risalah ini dengan sungguh-sungguh dan amanah dan
juga menyedari bahawa mereka mempunyai kewajipan kepada Allah S.W.T dan mereka
harus melaksanakan tugas itu dengan sungguh-sungguh dan ikhlas. Begitu juga
mereka sedar bahawa mereka mempunyai tanggung jawab, maka mereka menghadapinya
dengan sabar, hati-hati dan penuh prihatin. Begitu juga mereka sedar bahawa
mereka mempunyai tanggungjawab terhadap masyarakatnya, maka mereka
melaksanakannya dengan penuh tanggungjawab, amanah, professionalisme dan
kecekalan. Dengan demikian umat Islam akan mencapai cita-citanya dalam
kehidupan dengan penuh kemuliaan, kekuatan, ketenteraman dan kebanggaan. Sebab
Allah S.W.T telah mewajibkan kepada diriNya sendiri dalam surah al-Nahl ayat ke
97,
“la tidak akan mensia-siakan pahala orang-orang yang berbuat baik”
Setelah berpanjang lebar tentang kode etika keguruan dalam pandangan
pendidikan Islam, marilah kita tutup bagian ini dengan suatu misal atau model
yang menjamin bahwa bila dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan penuh
ketekunan maka masyarakat akan hidup bahagia dan individu-individu dan
kumpulan-kumpulan akan hidup dengan tenteram. Model ini tergambar dalam firman Allah
S.W.T yang bermaksud,
“Katakanlah (wahai
Muhammad) marilah aku bacakan apa yang dihararamkan kepadamu oleh Tuhanmu.
Hendaklah berbuat baik kepada kedua ibu bapa. Janganlah kamu membunuh
anak-anakmu kerana takut kemiskinan, sebab Kamilah yang memberi mereka dan kamu
rezeki. Jangan kamu mendekati perkara-perkara buruk yang terang-terangan dan
yang tersembunyi. Jangan kamu membunuh diri yang dihararamkan kamu membunuhnya
kecuali dengan kebenaran, itulah wasiat Allah kepadamu, mudah-mudahan kamu
berakal. Jangan kamu mendekati harta anak yatim kecuali untuk yang lebih baik
sehinggalah ia dewasa. Sempumakanlah ukuran dan timbangan dengan adil. Allah
tidak memberi beban seseorang kecuali yang disanggupinya. Jika kamu berkata,
maka berbuat adillah walaupun kepada sanak saudara. Sempurnakanlah janjimu
kepada Allah. Itulah pesanNya bagimu, mudah-mudahan kamu ingat. Sungguh inilah
jalanKu yang lurus, maka ikutilah olehmu, jangan kamu ikut jalan-jalan lain
nescaya kamu bercerai-berai dari jalanNya. Itulah pesanNya bagimu,
mudah-mudahan kamu bertaqwa ”
Ayat-ayat ini mengandungi sepuluh perakuan (wasaya) penting dalam kehidupan
individu dan kumpulan-kumpulan Islam dan kemanusiaan. Ia merupakan perlembagaan
Ilahi dalam pendidikan dan bimbingan akhlak dan sosial yang intinya adalah
sebagai berikut(Suharsimi,1993);
1. Jangan mensyarikatkan Allah S.W.T.
2. Berbuat baik kepada ibu bapa.
3. Jangan membunuh anak kerana takut miskin.
4. Jangan mendekati perkara-perkara buruk.
5. Jangan membunuh manusia.
6. Jangan mendekati harta anak-anak yatim.
7. Sempurnakanlah timbangan dan ukuran dengan adil.
8. Tidak boleh dibebani seseorang lebih dari kemampuannya.
9. Berbuat adillah dalam berkata-kata walaupun pada kaum kerabat.
10. Sempumakanlah janjimu dengan Allah S.W.T.
Selepas uraian tentang kode etika dalam keguruan, marilah kita bahas
tentang penghayatan dan pengamalan nilai. Masalah penghayatan (internalization)
sesuatu perkara berlaku bukan hanya pada pendidikan agama saja tetapi pada
aspek pendidikan, pendidikan pra-sekolah, pendidikan sekolah, pengajian tinggi,
pendidikan latihan perguruan dan lain-lain. Sebab adalah terlalu dangkal kalau
pendidikan itu hanya ditujukan untuk memperoleh ilmu (knowledge) dan
ketrampilan (skill) saja tetapi yang lebih penting dari itu semua adalah
penanaman sikap (attitude) yang positif pada diri pendidik terhadap hal yang
menjadi tumpuan pendidikan. Pendidikan ilmu (knowledge) terutama yang berkenaan
dengan fakta-fakta dan ketrampilan tidaklah terlalu rumit sebab tidak terlalu
banyak melibatkan nilai-nilai. Tetapi sebaliknya pendidikan sikap di mana
terlibat nilai-nilai yang biasanya berasal dari cara-cara pemasyarakatan yang
diperoleh oleh kanak-kanak semasa kecil, apa lagi kalau objek pendidikan itu
memang adalah nilai-nilai yang tidak dapat dinilai dengan betul atau salah
tetapi dengan baik atau buruk, percaya atau tidak percaya, suka atau tidak suka
dan lain-lain lagi. Dalam keadaan terakhir ini pendidikan tidak semudah dengan
pendidikan fakta atau ketrampilan.
Pendidikan nilai-nilai, yang selanjutnya kalau diulang-ulang sebab
diteguhkan akan berubah menjadi penghayatan nilai-nilai, mempunyai
syarat-syarat yang berlainan dengan pendidikan fakta-fakta ketrampilan.
1. Pertama sekali nilai itu mestilah mempunyai model. Yang berarti tempat
di mana nilai itu melekat supaya dapat disaksikan bagaimana nilai-nilai itu
beroperasi. Ambillah suatu nilai seperti kejujuran. Nilai ini bersifat
mujarrad(abstract), jadi tidak dapat diraba dengan pancaindera. Tidak dapat
dilihat dengan mata, rupanya bagaimana. Tidak dapat dicium baunya, harum atau
busuk dan sebagainya. Pendeknya, supaya nilai yang bernama kejujuran itu dapat
disaksikan beroperasi maka ia harus melekat pada suatu model, seorang guru,
seorang bapa, seorang kawan dan lain-lain. Kalau model tadi dapat mencerminkan
nilai-nilai yang disebut, kejujuran itu pada dirinya, maka kejujuran itu boleh
menjadi perangsang. Itu syarat pertama. Syarat yang kedua kalau kejujuran itu
dapat menimbulkan peneguhan pada diri murid-murid maka ia akan dipelajari,
ertinya diulang-ulang dan kemudian berubah menjadi penghayatan. Syarat kedua
agak rumit sedikit, sebab selain daripada nilai kejujuran itu sendiri, juga
model tempat kejujuran itu melekat diperlukan berfungsi bersama untuk
menimbulkan peneguhan itu. Dengan kata-kata yang lebih sederhana, seorang guru
atau ibu yang mengajarkan kejujuran kepada murid atau anaknya, haruslah ia
sendiri lebih dahulu bersifat jujur, kalau tidak maka terjadi pertikaian antara
perkataan dan perbuatan. Dalam keadaan terakhir ini, guru sebagai
perangsang(stumulus) telah gagal sebagai model, sebab ia tidak akan memancing
tingkahlaku kejujuran dan murid-muridnya.
2. Oleh sebab model tempat melekatnya nilai-nilai yang ingin diajarkan
kepada murid-murid adalah manusia biasa, dengan pengertian dia mempunyai
kekurangan-kekurangan, maka nilai-nilai yang akan diajarkan itu boleh menurun
nilainya disebabkan oleh kekurangan-kekurangan yang ada pada model itu, malah
ada kemungkinan anak didik mempelajari nilai sebaliknya. Jadi daripada jujur
dia menjadi tidak jujur, jika pada model itu timbul sifat-sifat atau tingkah
laku yang tidak meneguhkan kejujuran itu. Sebagai misal, ada murid-murid yang
benci kepada matematik sebab ia tidak suka kepada guru yang mengajarkan
matematik, kalau sikap ini dikembangkan, murid-murid boleh benci kepada semua
yang berkaitan dengan matematik, seperti pelajaran sains misalnya. Oleh sebab
itu dikehendaki dari guru-guru, terutama pada tingkat-tingkat sekolah dasar
agar mereka melambangkan ciri kesempumaan dari segi jasmaniah dan rohaniah.
Dengan kata lain syarat penghayatan nilai-nilai sangat bergantung pada peribadi
model yang membawa nilai-nilai itu.
3. Semua guru, terlepas daripada mata pelajaran yang diajarkannya, adalah
pengajar nilai-nilai tertentu. Sebab guru-guru sama ada sedar atau tidak,
mempengaruhi murid-muridnya melalui kaedah-kaedah dan strategi-strategi
pengajaran yang digunakan yang sebahagian besarnya termasuk dalam kawasan
“kurikulum informal”. Sebagaimana setiap guru, apapun yang diajarkannya, adalah
seorang guru bahasa maka setiap guru juga adalah seorang pengajar nilai-nilai.
Bila seorang guru memuji seorang murid, maka ia meneguhkan sesuatu tingkahlaku.
Bila guru menghukum seorang murid, maka ia menghukum tingkahlaku tertentu.
Malah bila guru tidak mengacuhkan seorang murid, maka murid tersebut mungkin
merasa bahawa guru tidak menyukai perbuatannya. Ini semua adalah nilai-nilai.
Begitu juga dengan pendidikan agama, sebahagian, kalau tidak sebahagian besar,
nilai-nilai agama itu sendiri tidak diajarkan oleh guru-guru agama di sekolah,
tetapi oleh guru-guru matematik, geografi, sejarah dan lain-lain. Kalau mereka
mencerminkan nilai-nilai Islam dalam cara berpakaian, bersopan-santun,
beribadat atau dengan kata lain kalau amal mereka mencerminkan nilai-nilai Islam.
Malah sebaliknya, mungkin ada setengah-setengah guru-guru agama sendiri tidak
menjadi perangsang nilai-nilai Islam itu, kalau tidak menjadi perangsang
negatif yang boleh menimbulkan sifat anti-agama pada diri murid-murid, iaitu
jika perangai mereka sehari-hari bertentangan dengan nilai-nilai Islam,
walaupun mereka sendiri mengajarkan agama. Jadi jangankan menghayati agama,
sebaliknya murid-murid semakin menjauhi kalau tidak membenci segala yang berbau
agama.
Inilah sebahagian syarat-syarat yang perlu wujud untuk penghayatan
nilai-nilai. Oleh sebab pendidikan agama merupakan pendidikan ke arah
nilai-nilai agama, maka orientasi pendidikan agama haruslah ditinjau kembali
sesuai dengan tujuan tersebut. Pendidikan agama sekadar untuk lulus ujian mata
pelajaran agama sudah lewat masanya. Orientasi sekarang adalah ke arah
kemasyarakatan yang bermotivasi dan berdisiplin. Ini tidaklah mengesampingkan
bahawa dalam pelajaran agama itu sendiri ada perkara-perkara yang bersifat
fakta-fakta dan ketrampilan-ketrampilan. Maka pada yang terakhir ini juga
berlaku kaedah pengajaran fakta-fakta dan ketrampilan. Tetapi memperlakukan
semua pendidikan agama sebagai pengajaran fakta-fakta dan
ketrampilan-ketrampilan saja adalah suatu kesalahan besar yang perlu diperbaiki
dengan segera. Sebab kalau tidak maka suatu masa nanti akan timbul dalam
masyarakat Islam sendiri ahli-ahli agama yang tidak menghayati ajaran agama
atau orang-orang orientalis yang berdiam di negeri-negeri Timur.
Pengamalan nilai-nilai adalah kelanjutan daripada penghayatan nilai.
Nilai-nilai yang sungguh-sungguh dihayati akan tercermin dalam amalan
sehari-sehari. Sebab penghayatan itu pun berperingkat-peringkat, mulai dari
peringkat yang paling rendah sampai kepada peringkat tinggi, seperti tergambar di
bawah ini :
Kelima : Peringkat Perwatakan
Keempat : Peringkat Organisasi
Ketiga : Peringkat Penilaian
Kedua : Peringkat Gerak balas
Pertama : Peringkat Penerimaan
Bila nilai-nilai itu dihayati sampai ke peringkat perwatakan maka ia sebati
dengan sahsiah dan sukar untuk diubah dan sentiasa terpancar dalam amalan
sehari-hari.Kesimpulan. Oleh sebab kode etika itu adalah nilai-nilai maka ia
perlu dihayati dan diamalkan, bukan sekadar diketahui dan dihafalkan. Di situ
juga telah dinyatakan perakuan yang sepuluh (al-Wisaya al-’Asyarah) tentang
segala kerjanya seorang muslim yang tercantum dalam al-Quran (al-An’am:
151-153).
SUMBER COPY PASTE FROM :