Jumat, 22 Mei 2015

Etika dan Profesi Pendidikan II



1)    a.  Macam-macam perilaku etika profesi keguruan
Guru sebaiknya memberi contoh yang baik bagi muridnya. Keteladanan seorang guru adalah perwujudan realisasi kegiatan belajar mengajar dan menanamkan sikap kepercayaan kepada murid. Guru yang berpenampilan baik dan sopan akan mempengaruhi sikap murid demikian juga sebaliknya. Selain itu di dalam memberikan contoh kepada murid, guru harus bisa mencontohkan bagaimana bersifat objektif dan terbuka pada kritikan serta menghargai pendapat orang lain. Guru harus bisa mempengaruhi dan mengendalikan muridnya. Perilaku dan pribadi guru akan menjadi bagian yang ampuh untuk mengubah perilaku murid. Guru hendaknya menghargai potensi yang ada di dalam keberagaman murid. Seorang guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan ilmu pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, namun juga harus memperhatikan perkembangan pribadi anak didiknya baik perkembangan jasmani atau rohani. Etika guru yang berikutnya adalah profesional terhadap pekerjaan. Sebagai seorang guru adalah pekerjaan yang mulia. Guru harus melayani masyarakat di bidang pendidikan secara profesional. Supaya bisa memberikan layanan yang memuaskan pada masyarakat maka guru harus bisa menyesuaikan kemampuan serta pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat. Yang berikutnya adalah profesional terhadap tempat kerja. Suasana yang baik ditempat kerja bisa meningkatkan produktivitas. Kinerja guru yang tidak optimal bisa disebabkan oleh lingkungan kerja yang tidak memberi jaminan pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara optimal. Pendekatan pembelajaran kontekstual bisa menjadi pemikiran bagi guru supaya lebih kreatif. Strategi belajar yang membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan situasi akan mendorong murid mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sikap profesional guru pada tempat kerja adalah dengan cara menciptakan hubungan yang harmonis di lingkungan tempat kerja dan lingkungan. Etika guru sangat dibutuhkan dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Moral dan Etika merupakan bentuk kontributif dari sikap yang ditunjukan oleh guru kepada anak didiknya. Jika Moral dan Etika buruk, maka buruk juga sikap guru dimata anak didiknya, dan terkadang anak didik menjadikan panutan didalam kehidupan sehari-hari mereka. Untuk mencapai moral dan etika yang baik kepada siswa, sudah selayaknya sebagai calon guru yang profesional, mampu mengkonstruksi kembali perencanaan pendidikan yang akan dilakukan kepada anak didik. Untuk mendapatkan apresiasi yang baik dari anak didik, maka terlebih dahulu guru membenahi moral dan etika mereka dihadapan anak didik dan bukan menjadikan moral sebagai topeng. Karena jika moral dan etika hanya dijadikan sebagai topeng, maka suatu saat moral buruk akan kembali dan merusak tatanan sebelumnya sehingga menjadikan topeng baik menjadi topeng buruk. Sudah selayaknya moral dan etika guru sebagai wajah yang selalu tertanam didalam diri manusia. Etika bagi guru di Indonesia diatur dalam Kode Etik Guru.
1.      Sikap Dan Perilaku Terkait Dengan Murid
·         Mampu Menjadi Tauladan
Seorang guru adalah sumber keteladanan, sebuah pribadi yang penuh dengan contoh dan teladan bagi murid-muridnya. Guru merupakan sumber kebenaran, ilmu dan kebajikan di lingkup sekolah. Tetapi sebaiknya bukan hanya di sekolah tetapi juga di masyarakat yang juga membutuhkan keteladanannya.
·         Senantiasa Bersikap Bijak Terhadap Murid
Seorang guru dituntut untuk bersikap bijak. Ciri-cirinya adalah mampu mengendalikan dirinya dengan baik. Segala tingkah lakunya mencerminkan sosok yang arif dan bijaksana sehingga dapat dipercaya oleh murid.
·         Tidak Suka Marah
Guru yang marah kepada muridnya itu hal yang biasa apalagi bila muridnya yang mempunyai salah, marah adalah sifat manusiawi. Namun yang tidak boleh adalah kebiasaan untuk suka dan selalu marah yang harus dihindari.
·         Mampu Memotivasi Murid Untuk Belajar
Guru yang baik adalah guru yang mampu untuk memotivasi murid-muridnya menjadi anak yang berjiwa positif. Memberi motivasi merupakan kewajiban tak tertulis seorang guru.
·         Mampu Merangsang Murid Untuk Berkreasi
Kreatifitas menentukan sekali dalam mendidik seorang anak untuk mampu tampil secara mandiri. Semakin insentif seorang anak mengembangkan kreatifitasnya semakin independen hidupnya. Anak yang kreatif akan menjadi pribadi yang tidak bergantung pada orang lain. Di sekolah maka tugas dari seorang guru untuk mewujudkannya.
·         Tidak Pilih Kasih
Guru yang bijaksana pasti akan memperlakukan murid-muridnya dengan sama. Tidak ada murid kesayangan dan yang terbuang semua murid harus mendapatkan perhatian yang sama dari seorang guru.
·         Memberi Perintah Secara Menyenangkan
Berikan perintah kepada murid dengan tetap menghormati dan menghargai hak-haknya sebagai manusia. Perlakukan mereka sebagai manusia lainnya, berikan perintah dengan kasih sayang dan lemah lembut.
·         Memberi Teguran Secara Bijak
Guru harus menegur dengan bijak pada muridnya dengan cara; bisa diterima dengan hati yang lapang, membuat murid menyadari kesalahannya, membuat murid berjanji tidak lagi mengulanginya, tidak menyinggung perasaannya dan tidak melukai harga dirinya.
·         Mampu Mengerti Kesulitan Murid
Menghadapi sekumpulan anak yang berasal dari latar belakang yang berbeda, baik kecerdasannya maupun ekonomi keluarganya, maka dari itu guru harus dituntut adil, peduli, dan punya raa empati pada muridnya. Yang paling mencolok adalah keberagaman daya tangkap masing-masing siswa maka dari itu diperlukan kesabaran menghadapinya.
·         Bersikap Demokratis
Demokrasi bukan hanya dilingkup kenegaraan saja, di sekolahpun wacana demokrasi  semakin mendapat tempat, seiring dengan perkembangan jaman wajah sekolah kita lebih bernuansa demokratis. Hal ini terlihat dari muridnya yang lebih kritis terhadap gurunya. Dan guru yang tidak mau diprotes muridnya menandakan yang bersangkutan berjiwa kerdil. Irmin-Rochim, (2006: 65)
            Dari beberapa sikap dan perilaku guru terkait dengan murid di atas ada beberapa poin yang sama dengan kami dapatkan pada proses pembelajaran yaitu: Senantiasa bersikap bijak terhadap murid dengan cara melaksanakan pembelajaran tidak hanya tertuju pada satu tempat melainkan mampu untuk menjangkau semua murid di dalam kelas, tidak suka marah ; guru harus mampu menguasai materi sehingga dalam proses pembelajaran siswa dapat mengerti sehingga tidak mencari-cari kesalahan murid, memotivasi dan merangsang murid untuk berkreasi; guru harus bisa memotivasi siswa untuk berkreasi khususnya dalam hal menulis karya tulis ilmiah, memberi perintah secara menyenangkan; guru harus melihat siswa sebagai orang yang di didik sehingga juga memperhatikan hak-haknya, memberi teguran secara bijak; pada saat pembelajaran jika ada murid yang gaduh maka memberi teguran melalui temannya atau diam sejenak agar murid menyadari kesalahannya, mengerti kesulitan murid; jika ada murid yang mengalami kesulitan maka guru sebaiknya mendekatinya dan menanyakan kesulitannya agar siswa lain tidak terganggu.
2.      Sikap Dan Perilaku Terkait Dengan Atasan
·         Menghargai Siapapun Atasannya
Seorang guru harus berbudi luhur dan menghargai siapapun atasannya, dan tidak memandang siapapun atasannya karena ia bekerja berdasarkan pedoman yang ada, bukan karena atasannya. Ia akan berupaya menjaga hubungan yang baik dengan setiap atasannya. Guru yang bijaksana pasti bisa membedakan mana hubungan profesi dan mana hubungan yang pribadi dan tidak mencampur adukkan hubungan tersebut.
·         Suka Memberikan Ide dan Masukan
Seorang guru yang baik semestinya mampu menjalin kerjasama dengan atasannya dan bahu membahu mensukseskan dunia pendidikan demi meningkatkan kualitas SDM anak didiknya.
·         Siap Mendukung Program Atasan
Guru yang baik adalah guru yang menunjukkan dukungan kepada atasannya. Dengan catatan dukungan itu dilakukan secara positif dan dalam nuansa yang positif pula. Mendukung tidak selalu menuruti perintah, dalam kondisi tertentu bisa bermakna mengingatkan. Masih dianggap mendukung apabila kita mau mengingatkan atasan yang keliru, bukan malah membiarkan karena merasa ia atasan kita.
·         Mampu Menyimpan Rahasia Atasan
Setiap orang tidak ingin tidak mau kekurangannya diketahui orang lain, walaupun keluarganya sendiri begitupun dengan atasan. Kelebihan dan kekurangan harus disikapi secara arif, kalau kita melihat kelebihan orang lain kita boleh menyebarluaskanya, tetapi terhadap kekurangan dan kesalahan orang lain kita tidak punya hak sama sekali untuk menyebarluaskannya.
·         Mampu Belajar Dari Kelebihan Atasan
Setiap guru pasti ingin kariernya cepat meningkat, untuk itu anda harus memiliki banyak kelebihan dan juga koneksi dengan pihak-pihak terkait. Namun hendaknya target tersebut tidak membuat anda lupa diri dengan menghalalkan segala cara tetapi secara etis dan penuh harga diri untuk mewujudkannya.
3.      Sikap Dan Perilaku Terkait Dengan Teman Sejawat
·         Memahami Arti Pentingnya Kerjasama
Kerjasama artinya bersama-sama bekerja untuk mencapai cita-cita yang sama. Kerjasama merupakan faktor penting dalam dunia kerja, termasuk di dalam dunia profesi guru. Sikap tersebut harus dimiliki oleh setiap orang guru, karena pendidikan merupakan tugas berat yang tidak mungkin diemban secara personal. Dunia pendidikan adalah dunia kolektif, setiap orang khususnya guru punya tanggung jawab mensukseskan pendidikan.
·         Memiliki Rasa Toleransi
Setiap orang dilahirkan dalam kondisi yang berbeda-beda, baik latar belakang sosialnya, ekonomi, agama dan sebagainya. Tidak ada manusia yang sama persis di dunia ini hendaknya hal itu diterima apa adanya, perbedaan merupakan rahmat  yang membuat hidup lebih berwarna. Maka dari itu kerjasama akan berjalan baik manakala masing-masing pihak saling bersikap toleran satu sama lain.
·         Tidak Mudah Iri Hati
Sikap mudah iri hati merupakan salah satu penyakit hati, tidak ada kebaikan padanya kecuali keburukan semata. Seyognya seorang guru membuang jauh-jauh sikap tak terpuji tersebut, dari pada mengembangkan iri hati lebih baik mengembangkan rasa syukur dalam hidupnya.
·         Suka Berdiskusi Dan Musyawarah
Sebagai seorang guru seharusnya selalu belajar dan belajar. Belajar banyak caranya, selain gemar membaca buku juga dengan cara senang berdiskusi dan bermusyawarah dengan teman sejawat, dan manfaat yang akan diperoleh juga memperkaya wawasan pengalaman dan keilmuan dan juga sarana mempertajam keilmuan.
·         Mampu Melihat Kelebihan Teman
Yang tak kalah pentingnya dalam menjalin komunikasi dengan teman sejawat adalah berpikir positif. Berikan yang terbaik kepada sejawat anda sendiri, bersikaplah adil dan obyektif. Irmin-Rochim, (2006: 113)
4.      Sikap Dan Perilaku Terkait Dengan Diri Sendiri
·         Berusaha Untuk Selalu Bersyukur
Bersyukur merupakan kewajiban seorang hamba, profesi guru memang bukan profesi yang sangat menjanjikan. Bahkan mungkin kalah pamor dengan profesi lain walaupun sama-sama PNS, tapi apapun yang terjadi tidak ada alasan untuk tidak bersyukur.
·         Berusaha Untuk Mengelola Rasa Kecewa
Rasa kecewa itu erat kaitannya dengan kebiasaan manusia untuk berfikir negatif, memandang sesuatu dari sisi buruknya saja. Padahal setiap masalah pasti ada hikmahnya. Di sekolah hal lumrah menghadapi murid yang bandel dan sangat bodoh tapi jangan lantas membuat kita langsung kecewa tapi carilah hikmahnya yaitu membuat kita menjadikan itu sebuah tantangan.
·         Berusaha Menyikapi Perubahan Secara Positif
Tidak ada yang abadi di dunia ini, semuanya akan berubah. Setiap manusia yang cerdas akalnya pasti akan berupaya menyesuaikan dirinya dengan perubahan ambil yang baik dan buang yang buruk.
·         Mengatur Rejeki Yang Diterima Secara Baik
Jalan satu-satunya untuk selalu merasa puas adalah mengelola rezeki yang kita terima dengan sebaik-baiknya, dengan cara memilih skala prioritas mana yang penting dan mendesak. Hal inilah yang harus diimplementasikan oleh guru.
·         Menghindari Hutang Atau Kredit
Untuk menghindari itu ada baiknya hidup hemat, hidup dengan apa yang kita miliki jika itu terasa sudah cukup. Tidak perlu memaksa diri memiliki sesuatu yang tidak mampu kita beli.
·         Berusaha Untuk Tidak Egois
Ego harus kita terima sebagai sesuatu yang dikaruniakan tuhan kepada hamba-Nya. Dengan sifatnya yang egoistis manusia bisa mempertahankan diri dari kesulitan hidup yang menimpanya. Kendati demikian kita tidak boleh sewenang-wenang kepada orang lain dengan alasan ego pribadi, kita harus pandai-pandai menempatkan ego pribadi ditangah-tengah ego bersama.
5.      Sikap Dan Perilaku Terkait Dengan Lingkungan Masyarakat
·         Menjadi Teladan Dalam Masyarakat
Hendaknya kita menyadari bahwa tugas dan kewajiban kita untuk mendidik bangsa (anak didik) tidak sebatas di lingkungan sekolah saja, secara moral tugas dan kewajiban kita bawa selamanya kemanapun kita pergi. Kalau di depan anak didik kita bisa menampilkan sikap dan perilaku yang patut diteladani, begitupun ditengah-tengah masyarakat. Keteladanan ini merupakan kunci membuka diri kita agar bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.
·         Memiliki Sikap Andap Asor
Sebagai seorang guru kita harus membawa diri dengan baik di tengah-tengah masyarakat. Sikap dan perilaku kita jaga betul, sehingga tak tercela sedikitpun. Sifat-sifat negatif itu sebaiknya kita tanggalkan seiring dengan semakin lamanya kita mengabdikan diri baik di sekolah maupun dimasyarakat.
·         Mau Bergaul Dengan Masyarakat Sekitar
Seorang guru yang baik semestinya pandai bergaul, ia tidak boleh menutup diri seolah-olah tidak membutuhkan masyarakat sekitarnya, boleh-boleh saja ia menjaga privasinya namun hendaknya tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
·         Tidak Suka Pamer
Sifat pamer sebenarnya menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki rasa prcaya diri. Disamping itu sikap pamer menunjukkan yang bersangkutan ingin diakui lebih hebat dari yang lain. Orang yang suka pamer membuktikan bahwa dirinya kurang pandai menempatkan dirinya ditengah-tengah masyarakat.
·         Peduli Terhadap Acara di Lingkungan
Guru yang memahami makna atas profesinya pasti akan meleburkan dirinya ketengah-tengah masyarakat.
·         Tidak Pelit Demi Kepentingan Umum
Banyak orang yang tidak memahami bahwa sikap pelit akan merugikan dirinya sendiri bukan malah menguntungkan karena ia pasti akan dibenci dan dimusuhi orang. Tetapi yang perlu kita ketahui hemat bukan berarti pelit. Irmin-Rochim, (2006: 151)
6.      Hubungan/ perilaku profesi Guru terhadap Pemerintah :
·         Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan Perundang-Undang lainnya.
·         Guru membantu Program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan berbudaya.
·         Guru berusaha menciptakan, memeliharadan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila dan UUD1945.
·         Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
·         Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara.

b. Moral yang berlaku di profesi keguruan
Pendidikan moral adalah pendidikan untuk menjadikan anak manusia bermoral atau bermanusiawi. Artinya pendidikan moral adalah pendidikan yang bukan mengajarkan tentang akademik, namun non akademik khususnya tentang sikap dan bagaimana perilaku sehari-hari yang baik.
Para guru pada dasarnya adalah pengalih berbagai nilai, kearifan, pengetahuan, dan keterampilan dari generasi terdahulu kepada generasi kemudian. Mereka adalah pelaku tugas pokok manusia dalam hidup ini (the ultimate human task in life). Oleh karena itu, agar pendidikan mencapai tujuannya yaitu membentuk manusia yang manusiawi sehingga mampu menghadapi era perkembangan dan perubahan global, diperlukan pendidik yang mentalnya kuat, moralnya tangguh, dan profesionalismenya tinggi.
Terdapat tiga faktor penting dalam pendidikan moral di Indonesia yang perlu diperhatikan yaitu :
1.  Peserta didik yang sejatinya memiliki tingkat kesadaran dan dan perbedaan perkembangan kesadaran moral yang tidak merata maka perlu dilakukan identifikasi yang berujung pada sebuah pengertian mengenai kondisi perkembangan moral dari peserta didik itu sendiri.
2.  Nilai-nilai (moral) Pancasila, berdasarkan tahapan kesadaran dan perkembangan moral manusia maka perlu di ketahui pula tingkat tahapan kemampuan peserta didik.  Hal ini penting mengingat dengan tahapan dan tingkatan yang berbeda itu pula maka semua nilai-nilai moral yang terkandung dalam penididkan moral tersebut memiliki batasan-batasan tertentu untuk dapat terpatri pada kesadaran moral peserta didik.  Dengan kata lain, kalaulah pancasila memiliki 36 butir nilai moral, maka harus difahami pula proses pemahaman peserta didik berdasar pada tingkat kesadaran dan tingkat kekuatan nilai kesadaran itu sendiri.
3.  Guru Sebagai fasilitator,  apabila kita kembali mengingat teori perkembangan moral manusia dari Kohlberg dengan 4 dalilnya maka guru seyogyanya adalah fasilitator yang memberikan kemungkinan bagi siswa untuk memahami dan menghayati nilai-nilai pendidikan moral itu.
Dengan memperhatikan tiga hal diatas maka proses perkembangan moral manusia yang berjalan dalam jalur pendidikan tentu akan berjalan sesuai dengan tahapan perkembangan moral pada tiap diri manusia.

2)      a. Yang sering terjadi kesalahan pada seorang guru
Dalam praktek pendidikan sehari-hari, masih banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan dalam menunaikan tugas dan fungsinya. Kesalahan-kesalahan tersebut sering kali tidak sadari oleh para guru, bahkan masih banyak diantaraya yang menganggap hal biasa. Padahal sekecil apapun kesalahan yang dilakukan guru, khususnya dalam pembelajaran akan berdampak negative terhadap perkembangan peserta didik. Sebagai manusia biasa, tentu saja guru tidak akan terlepas dari kesalahan baik dalam melaksanakan tugas pokok mengajar. Namun bukan berarti kesalahan guru harus dibiarkan dan tidak diacarikan cara pemecahannya.
Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkam melalui pendidikan formal bahkan dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi. Kendatipun dalam pelakansaannya masih jauh dari harapan, dan banyak penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang yang menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi. Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan, bersamaan dengan faktor lain yang mempengaruhi. Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam pembelajaran ada tujuh kesalahan. Kesalahan-kesalahan itu antara lain:
1. mengambil jalan pintas dalam pembelajaran,
2. menunggu peserta didik berperilaku negatif,
3. menggunakan destruktif discipline,
4. mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik,
5. merasa diri paling pandai di kelasnya,
6. tidak adil (diskriminatif), serta
7. memaksakan hak peserta didik (Mulyasa, 2005:20).
Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan Guru, yakni:
1. kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik,
2. kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik,
3. kompetensi profesional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam,
4. kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Wawasan 14 Mei 2005, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar beberapa sikap dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat hindari, diantaranya: Pertama, menyiapkan tenaga pendidik yang benar-benar profesional yang dapat menghormati siswa secara utuh. Kedua, guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan budi pekerti. Dari guru siswa mendapatkan action exercise dari pembelajaran yang diberikan. Guru sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam bersikap dan berperilaku. Ketiga, Budi pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Kempat, adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa, guru (sekolah), dan orang tua.
Terkait dengan hal di atas, Hasil temuan dari universitas Harvard bahwa 85 % dari sebab-sebab kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain adalah karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15 % disebabkan oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki (Ronnie, 2005:62).
Guru harus mampu memahami kondisi-kondisi yang memungkinkan dirinya berbuat salah, dan yang paling penting adalah mengendalikan diri serta menghindari dari kesalahan-kesalahan. Menurut E. Mulyasa (2011:19) dari berbagai hasil kajian menunjukan bahwa sedikitnya terdapat tujuh kesalahan yang sering dilakukan guru dalam permbelajaran, yaitu ;
1.      Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran
     Berbagai kasus menunjukkan bahwa di antara para guru banyak yang merasa dirinya sudah dapat mengajar dengan baik, meskipun tidak dapat menunjukkan alasan yang mendasari asumsi itu. Asumsi keliru tersebut seringkali menyesatkan dan menurunkan kreatifitas, sehingga banyak guru yang suka mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi. Dalam kaitannya dengan perencanaan, guru dituntut untuk membuat persiapan mengajar yang efektif dan efisien. Namun dalam kenyataannya, dengan berbagai alasan, banyak guru yang mengambil jalan pintas dengan tidak membuat persiapan ketika mau melakukan pembelajaran, sehingga guru mengajar tanpa persiapan. Mengajar tanpa persiapan, di samping merugikan guru sebagai tenaga profesional juga akan sangat mengganggu perkembangan peserta didik. Banyak perilaku guru yang negatif dan menghambat perkembangan peserta didik yang diakibatkan oleh perilaku guru yang suka mengambil jalan pintas dalam pembelajaran.
     Sebenarnya para guru menyadari bahwa persiapan memiliki peran penting dalam pembelajaran, namun masih banyak guru sering tidak membuat persiapan mengajar, khususnya persiapan tertulis. Ada kalanya guru membuat persiapan mengajar tertulis hanya untuk memenuhi tuntutan administratif, atau di suruh oleh kepala sekolah karena mau ada pengawasan ke sekolahnya. Mungkin anda pernah mendengar ucapan kepala sekolah yang menyerukan agar guru-guru membuat persiapan mengajar karena mau ada pengawas, atau ada penilaian di sekolahnya. Sungguh suatu kekeliruan besar, karena persiapan mengajar adalah suatu persiapan yang harus di buat guru untuk melakukan pembelajaran, bukan untuk disuguhkan kepada pengawas.
     Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian informasi kepada peserta didik. Sesuai kemajuan dan tuntutan zaman, guru harus memiliki kemampuan untuk memahami peserta didik dengan berbagai keunikannya agar mampu membantu mereka dalam menghadapi kesulitan belajar. Dalam pada itu, guru dituntut memahami berbagai model pembelajaran yang efektif agar dapat membimbing peserta didik secara optimal.
     Agar tidak tergiur untuk mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, guru hendaknya memandang pembelajaran sebagai suatu sistem, yang jika salah satu komponennya terganggu, maka akan mengganggu seluruh sistem tersebut. Sebagai contoh, guru harus selalu membuat dan melihat persiapan setiap mau melakukan kegiatan pembelajaran, serta merevisi sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan perkembangan zaman. Mengajar tanpa persiapan merupakan jalan pintas, dan tindakan yang berbahaya, yang dapat merugikan perkembangan peserta didik, dan mengancam kenyamanan guru.
2.      Menunggu peserta didik berperilaku negatif
     Dalam pembelajaran di kelas, guru berhadapan dengan sejumlah peserta didik yang semuanya ingin diperhatikan. Peserta didik akan berkembang secara optimal melalui perhatian guru yang positif, sebaliknya perhatian yang negatif akan menghambat perkembangan peserta didik. Mereka senang jika mendapat pujian dari guru, dan merasa kecewa jika kurang diperhatikan atau diabaikan. Namun sayang, kebanyakan guru terperangkap dengan pemahaman yang keliru tentang mengajar, mereka menganggap mengajar adalah menyampaikan materi kepada peserta didik, mereka juga menganggap mengajar adalah memberikan sejumlah pengetahuan kepada peserta didik. Tidak sedikit guru yang sering mengabaikan perkembangan kepribadian peserta didik, serta lupa memberikan pujian kepada mereka yang berbuat baik, dan tidak membuat masalah.
     Biasanya guru baru memberikan perhatian kepada peserta didik ketika ribut, tidak memperhatikan, atau mengantuk di kelas, sehingga menunggu peserta didik berperilaku buruk.
     Kondisi tersebut seringkali mendapat tanggapan yang salah dari peserta didik, mereka beranggapan bahwa jika ingin mendapat perhatian atau diperhatikan guru, maka harus berbuat salah, berbuat gaduh, mengganggu, dan melakukan tindakan indisiplin lainnya. Sering kali terjadi perkelahian pelajar, hanya karena mereka kurang mendapat perhatian, dan meluapkannya melalui perkelahian. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa kebanyakan peserta didik tidak tahu bagaimana cara yang tepat mendapat perhatian dari guru, orang tua, dan masyarakat di sekitarnya, tetapi mereka tahu cara mengganggu teman dan cara membuat keributan serta perkelahian, dan ini kemudian yang mereka gunakan untuk mendapatkan perhatian.
   Guru perlu belajar untuk menangkap perilaku positif yang ditunjukkan oleh para peserta didik, lalu segera memberi hadiah atas perilaku tersebut dengan perhatian dan pujian. Kedengarannya seperti hal yang sederhana, tetapi memerlukan upaya sungguh-sungguh untuk tetap mencari dan memberi hadiah atas perilaku perilaku positif peserta didik, baik secara kelompok maupun secara individual.
     Dalam hal ini, dianjurkan agar para guru senantiasa memberi perhatian dan penghargaan yang pantas kepada peserta didik yang berperilaku baik, dengan cara menyediakan waktu yang sama dengan waktu yang mereka luangkan untuk peserta didik yang bermasalah. Dalam waktu kurang dari tiga bulan, banyak peserta didik bermasalah menjadi baik, dan mereka sudah tidak berkunjung lagi ke ruang BK. Banyak peserta didik yang rajin mengerjakan pekerjaan rumah, yang sebelumnya tidak pernah mengerjakannya karena tidak mendapat perhatian. Tanpa disadari perubahan telah terjadi, dan telah terjadi pergeseran dalam fokus, dari fokus terhadap perilaku peserta didik yang negatif menjadi fokus terhadap perilaku positif.
    
Menghargai perilaku peserta didik yang positif sungguh memberi basil nyata. Sangat efektif jika pujian guru langsung diarahkan pada perilaku khusus daripada hanya diekspresikan dengan pernyataan positif yang sifatnya sangat umum. Sangat efektif guru berkata: "terima kasih kalian telah mengerjakan pekerjaan rumah dengan sungguh-sungguh", daripada "kalian sangat baik hari ini".
Di sisi lain, guru harus memperhatikan perilaku-perilaku peserta didik yang negatif, dan mengeliminasi perilaku-perilaku tersebut agar tidak terulang kembali. Guru bisa mencontohkan berbagai perilaku peserta didik yang negatif, misalnya melalui ceritera atau ilustrasi, dan memberikan pujian kepada mereka karena tidak melakukan perilaku negatif tersebut. Sekali lagi, “jangan menunggu peserta didik berperilaku negatif”.
3.      Menggunakan destruktif disiplin
      Akhir-akhir ini banyak perilaku negatif yang dilakukan oleh para peserta didik, bahkan melampaui batas kewajaran karena telah menjurus pada tindak melawan hokum, melanggar tata tertib, melanggar moral agama, kriminal, dan telah membawa akibat yang sangat merugikan masyarakat. Demikian halnya dalam pembelajaran, guru akan menghadapi situasi-situasi yang menuntut mereka harus melakukan tindakan disiplin. Seperti alat pendidikan lain, jika guru tidak memiliki rencana tindakan yang benar, maka dapat melakukan kesalahan yang tidak perlu. Seringkali guru memberikan hukuman kepada peserta didik tanpa melihat latar belakang kesalahan yang dilakukannya, tidak jarang guru yang memberikan hukuman melampaui batas kewajaran pendidikan (malleducatif, dan banyak guru yang memberikan hukuman kepada peserta didik tidak sesuai dengan jenis kesalahan. Dalam pada itu, seringkali guru memberikan tugas-tugas yang harus dikerjakan peserta didik di luar kelas (pekerjaan rumah), namun jarang sekali guru yang mengoreksi pekerjaan peserta didik dan mengembalikannya dengan berbagai komentar, kritik dan saran untuk kemajuan peserta didik.
     Yang sering dialami peserta didik adalah bahwa guru sering memberikan tugas, tetapi tidak pernah memberikan umpan balik terhadap tugas-tugas yang dikerjakan. Tindakan tersebut merupakan upaya pembelajaran dan penegakan disiplin yang destruktif (destructive discipline), yang sangat merugikan perkembangan peserta didik. Bahkan tidak jarang tindakan destructive discipline yang dilakukan oleh guru menimbul¬kan masalah yang sangat fatal, yang tidak saja mengancam perkem¬bangan peserta didik, tetapi juga mengancam keselamatan guru. Di Jawa Timur, pernah ada kasus seorang peserta didik mau membunuh gurunya dengan seutas tali rapia, hanya gara-gara gurunya memberikan coretan-coretan dengan tinta merah pada hasil ulangan.
     Kesalahan-kesalahan seperti diuraikan di atas dapat mengakibatkan upaya penegakkan disiplin menjadi kurang efektif, dan merusak kepribadian serta harga diri peserta didik. Agar tidak melakukan kesalahan-kesalahan dalam melakukan disiplin, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
·         Disiplinkan peserta didik ketika anda dalam keadaan tenang.
·         Gunakan disiplin secara tepat waktu dan tepat sasaran.
·         Hindari menghina dan mengejek peserta didik.
·         Pilihlah hukuman yang bisa dilaksanakan secara tepat.
·         Gunakan disiplin sebagai alat pembelajaran.
Untuk kepentingan tersebut, guru harus mengarahkan apa yang baik, serta menjadi contoh, sabar dan penuh pengertian.
4.      Mengabaikan perbedaan peserta didik
      Kesalahan berikutnya yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran adalah mengabaikan perbedaan individu peserta didik. Kita tahu bahwa setiap peserta didik memiliki perbedaan individual sangat mendasar yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran. Peserta didik memiliki emosi yang sangat bervariasi, dan sering memperlihatkan sejumlah perilaku yang tampak aneh. Pada umumnya perilaku-perilaku tersebut relatif normal, dan cukup bisa ditangani dengan menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif. Akan tetapi, karena guru di sekolah dihadapkan pada sejumlah peserta didik, guru seringkali kesulitan untuk mengetahui mana perilaku yang normal dan wajar, serta mana perilaku yang indisiplin dan perlu mendapat penanganan khusus. Setiap peserta didik memiliki perbedaan yang unik, mereka memiliki kekuatan, kelemahan, minat, dan perhatian yang berbeda-beda. Latar belakang keluarga, latar belakang sosial ekonomi, dan lingkungan, membuat peserta didik berbeda dalam aktivitas, kreatifitas, intelegensi, dan kompetensinya.
     Guru seharusnya dapat mengidentifikasi perbedaan individual peserta didik, dan menetapkan karakteristik umum yang menjadi ciri kelasnya, dari ciri-ciri individual yang menjadi karakteristik umumlah seharusnya guru memulai pembelajaran. Dalam hal ini, guru juga harus memahami ciri-ciri peserta didik yang harus dikembangkan dan yang harus diarahkan kembali.Seorang peserta didik yang aktif secara fisik mungkin bisa didorong untuk mengeksplorasikan dirinya melalui kegiatan olah raga. Jika seorang peserta didik memperlihatkan minatnya terhadap musik, maka carilah berbagai cara untuk mendorongnya agar minatnya bisa berkembang secara optimal, demikian halnya anak-anak yang memiliki kecerdasan di atas normal perlu diberi perhatian secara khusus (untuk hal ini dibahas dalam bab tersendiri, dalam buku ini).
      Sehubungan dengan uraian di atas, aspek-aspek peserta didik yang perlu dipahami guru antara lain: kemampuan, potensi, minat, kebiasaan, hobi, sikap, kepribadian, basil belajar, catatan kesehatan, latar belakang keluarga, dan kegiatannya di sekolah. Aspek-aspek tersebut dapat dipelajari dari laporan dan catatan sekolah, informasi dari peserta didik lain (teman dekatnya), observasi langsung dalam situasi kelas, dan dalam berbagai kegiatan lain di luar kelas, serta informasi dari peserta didik itu sendiri, berdasarkan wawancara, percakapan dan autobiograpi.
5.      Merasa paling pintar
      Kesalahan lain yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran adalah rnerasa paling pandai di kelasnya. Kesalahan ini berangkat dari kondisi bahwa pada umumnya para peserta didik di sekolah usianya relatif lebih muda dari gurunya, sehingga guru merasa bahwa peserta didik tersebut lebih bodoh dibandang dirinya, peserta didik dipandang sebagai gelas yang perlu diisi air ke dalamnya. Perasaan ini sangat menyesatkan, karena dalam kondisi seperti sekarang ini peserta didik dapat belajar melalui internet dan berbagai media massa, yang mungkin guru belum menikmatinya. Hal ini terjadi terutama di kota-kota, ketika peserta didik datang dari keluarga kaya yang dirumahnya memiliki berbagai sarana, dan prasarana belajar yang lengkap, serta berlangganan koran dan majalah yang mungkin lebih dari satu edisi, sementara guru belum memilikinya.
     Dalam hal tertentu mungkin saja peserta didik yang belajar lebih pandai dari pada guru. Jika ini benar terjadi, maka guru harus demokratis untuk bersedia belajar kembali, bahkan belajar dari peserta didik sekalipun, atau saling membelajarkan. Dalam hal ini guru harus menjadi pembelajar sepanjang hayat, yang senantiasa menyesuaikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Jika tidak, maka akan ketinggalan kereta, bahkan akan disebut guru ortodok.
6.      Tidak Adil
      Murid-murid akan mengerti, apakah guru itu bertindak adil dan jujur, mereka akan melihat jika guru memperlakukan muridnya secara tidak sama. Yang satu diperlakukan lebih manis daripada yang lain, dan ini adalah suatu bahaya bagi mereka mengecap guru-gurunya dengan kata : “tidak adil, tidak jujur, pilih kasih, dan sebagainya. Dan mereka sendiri yang diperlakukan lebih manis itu menjadi merasa tidak tenang akhirnya sehingga suasana kelas akan menjadi buruk karena tingkah laku gurunya yang bersikap demikian.
      Sebagai seorang guru jadilah yang patut dicontoh, tidak memperlakukan siswa nya hanya kepada beberapa orang saja, semua harus memperlakukan dengan sama kepada muridnya.
7.      Memaksa hak peserta didik (dictatorial)
      Memaksa hak peserta didik merupakan kesalahan yang dilakukan oleh guru sebagai akibat dari kebiasaan guru berbisnis dalam pembelajaran, sehingga menghalalkan segala cara untuk mencapai keuntungan. Guru boleh saja memiliki pekerjaan sampingan, tetapi tindakan memaksa bahkan mewajibkan peserta didik untuk membeli buku sangat fatal serta sangat fatal, dan sebaiknya tidak ditiru. Kondisi semacam ini sering kali membuat frustasi peserta didik.
         Tidak ada salahnya guru mengambil keuntungan dari penjualan buku dan alat-alat pelajaran kepada peserta didik, tetapi hendaknya memahami situasi dan kondisi sosial ekonomi peserta didik, agar tidak terjadi akibat fatal bagi tumbuhkembangnya pribadi mereka. Biarkan mereka ceria dan berkembang sesuai dengan potensinya. Jangan ganggu, dan jangan paksa mereka untuk mengikuti irama tertentu. Bimbinglah mereka menjadi mereka sendiri. Lihatlah petani bunga, yang dengan sabar menyirami dan memberikan pupuk agar bunganya tumbuh dan berkembang secara optimal, mereka tidak pernah memaksa menarik-narik daun atau batangnya agar cepat besar.
Maka dari itu, peran guru di lingkungan sekolah mempunyai kedudukan yang sangat penting. siswa sejak dari rumahnya, sebelum berangkat sudah membayangkan bahwa dirinya nanti akan bertemu dengan guru dan akan mengikuti pelajaran. kesan-kesan tersebut akan membawa pada pola pikir pada siswa nanti. Berikut, beberapa cara mendidik siswa sekolah dasar agar memiliki perilaku yang membanggakan antara lain yaitu.
1.      Menganggap siswa sebagai anak sendiri.
2.      Guru sebagai orang tua di lingkungan sekolah, senantiasa selalu memberi spirit/semangat kepada siswanya sesalu tanpa rasa jenuh dengan sabar dan tekun.
3.      Sediakan waktu 5-10 menit setiap jam istirahat agar tidak mengganggu pelajaran, untuk berdialog/berkomunikasi dengan siswa tentang topik yang ringan-ringan, menyenangkan, atau bisa saja sambil bernyanyi.
4.      Guru berpenampilan menarik, atau tidak mencolok di depan siswa.
5.      Guru dapat mencerminkan kepribadiannya, tingkah laku yang sopan, tutur kata yang baik, familier, dan mendidik penuh perhatian tanpa memaksa.
6.      Berikan teguran dan sapaan yang positif ketika bertemu dengan siswa yang sedang berperilaku yang kurang baik.
7.      mengajak siswa untuk senantiasa berbicara dengan sopan, sesekali diselingi dengan menggunakan bahasa daerah yang baik dan benar. hal ini penting, karena etika budaya berbahasa daerah yang baik dan benar, sedikit mengalami penurunan.
8.      Perhatian terhadap siswa harus dilakukan secara kontinu dan menyeluruh tanpa pilih kasih.
9.      Bangga dan cinta terhadap profesi sebagai seorang guru.
10.  Bekerja karena amanah.

b. Perilaku guru yang kurang mendidik
Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan bergesernya fungsi guru secara perlahan-lahan. Pergeseran ini telah menyebabkan dua pihak yang tadinya sama-sama membawa kepentingan dan salng membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tidak lagi saling membutuhkan. Akibatnya suasana belajar sangat memberatkan, membosankan, dan jauh dari suasana yang membahagiakan. Dari sinilah konflik demi konflik muncul sehingga pihak-pihak didalamnya mudah frustasi lantas mudah melampiaskan kegundahan dengan cara-cara yang tidak benar.
1.      Memarahi siswa ketika siswa tidak bisa menjawab
Ketika murid tidak bisa menjawab pertanyaan dari guru baiknya guru tidak perlu marah dan menekan muridnya, Sebagaimana senyuman yang damai, kadang kita harus memarahi anak. Ini bukan berarti kita meninggalkan kelembutan, sebab memarahi dan sikap lemah-lembut bukanlah dua hal yang bertentangan. Lemah-lembut merupakan kualitas sikap, sebagai sifat dari apa yang kita lakukan. Sedangkan memarahi bukan marah merupakan tindakan.
Persoalan kemudian, kita acapkali tidak bisa meredakan emosi pada saat menghadapi perilaku anak yang menjengkelkan. Tidak mudah memang, tetapi kita perlu terus-menerus belajar meredakan emosi saat menghadapi anak, utamanya saat menghadapi perilaku mereka yang membuat kita ingin berteriak dan membelalak. Jika tidak, teguran kita akan tidak efektif. Bahkan, bukan tidak mungkin mereka justru semakin menunjukkan "kenakalannya".
Selebihnya, ada beberapa catatan yang bisa kita perhatikan sebagai guru Ajarkan Kepada Mereka Konsekuensi, Bukan Ancaman.
2.      Merasa dirinya paling pandai
Seperti kesalahan pada guru yang telah dijelaskan pada jawaban sebelumnya, peserta didik yang belajar mungkin saja lebih pandai daripada guru. Jika ini terjadi maka guru harus demokratis untuk bersedia belajar kembali, bahkan belajar dari peserta didik sekalipun, atau saling membelajarkan. Dalam hal ini guru harus menjadi pembelajar sepanjang hayat, yang senantiasa menyesuaikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dengan perkembangan yang terjadi dimasyarakat. Jika tidak, maka akan ketinggalan kereta, bahkan disebut guru ortodok.
3.      Menggunakan waktu tidak tepat
Ketepatan waktu berada di sekolah untuk setiap guru merupakan salah satu syarat untuk memperoleh hasil yang baik, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk siswa. Sikap untuk selalu hadir setiap waktu ini adalah suatu tanda kedisiplinan untuk guru dalam mengajar.
Jika tidak tepat waktu bagi guru dalam mengajar merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap prestasi siswa dalam belajar. Seorang guru harus menjadi suri tauladan bagi setiap siswanya, maka dengan demikian setiap siswa akan termotivasi untuk dapat belajar lebih giat lagi. Kalau setiap guru tidak disiplin waktu dalam mengajar atau selalu terlambat, maka bagaimana guru itu dapat menjadi suri tauladan bagi setiap siswanya.
Kalau guru sudah dapat disiplin dalam hal mengajar, maka siswanya akan termotivasi dengan baik dan akhirnya prestasinyapun akan baik, tetapi sebaliknya jika guru tidak disiplin waktu dalam mengajar mungkin siswanya malas untuk mengikuti pelajaran, maka hasilnyapun akan jelek. Dengan demikian seorang guru dituntut untuk disiplin dalam hal waktu mengajar agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan baik.
4.      Cara mengajar monoton
Faktor yang menghambat keberhasilan seorang peserta didik di dalam pembelajaran adalah kejenuhan. Seorang peserta didik akan merasa jenuh apabila model atau cara mengajar seorang guru monoton atau tidak bervariasi. Mengapa demikian dan bagaimana solusinya? Bahwa seoarang siswa atau peserta didik membutuhkan suatu hal yang baru, karena dengan cara mengajar guru bervariasi siswa dapat belajar dengan maksimal, bahkan akan lebih mudah menerima penjelasan dari seorang guru. Disini guru harus terampil menggunakan variasi. Penggunaan variasi disini dimaksudkan agar peserta didik terhindar dari perasaan jenuh dan membosankan, yang menyebabkan perasaan malas menjadi muncul. Pengajaran sepantasnya tidak monoton, berulang-ulang dan menimbulkan rasa jengkel pada diri peserta didik. Karena itu ketrampilan menggunakan variasi adalah sangat penting bagi guru sekolah dasar dalam upaya memelihara dan meningkatkan mutu kegiatan belajar mengajar yang lebih baik.
Mengadakan variasi belajar adalah menciptakan suatu yang baru dalam proses belajar mengajar, yang mengarahkan siswa, melibatkan siswa, sehingga sekolah tidaklah merasa sebagai beban yang berat, tetapi merasa menjadi sesuatu yang menyenangkan. Pengertian penggunaan variasi merupakan ketrampilan guru di dalam menggunakan bermacam kemampuan untuk mewujudkan tujuan belajar peserta didik sekaligus mengatasi kebosanan dan menimbulkan minat, gairah, dan aktivitas belajar yag efektif.
Tujuan penggunaan variasi dalam proses belajar mengajar adalah untuk:
·         Mempertahankan kondisi optimal siswa.
·         Menghilangkan kejenuhan dalam mengikuti proses belajar.
·         Meningkatkan perhatian dan motivasi peserta didik.
·         Memudahkan pencapaian tujuan pengajaran.
5.      Diskriminatif
Diskriminatif artinya tindakan yang tidak adil. Diskriminatif sering terjadi dalam proses pembelajaran. Antara lain pada saat guru menebarkan pertanyaan, pembimbingan, pelayanan pinjam-meminjam alat dan sarana pendidikan, dan paling sering dilakukan guru adalah dalam pemberian nilai.
Dasar diskriminatif bermacam-macam, meliputi jenis kelamin, rupa, sikap tertentu pada peserta didik, hubungan kekeluargaan dan hubungan kemasyarakatan di rumah. Proses pembelajaran yang di dalamnya terkandung suatu unsur diskriminatif guru sesungguhnya tidak efektif lagi. Tidak semua siswa merasakan kenyamanan dan kenikmatan yang dibentuk guru. Dengan kata lain, ada sebagian siswa yang dirugikan. Perkembangan peserta didik akan terhambat oleh kondisi yang demikian. kesalahan yang sering dilakukan oleh guru terutama dalam penilaian. Dalam memberikan penilaian guru harus melakukannya secara adil dimana ini merupakan cermin dari perilaku peserta didik yang merupakan wujud penghargaan sesuai dengan usahanya selama proses pembelajaran. Karena semestinya sebagai guru, dia harus mampu menghilangkan hal-hal yang dapat merugikan perkembangan peserta didik.
Pembelajaran yang baik dan efektif adalah yang mampu memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik secara adil dan merata (tidak diskriminatif), sehingga mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Keadilan dalam pembelajaran merupakan kewajiban guru dalam pembelajaran, dan hak peserta didik untuk memperolehnya. Dalam prakteknya banyak guru yang tidak adil, sehingga merugikan perkembangan peserta didik, dan ini merupakan kesalahan yang sering dilakukan guru, terutama dalam penilaian. Penilaian merupakan upaya untuk memberikan penghargaan kepada peserta didik sesuai dengan usaha yang dilakukannya selama proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam memberikan penilaian harus dilakukan secara adil, dan benar-benar merupakan cermin dari perilaku peserta didik. Namun demikian, dalam pelaksanaannya tidak sedikit guru yang menyalahgunakan penilaian, misalnya sebagai ajang untuk balas dendam, atau bahkan sebagai ajang untuk menyalurkan kasih sayang di luar tanggungjawabnya sebagai guru.
Jika diamati dengan teliti, syair-syair dalam lagu tersebut menunjukkan ketidakadilan guru dalam memberikan penilaian, betapa seorang guru telah menyalahgunakan penilaian, hanya karena perasaan "cinta"-nya kepada peserta didik tertentu. Hal ini dari dulu sampai sekarang masih sering dilakukan oleh guru, terutama guru muda. Sadar atau tidak tindakan tersebut telah merugikan perkembangan peserta didik, apalagi jika hal tersebut diketahuiu oleh peserta didik, maka akan menurunkan wibawa guru, sehingga mereka tidak mau lagi menghargai gurunya, atau bahkan menyepelekannya.
Sebagai guru, tentu saja harus mampu menghindarkan hal-hal yang dapat merugikan perkembangan peserta didik. Tidak ada yang melarang seorang guru "mencintai" peserta didiknya, tetapi bagaimana menempatkan cintanya secara proporsional, dan jangan mencampuradukkan antara urusan pribadi dengan urusan profesional. Usaha yang dapat dilakukan untuk menghindarinya antara lain dengan cara menyimpan "perasaan" sampai peserta didik yang dicintai menyelesaikan program pendidikannya, tentu saja harus ikhlas dan jangan takut di ambil orang.
Menjadi suatu keharusan guru menciptakan keadilan dan tidak diskriminatif lagi dalam proses pembelajaran dikelasnya. Apabila guru tidak dapat menciptakanya maka yang terjadi adalah penurunan wibawa guru sehingga berujung disepelehkan oleh peserta didiknya. Maka benar apabila ada nasehat agar manusia berlaku adil terutama para guru. Pembelajaran yang baik dan efektif adalah yang mampu memberikan kemudahan belajar kepada eserta didik secara adil dan merata (tidak diskriminatif), sehingga mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal
6.      Memberikan penghargaan yang berlebihan
Boleh-boleh saja guru memberi penghargaan kepada siswa, asal tidak berlebihan. Karena akan mengakibatkan dampak buruk terhadap siswanya, biasa saja kita misalkan memberikan hadiah hanya kepada satu murid saja karena dia pandai dikelasnya. Sedangkan untuk siswa lain mereka akan merasa cemburu dan merasa tidak dihargai atas apa yang sudah mereka usahakan. Hal itu akan membuat siswa lain menjadi tidak semangat, dan untuk siswa yang diberi penghargaan akan merasa manja dan menjadi malas dan sombong untuk kedepannya karena ia merasa sudah bisa.
7.      Terlalu permisif dengan siswa
Tindakan pendekatan guru yang terlalu permisif tanpa disadari oleh siswa dapat mengakibatkan hal-hal pengalihan dan pemasabodohan di antaranya :
·         Meremehkan sesuatu kejadian, atau tidak melakukan apa-apa sama sekali.
·         Memberi peluang kemalasan dan menunda pekerjaan.
·         Menukar dan mengganti susunan kelompok tanpa melaui prosedur yang sebenarnya.
·         Menukar kegiatan salah satu siswa, digantikan oleh siswa lain.
·         Mengalihkan tanggung jawab kelompok kepada satu orang anggota.
dengan hal ini pengajar memandang mudah dan tak banyak resiko, namun sebenarnya pengajar gegabah dalam mengambil cara pendekatan terlalu memandang mudah mengalihkan, menukar, mengganti suatu tugas atau tanggung jawab.

3)    a. Fokus profesi guru
Peran seorang guru untuk mencapai tujuan pendidikan sangat tergantung pada profesionalisme dan kesejahteraannya. Dalam tata hubungan yang positif, makin tinggi profesionalisme serta kesejahteraan, maka makin tinggi pula peran yang bersangkutan. Begitu juga sebaliknya.
Yang termasuk kedalam fokus perhatian profesi guru adalah :
1.      Citra Guru
Citra guru terbentuk pada profesi yang melekat pada pribadi guru itu, bagaimana sikap keprofesionalannya dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Citra guru akan dinilai baik oleh masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atu teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat  terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya, serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.
Upaya untuk menunjukkan citra yang baik :
·         Bisa menempatkan perannya dalam proses pembelajaran pada nilai-nilai yang positif.
·         Bisa menempatkan perannya dalam kehidupan bermasyarakat.
2.      Pembelajaran
Proses Pembelajaran akan terjadi manakala terdapat interaksi atau hubungan timbal balik antara siswa dengan lingkungannya dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hubungan timbal balik ini merupakan syarat terjadinya proses pembelajaran yang di dalamnya tidak hanya menitikberatkan pada transfer of knowledge, akan juga transfer of value. Transfer of knowledge dapat diperoleh siswa dari media-media belajar, seperti buku, majalah, museum, internet, guru, dan sumber-sumber lain yang dapat menambah pengetahuan siswa. Akan tetapi Ttransfer of value hanya akan diperoleh siswa melalui guru yang menanamkan sikap dan nilai suatu materi dengan melibatkan segi-segi psikologis dari guru dan siswa. Penanaman sikap dan nilai yang melibatkan aspek-aspek psikologis inilah yang tidak dapat digantikan oleh media manapun. Dengan demikian guru adalah media yang mutlak adanya dalam proses pembelajaran siswa.
Peran guru dalam proses pembelajaran :
·         Keterampilan bertanya dasar: pertanyaan jelas, memberi acuhan, pemberian tuntunan, memusatkan perhatian, memberi giliran, memberikan kesempatan berpikir, memberi tuntunan (mengulangi pertanyaan dengan cara lain, menawarkan pertanyaan lain yang lebih sederhana).
·         Keterampilan bertanya lanjut: pengubahan tuntunan tingkat kognitif, pengaturan urutan pertanyaan, pertanyaan pelacak (klarifikasi,memberikan alasan pada siswa, meminta ketepatan jawaban, meminta jawaban lebih relevan/kompleks), mendorong terjadinya interaksi.
3.      Perilaku Guru dalam masyarakat
Guru kini bukan lagi sekadar pahlawan tanpa tanda jasa. Justru guru kadang dinilai berlimpah jasa. Beragam fasilitas kini diperoleh guru. Pandangan masyarakat terhadap profesi guru pun sudah bergeser. Berdasarkan pengamatan atas fenomena yang terjadi pada sebagian besar masyarakat.
Masyarakat mempunyai ekspektasi yang sangat tinggi dari para guru, baik dari sisi sikap, perkataan maupun perilakunya. Sikap, perkataan dan perilaku yang diharapkan dari seorang guru, sama dengan seorang ustadz atau pemuka agama. Artinya bahwa masyarakat mengharapkan guru bersikap, bertutur dan bertindak layaknya seorang ustad. dapat diambil kesimpulan bahwa guru itu mempunyai peran dan pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan bermasyarakat. sehingga guru bisa disebut sebagai agent of change yang berperan dalam inovator, motivator, maupun fasilitator.
Jadi, Seorang guru harus untuk tetap selalu menjaga sikap, tutur kata dan perilakunya di tengah-tengah masyarakat, yaitu dengan menyesuaikan dengan norma yang berlaku.
4.      Kompetensi guru: kepribadian, paedagogik, sosial, profesional.
1) Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia
1) Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
3) Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
4) Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya.

b. Tujuan kode etik keguruan
Umumnya Etika profesi merupakan standar moral untuk profesional yaitu mampu memberikan sebuah keputusan secara obyektif bukan subyektif, berani bertanggung jawab semua tindakan dan keputusan yang telah diambil, dan memiliki keahlian serta kemampuan. Terdapat beberapa tujuan mempelajari kode etik profesi adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri.
Pada pembukaan UUD 1945 jelas tertulis bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas bukan hanya pintar dalam dalam bidang akademik saja, tetapi pintar juga dalam bidang sifat tatanan perilaku dalam kehidupan.
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut:
1. Menjunjung tinggi martabat profesi Kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan pihak luar atau masyarakat, agar mereka tidak memandang rendah terhadap profesi yang bersangkutan. Oleh karena itu setiap kode etik suatu profesi akan melarang bernagai bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggotanya yang dapat mencemarkan nama baik profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya Kesejahteraan mencakup lahir (material) maupun batin (spiritual, emosional, dan mental). Kode etik umumnya memuat larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dalam menetapkan tariff-tarif minimum bagi honorarium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa saja yang mengadakan tariff di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan teman seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin kode etik umumnya member petunjuk-petunjuk kepada anggotanya untuk melaksanakan profesinya.
3. Pedoman berperilaku Kode etik mengandung peraturan yang membatasi tingkah laku yang tidak pantas dan tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesame rekan anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan pengabdian anggota profesi Kode etik berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdianya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
5. Untuk meningkatkan mutu profesi Kode etik memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
 6. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi Kode etik mewajibkan seluruh anggotanya untuk aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi serta mutu organisasi profesi.

4)    a. Kompetensi guru !
Menurut Zamroni (2001: 60), guru adalah orang yang memegang peran penting dalam merancang strategi pembelajaran yang akan dilakukan. Keberhasilan proses pembelajaran sangat tergantung pada penampilan guru dalam mengajar dan kegiatan mengajar dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh seseorang yang telah melewati pendidikan tertentu yang memang dirancang untuk mempersiapkan sebagai seorang guru. Pernyataan tersebut mengantarkan kepada pengertian bahwa mengajar adalah suatu profesi, dan pekerjaan guru adalah pekerjaan profesional. Setiap pekerjaan profesional dipersyaratkan memiliki kemampuan atau kompetensi tertentu agar yang
bersangkutan dapat melaksanakan tugas-tugas profesionalnnya.
Guru adalah orang yang berwenang dan bertanggung jawab atas pendidikan muridnya. Ini berarti guru harus memiliki dasar-dasar kompetensi sebagai wewenang dan kemampuan dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu kompetensi harus mutlak dimiliki guru sebagai kemampuan, kecakapan dan ketrampilan mengelola pendidikan. Guru harus memiliki kompetensi sesuai dengan standar yang ditetapkan atau yang dikenal dengan standar kompetensi guru. Standar ini diartikan sebagai suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan. Lebih lanjut Suparlan (2006: 85), menjelaskan bahwa “Standar kompetensi guru adalah ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi seorang guru agar berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai dengan
bidang tugas, kualifikasi dan jenjang pendidikan.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.
Dalam hubungannya dengan tenaga kependidikan, kompetensi merujuk pada perbuatan yang bersifat rasional dan memenuhi sertifikasi tertentu dalam melaksanakan tugas kependidikan. Tenaga kependidikan dalam hal ini adalah guru. Guru harus memilki kompetensi yang memadai agar dapat menjalankan tugas dengan baik. Menurut Piet Sahertian (1994: 73), “Kompetensi guru adalah kemampuan melakukan tugas mengajar dan mendidik yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan”. Suparlan (2006: 85) berpendapat bahwa “Kompetensi guru melakukan kombinasi kompleks dari pengetahuan, sikap, ketrampilan dan nilai-nilai yang ditujukkan guru dalam konteks kinerja yang diberikan kepadanya”.
Menurut Akmad Sudrajat (2007), “Kompetensi guru merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seorang guru dalam melaksanakan pekerjaanya, baik yang berupa kegiatan dalam berperilaku maupun hasil yang ditujukan” Menurut Nana Sudjana (2002: 17), “Kompetensi guru merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki guru”.
Berdasarkan uraian di atas kompetensi guru dapat diartikan sebagai kemampuan/kecakapan seorang guru berupa pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Menurut Sumitro dkk (2002: 70), “Sekolah memerlukan guru yang memiliki kompetensi mengajar dan mendidik inovatif, kreati, manusiawi, cukup waktu untuk menekuni profesionalitasnya, dapat menjaga wibawanya di mata peserta didik dan masyarakat sehingga mampu meningkatkan mutu pendidikan”.
Kemampuan mengajar adalah kemampuan esensial yang harus dimilki oleh guru, tidak lain karena tugas yang paling utama adalah mengajar. Dalam proses pembelajaran, guru menghadapi siswa-siswa yang dinamis, baik sebagai akibat dari dinamika internal yang berasal dari dalam diri siswa maupun sebagai akibat tuntutan dinamika lingkungan yang sedikit banyak berpengaruh terhadap siswa. Oleh karena itu, kemampuan mengajar harus dinamis juga sebagai tuntutan-tuntutan siswa yang tak terelakkan.
Kemampuan mengajar guru sebenarnya merupakan pencerminan guru atas kompetensinya. Kompetensi ini terdiri dari berbagai komponen penting.
Nana Sudjana (2002: 17), mengutip pendapat Cooper bahwa ada empat kompetensi yang harus dimiliki guru, yaitu:
1) Mempuyai pengetahuan tentang belajar tingkah laku manusia.
2) Mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya.
3) Mempunyai sikap yang tepat tentang dirinya, sekolah, teman sejawat dan bidang studi yang dibinanya.
4) Mempunyai kemampuan tentang teknik mengajar

b. Kompetensi guru dalam pembelajaran
Kompetensi guru adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada pada diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif. Untuk dapat menjadi guru yang memiliki kompetensi, maka diharuskan memiliki kemampuan untuk mengembangkan empat aspek kompetensi yang ada pada dirinya. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 pasal 10 ayat 1, yaitu meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
a.       Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan pengetahuan seorang guru, meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi pedagogik yang dimaksud dalam Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 pasal 10 ayat 1, adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Menurut Oemar Hamalik, kemampuan pedagogik tersebut adalah sebagai berikut:
a)  Memahami ilmu yang dapat melandasi pembentukan pribadi.
b)  Memahami ilmu pendidikan dan keguruan serta mampu menerapkan dalam tugasnya dalam pendidikan.
c)      Memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang-bidang yang lain.
d)     Mampu memecahkan persoalan secara sistematik, terutama yang berhubungan dengan bidang studi.
Seorang guru harus memenuhi beberapa syarat dalam proses ngajar mengajar yang dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai pula seperangkat latihan keterampilan keguruan, dan pada kondisi itu pula ia belajar memersonalisasikan beberapa sikap keguruan yang diperlukan. Semua itu akan menyatu dalam diri seorang guru sehingga merupakan seorang berkepribadian, sikap dan keterampilan keguruan serta pengusaaan beberapa ilmu pengetahuan yang akan ia transformasikan pada anak didik atau siswanya, sehingga mampu membawa perubahan di dalam tingkah laku siswa itu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru sangat menentukan berhasil tidaknya suatu pembelajaran. Untuk menjadi seorang guru yang memiliki kompetensi, guru harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan empat aspek kompetensi yang ada pada dirinya, yaitu kompetensi profesional, sosial, pedagogik dan personal. Karena keempat kompetensi tersebut sangat mendukung telaksananya tugas seorang guru dalam memcerdaskan anak didik.
b.           Kompetensi Personal
Kemampuan personal guru adalah kemampuan internal yang berhubungan dengan kepribadiannya dalam menunjang tugas-tugas pembelajaran. Hal ini sangat berkaitan dengan kemampuan sosial seperti diuraikan sebelumnya. Karena kepribadian sebagai cermin individu merupakan media utama dalam melakukan komunikasi dan sosialisasi kepada masyarakat dan terutama anak didik. Seorang guru yang tidak memiliki kemampuam personal yang baik, maka sudah tentu kemampuan sosialpun akan cacat, dan pada gilirannya akan mengganggu kinerja sebagai guru yang profesional, kemampuan personal yang penting bagi guru adalah berpikir positif, bermuka manis, dan senantiasa tersenyum, optimis, bertutur kata yang baik dan benar, berpenampilan menarik, dan memberi motivasi dan inspirasi kepada orang lain. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 pasal 10 ayat 1, kompetensi personal adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik.
Kemampuan personal lebih menyangkut jati diri seorang guru sebagai pribadi yang baik, tanggung jawab, terbuka, dan terus mau belajar untuk maju. Kemampuan kepribadian (personal) mencakup kepribadian yang utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa, peka, objektif, berwawasan luas, dapat berkomunikasi dengan  orang lain. Kemampuan mengembangkan profesi seperti berpikir kreatif, kritis, reflektif dan mau belajar sepanjang hayat.
a)      Guru itu bermoral dan beriman, hal ini jelas merupakan kompetensi yang sangat penting karena salah satu tugas guru adalah membantu anak didik bertaqwa dan beriman serta menjadi anak yang baik. Bila guru sendiri tidak beriman kepada Tuhan dan tidak bermoral, maka menjadi sulit untuk dapat membantu anak didik beriman dan bermoral.
b)      Guru harus mempunyai aktualisasi diri yang tinggi, Aktualisasi diri yang sangat penting adalah sikap bertanggung jawab. Seluruh tugas pendidikan dan bantuan kepada anak didik memerlukan tanggung jawab yang besar. Pendidikan yang menyangkut perkembangan anak didik tidak dapat dilakukan seenaknya, tetapi perlu direncanakan/perlu dikembangkan, perlu dilakukan dengan tanggung jawab.
c)      Sikap mau terus mengembangkan pengetahuan. Guru bila tidak ingin ketinggalan zaman dan juga dapat membantu anak didik terus terbuka terhadap pengetahuan, mau tidak mau harus mengembangkan sikap ingin terus maju dengan terus belajar.
c.     Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial seorang guru adalah kemampuan yang menunjang pelaksanaan tugasnya sehari-hari. Hal ini karena secara fungsional tugas keguruan adalah tugas yang berhubungan dengan manusia bukan barang atau material yang bersifat statis. Dan seorang guru juga harus mampu menguasai kelas dan sekolah tempat ia mengajar, karena tanpa kemampuan sosial, maka efektifitas pencapaian tujuan pendidikan yakni memanusiakan manusia akan sia-sia. Dalam kemampuan sosial ini, mencakup hal-hal seperti: berempati kepada anak didik, beradaptasi dengan orang tua murid, turut terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan di lingkungan sekitar sekolah, dan menjadi teladan bagi anak-anak serta masyarakat.
Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun
2005 pasal 10 ayat 1 kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga pendidikan, orang tua peserta didik dan masyarakat sekitar.
Guru juga menjadi agen perubahan dalam masyarakat lewat dunia pendidikan dan juga gagasan. Hal ini dapat dilakukan bila guru peka terhadap masyarakat, menjadi kritis terhadap apa yang terjadi terlebih dalam persoalan ketidak adilan, kebenaran, hak asasi dan lain-lain. Guru lewat pembelajaran dan sikap hidupnya dapat membantu siswa menjadi agen perubahan masyarakat, tetapi mereka sendiri juga dapat melakukan secara aktif, terutama dalam masyarakat pedesaan dan juga masyarakat tradisional, seorang guru begitu dihargai dan diterima masyarakat. Guru banyak ditanyai warga masyarakat, diminta pertimbangan oleh warga, dan bahkan dijadikan panutan.
d.    Kompetensi Profesional
Yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi, pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan. Adapun ruang lingkup kompetensi profesional sebagai berikut:
1.      Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi, psikologis, sosiologis, dan sebagainya.
2.      Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik.
3.      Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya.
4.      Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi.
5.      Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan sumber belajar yang relevan.
6.      Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran.
7.      Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik.
8.      Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik
Kemampuan profesional seorang guru adalah kemampuan yang mendukung terlaksananya tugas seorang guru dalam mencerdaskan anak didik. Dalam kemampuan profesional tersebut, mencakup hal-hal seperti: penguasaan mata pelajaran, pemahaman landasan dan wawasan keguruan, penguasaan materi,  pembelajaran dan evaluasi.
Guru yang berprofesionalisme tinggi, pada dasarnya profesionalisme itu merupakan motivasi intrinsik sebagai pendorong untuk mengembangkan dirinya ke arah perwujudan profesional, kualitas profesional didukung oleh lima kompetensi sebagai berikut.
a)      Keinginan untuk selalu menampilkan prilaku yang mendekati standar ideal.
b)      Meningkatkan dan memelihara citra profesi.
c)      Keinginan untuk senantisa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan keterampilan.
d)     Mengejar kualitas dan citra profesi.
e)      Memiliki kebanggaan terhadap profesinya.
Mewujudkan diri sebagai guru yang profesional, tidak terjadi dengan sendirinya melainkan melalui suatu proses. Guru memerlukan bantuan dalam upaya mengembangkan profesinya, karena mereka tidak mungkin melakukan sendirian. Guru memerlukan kesempatan, sarana, dukungan material, dukungan administratif, dukungan motivasi dan sebagainya untuk meningkatkan kualitas profesionalnya, baik melalui program pendidikan formal maupun pendidikan lainnya.
Berdasarkan paparan tersebut dapat dipahami bahwa setiap guru untuk mencapai tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi) secara maksimal maka harus memliki kompetensi. Komponen kompetensi tersebut merupakan suatu tuntutan karena telah diatur dalam Undang-Undang yang kesemuanya adalah amanah. Dengan demikian pula pembekalan mencapai tingkat optimal kompetensi harus terus dilaksanakan baik oleh pribadi guru, maupun lembaga pendidikan keguruan.

5)    a. Ciri-ciri guru profesional
Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen (pasal 1) dinyatakan bahwa: “Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengrahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah”.
Guru professional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Keahlian yang dimiliki oleh guru profesional adalah keahlian yang diperoleh melalui suatu proses pendidikan dan pelatihan yang diprogramkan secara khusus untuk itu. Keahlian tersebut mendapat pengakuan formal yang dinyatakan dalam bentuk sertifikasi, akreditasi, dan lisensi dari pihak yang berwenang (dalam hal ini pemerintah dan organisasi
profesi).
Dengan keahliannya itu seorang guru mampu menunjukkan otonominya, baik secara pribadi maupun sebagai pemangku profesinya.
Di samping dengan keahliannya, sosok professional guru ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru professional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, Negara, dan agamanya. Guru profesional mempunyai tanggung jawab pribadi, social, intelektual, moral, dan spiritual. Tanggung jawab pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya. Tanggung jawab social diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki kemampuan interaktif yang efektif. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui penguasaaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk yang beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma-norma agama dam moral.
Ciri profesi yang selanjutnya adalah kesejawatan, yaitu rasa kebersamaan di antara sesama guru. Kesejawatan ini diwujudkan dalam persatuan para guru melalui organisasi profesi dan perjuangan, yaitu PGRI. Melalui PGRI para guru mewujudkan rasa kebersamaannya dan memperjuangkan martabat diri dan profesinya di atas, pada dasarnya telah tersirat dalam kode Etik Guru Indonesia sebagai pegangan professional guru.
Sementara itu, para guru diharapkan akan memiliki jiwa profesionalisme, yaitu sikap mental yang senantiasa mendorong dirinya untuk mewujudkan dirinya sebagai petugas professional. Pada dasarnya profesionalisme itu, merupakan motivasi intrinsic pada diri guru sebagai pendorong untuk mengembangkan dirinya ke arah perwujudan profesional. Kualitas profesionalisme didukung oleh lima kompetensi sebagai berikut:
1.      Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang ideal
2.      Meningkatkan dan memelihara citra profesi
3.      Senantiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan keterampilannya
4.      mengejar kualitas dan cita cita dalam profesi
Dalam UU Guru pasal 5 ayat (1) dikatakan bahwa profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip professional sebagai berikut :
·         Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealism
·         Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugasnya
·         Memiliki kompetensis yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya
·         Mematuhi kode etik profesi
·         Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas
·         Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya
·         Memiliki kesempatan untuk mengembnagkan profesinya secara berkelanjutan
·         Memperoleh perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas profesionalnya
·         Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum
Undang-undang ini memberikan landasan kepastian hukum yang untuk perbaikan guru di masa depan khususnya yang berkenaan dengan profesi, kesejahteraan, jaminan social, hak dan kewajiban, serta perlindungan. 
Dalam menjalankan tugas guru memiliki cara penyampaian dan kepribadian yang berbeda. Apabila guru telah menemukan prinsip dan tabiatnya, profil yang dimiliki tidak bisa disamakan dengan profil guru yang lain. Dalam mengajar guru yang profesional mampu menyampaikan ilmu pengetahuan, keterampilan dan menggunakan cara tertentu sebagai pengetahuan tersebut yang dapat dimiliki orang lain.
Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) pasal 10 ayat 1 ciri-ciri guru profesional sebagai berikut:
1.      Mempunyai kompetensi pedagogik
Yaitu meyangkut kemampuan mengelola pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran yang dimaksudkan tidak terlepas dari tugas pokok yang harus dikerjakan guru. Tugas-tugas tersebut menyangkut: Merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil pembelajaran. Selain tugas pokok dalam pengelolaan pembelajaran, guru juga melakukan bimbingan dan latihan dalam kegiatan ekstrakulikuler, serta melaksanakan tugas tambahan yang diamanahkan oleh lembaga pendidikan.
2.      Mempunyai kompetensi kepribadian
Yaitu menyangkut kepribadian yang mantap, berahlak mulia, arif, berwibawa dan menjadi teladan bagi peserta didik. 
3.      Mempunyai kompetensi profesi
Yaitu menyangkut penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Sebagai tenaga pendidik dalam bidang tertentu sudah merupakan kewajiban untuk menguasai materi yang menyangkut bidang tugas yang diampu. Apabila seorang guru tidak menguasai materi secara luas dan mendalam, bagaimana mungkin mampu memahami persoalan pembelajaran yang dihadapi di sekolah. Oleh karena itu, untuk menjadi profesional dalam bidang tugas yang diampu harus mempelajari perkembangan pengetahuan yang berkaitan dengan hal tersebut. 
4.      Mempunyai kompetensi sosial
Yaitu menyangkut kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik, sesama guru, wali murid dan masyarakat. Kemampuan berkomunikasi dengan baik merupakan salah satu penentu keberhasilan seseorang dalam kehidupan. Komunikasi dan interaksi yang diharapkan muncul antara guru dengan siswa berkaitan dengan interaksi yang akrab dan bersahabat. Dengan demikian diharapkan peserta didik memiliki keterbukaan dengan gurunya.
Selain itu ciri-ciri guru profesional yang lain dapat dilihat dari beberapa hal dibawah ini :
a.      Fisik dan mental
Guru adalah profesi yang paling sehat di antara semua profesi yang ada, termasuk pengacara, dokter, pengusaha, dan lainnya. Kesehatan mental guru paling tinggi di antara semua profesi.
Peneliti dari South Florida mengatakan hal itu dikarenakan profesi guru lebih dari sekedar pekerjaan, tapi merupakan sebuah panggilan. Para guru mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal yang menyenangkan karena langsung berhubungan dengan masyarakat dan lingkungan sekitar.
The Gallup-Healthways Well-Being Index melakukan survei skala besar untuk mengetahui hubungan antara profesi dan tingkat kesehatan. Dengan menggunakan definisi sehat dari badan kesehatan dunia (WHO) yaitu keadaan fisik, mental, dan sosial yang sehat dan sejahtera, peneliti menemukan bahwa guru adalah profesi yang paling sehat.
“Kami juga melalui saat-saat yang sulit di bidang pendidikan. Tapi seorang guru yang baik selalu punya alasan untuk terus menjalankan profesinya tanpa bisa dimengerti oleh orang lain,” kata Ned Oistacher, seorang guru dari Pompano Beach High School business seperti dikutip Sunsentinel.
Dari hasil survei tersebut diketahui bahwa guru adalah profesi yang memiliki tingkat kesehatan mental dan kelakuan yang paling tinggi, yaitu dengan skor 71,7 persen. Rahasia yang membuat guru tetap sehat adalah lingkungannya yang selalu berhubungan dengan orang-orang muda.
Selain harus memiliki standar atau kompetensi profesional, seorang guru atau calon guru juga perlu memiliki standar mental, spiritual, intekektual, fisik dan psikis, sebagai berikut.
1.      Standar mental; guru harus memiliki mental yang sehat, mencintai, mengabdi, dan memiliki dedikasi yang tinggi pada tugas dan jabatannya.
2.      Standar moral; guru harus memiliki budi pekerti luhur dan sikap moral yang tinggi.
3.      Standar sosial; guru harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan bergaul dengan masyarakat lingkungannya.
4.      Standar spiritual; guru harus beriman dan bertakwa kepada Allah swt. yang diwujudkan dalam ibadah dalam kehidupan sehari-hari.
5.      Standar intelektual; guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik dan profesional.
6.      Standar fisik; guru harus sehat jasmani, berbadan sehat, dan tidak memiliki penyakit menular yang membahayakan diri, peserta didik, dan lingkungannya.
7.      Standar psikis; guru harus sehat rohani, artinya tidak mengalami gangguan jiwa ataupun kelainan yang dapat mengganggu pelaksanaan tugas profesinya.
b.      Keilmuan dan pengalaman
Sebagai guru yang professional, guru perlu mempunyai ciri-ciri professional seperti berkemahiran. Antara kemahiran yang mesti dikuasi oleh guru adalah kemahiran berfikir; kemahiran interpersonal, kemahiran komunikasi, kemahiran memimpin, serta kemahiran berilmu.
Kemahiran Berfikir
Pemikiran melibatkan pengelolaan operasi-operasi mental tertentu yang berlaku dalam sistem kognitif seseorang yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah. Pemikiran dilihat sebagai aktiviti psikologikal yang membolehkan manusia melihat proses yang dialami dari berbagai perspektif bagi menyelesaikan masalah dalam situasi yang sukar, (Dewey (1933) Edward de Bono (1976)). Dari pandangan Islam, berfikir ialah fungsi akal yang memerhatikan tenaga supaya otak manusia dapat bekerja dan beroperasi.
Ada dua kemahiran berfikir yang harus dimiliki seorang pendidik, yaitu:
Kemahiran Berfikir Secara Kritis
Dewey (1933), menyifatkan pemikiran kritis sebagai pemikiran reflektif yaitu memikir dengan mendalam dan memberi pertimbangan yang serius tentang sesuatu. Pemikiran kritis melibatkan tiga jenis aktiviti mental yaitu analisis, sintesis, dan penilaian; (Taksonomi Bloom, 1956). Ennis mentakrifkan pemikiran kritis sebagai ‘pemikiran reflektif’ yang bertumpu kepada memutuskan sama ada sesuatu kritis menggalakkan individu menganalisis penyataan-penyataan dengan berhati-hati, mencari bukti yang sah sebelum membuat kesimpulan.
Kemahiran Berfikir Secara Kreatif
Pemikiran kreatif ditakrifkan sebagai kebolehan menggabungkan idea-idea bagi memenuhi sesuatu keperluan, (Halpern,1984). Sebagai agen penggerak tamadun bangsa, guru perlu sentiasa mencari ruang untuk merekayasa amalan mereka dalam menjamin kualiti pendidikan.
Kreativiti wujud hasil daripada peleburan masa, penyediaan atau ketekunan memerlukan kosentrasi dan keazaman yang kuat. Selain usaha dan masa, individu kreatif berani mengambil resiko mencapai matlamat mereka dan menolak alternatif-alternatif yang ternyata karena mereka ingin mencari yang lain dan luar biasa. Pemikiran kreatif melibatkan kebolahan fleksibiliti (kelenturan) dan keaslian.
Kemahiran Interpersonal
Oleh karena guru merupakan teras penting dalam aspek pembangunan pendidikan negara, guru seharusnya mempunyai berbagai ciri dan kemahiran-kemahiran profesional. Antaranya ialah kemahiran interpersonal. Kemahiran Interpersonal merupakan kemahiran antara insan.
Abdullah Hassan & Ainon, memfokuskan kemahiran interpersonal guru kepada kemahiran berkomunikasi, kemahiran mendengar, kemahiran bertanya, kemahiran berucap, maklum balas, unsur bahasa, mengubah sikap dan tingkahlaku, penampilan dan komunikasi bukan lisan. Hubungan interpersonal adalah aspek penting yang perlu diketahui oleh guru. Persoalannya sejauh manakah guru menguasainya adalah sesuatu yang subjektif walaupun terdapat kaedah-kaedah serta panduan-panduan tertentu yang boleh dipelajari oleh guru untuk menguasai kemahiran ini.
Menurut Sarina dan Yusmini 2007, kepentingan kemahiran interpersonal ialah ianya dapat melahirkan persefahaman yang baik antara guru dan pelajar serta wujud rasa percaya mempercayai di kalangan mereka serta dapat memberi kesan positif kepada proses pengajaran dan pembelajaran.
Kemahiran Komunikasi
Seorang guru yang profesional seharusnya memiliki atau mempunyai kemahiran komunikasi yang baik. Komunikasi ialah satu asas perhubungan yang bertujuan menyampaikan khabar, berita , mesej, pendapat atau maklumat kepada pendengar.
Interaksi dan komunikasi yang hanya menggunakan akal atau hanya menggunakan perasaan akan menjadi tidak berkesan. Guru atau siapa yang berkomunikasi dengan berkesan akan menggunakan ke semua indera manusia dengan bijaksana. Konsep ini adalah selaras dengan falsafah eksistensialisme yang mengutamakan pengalaman yang diperoleh daripada indera seperti penglihatan, rasa, dan sebagainya. Oleh karena itu selaras dengan tujuan faham mazhab eksistensialisme adalah membolehkan setiap individu yakni guru dan pelajar memperkembangkan sepenuhnya potensi yang dimiliki demi mencapai objektif pengajaran dan pembelajaran.
Kemahiran Memimpin
Di dalam organisasi sebuah kelas di sekolah posisi guru berada di atas sekali. Guru memainkan peranan sebagai guru kelas untuk membimbing para pelajar ke arah kecemerlangan dari segi akademik, sahsiah, dan jasmani. Oleh karena itu kemahiran dari segi memimpin perlu ada dalam diri seorang guru. Menurut Kamus Dewan Edisi Empat definisi memimpin ialah melatih, mendidik atau mengasuh supaya boleh berfikir sendiri. Kepimpinan boleh dimaksudkan sebagai seni atau proses mempengaruhi kegiatan manusia yang berkaitan dengan tugas mereka, supaya mereka terlibat dan berusaha ke arah keberkesanan dan pencapaian matlamat organisasi (Rahmad 2005).
Kemahiran Berilmu
Kehidupan seorang guru adalah sinonim dengan ilmu. Lazimnya masyarakat mengaitkan guru dengan tanggungjawab memberi ilmu tetapi hakikatnya guru bukan sahaja bertanggungjawab mencurahkan ilmu kepada para pelajarnya malah meningkatkan ilmu merupakan salah satu kemahiran yang perlu ada di dalam diri setiap guru sebelum ilmu yang ada itu dicurahkan kepada para pelajarnya.
Ilmu dan pengetahuan guru sebagai seorang yang berautoriti tidak boleh dipersoalkan. Oleh yang demikian, guru mesti menguasai ilmu dengan baik (Abu Bakar & Ikhsan, 2008). Sikap proaktif, berdaya saing dan bersemangat kental dalam melengkapkan diri dengan pelbagai disiplin ilmu dan berketerampilan perlu menjadi amalan dan budaya hidup seorang pendidik (Wan Marzuki, 2008). Guru sebagai penyebar sumber ilmu perlu memahami konsep ilmu yang sentiasa berkembang dan pencarian ilmu baru di kalangan guru mesti diteruskan tanpa henti (Lokman, 2004).
Menurut Uzer Usman, Kompetensi profesional  yang harus dipenuhi atau dimiliki seorang guru atau calon guru adalah :
1.      Menguasai landasan pendidikan, yakni mengenal tujuan pendidikan nasional untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, mengenal fungsi sekolah dalam masyarkat, mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar,
2.      Menguasai bahan pengajaran, yakni menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar dan menengah, menguasai bahan pengayaan,
3.      Menyusun program pengajaran, yakni menetapkan tujuan pembelajaran, memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran, memilih dan mengembangkan strategi belajar mengajar,memilih dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai, memilih dan memanfaatkan sumber belajar,
4.      Melaksanakan program pengajaran, yakni menciptakan iklim belajar yang tepat, mengatur ruangan belajar, mengelola interaksi belajar mengajar,
5.      Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan, yakni menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran, menilai proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.
c.       Kemampuan dan keterampilan serta sertifikat
1.      Kemampuan
Untuk menjadi profesional, seorang guru dituntut memiliki minimal lima hal sebagai berikut :
a)      Mempunyai komitmen pada peserta didik dan proses belajarnya.
b)      Menguasai secara mendalam bahan atau mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada peserta didik.
c)      Bertanggung jawab memantau hasil belajar peserta didik melalui berbagai cara evaluasi.
d)     Mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan cara belajar dari pengalamannya.
e)      Seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
2.      Keterampilan
Thursthoen dalam Walgito (1990: 108) menjelaskan bahwa, sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Berkowitz, dalam Azwar (2000:5) menerangkan sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. 
Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu.
Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sikap adalah kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek.
3.      Sertifikat
Untuk mendapatkan pengakuan atas keprofesionalannya, maka seorang tenaga pengajar dapat mengikuti sertifikasi. Sertifikasi dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikasi di sini dapat diartikan sebagai usaha pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Sertifikasi adalah uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
Sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi profesional. Oleh karena itu, proses sertifikasi dipandang sebagai bagian yang esensial dalam rangka memperoleh sertifikat kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Representasi pemenuhan standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam sertifikasi adalah sertifikat kompetensi pendidik.
Proses sertifikasi guru menuju profesionalisasi pelaksanaan tugas dan fungsinya harus dibarengi dengan kenaikan kesejahteraan guru, sistem rekruitmen guru, pembinaan, dan peningkatan karir guru. Kesejahteraan guru dapt diukur dari gaji dan insentif yang diperolehnya. Gaji guru di Indonesia ini masih relatif rendah jika dibandingkan dengan negara lain di dunia. Rendahnya tunjangan kesejahteraan guru bisa mempengaruhi kinerja guru, semangat pengabdian, dan juga upaya mengembangkan profesionalismenya.
Menumbuhkembangkan kesadaran guru terhadap kode etik sebagai guru profesional, serta mencintai tugasnya, dan bertanggung jawab untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya.
Pengembangan karir guru terkait dengan profesionalisme dan daya tarik jabatan guru memerlukan kebijakan sebagai berikut:
1.      Menumbuhkembangkan kesadaran guru terhadap kode etik sebagai guru profesional, serta mencintai tugasnya, dan bertanggung jawab untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya.
2.      Menyederhanakan prosedur dan penilaian kenaikan jabatan fungsional guru, dan sedapat mungkin masyarakat dapat dimintai pendapatnya, agar hasilnya lebih objektif.
3.      Beban yang tidak terkait dengan fungsi dan tugas guru sebaiknya dihilangkan, karena akan mengganggu perhatian guru terhadap tugasnya.
4.      Pengangkatan kepala sekolah perlu dilakukan melalui seleksi yang ketat dan adil, mempertimbangkan latar belakang mental dan prestasi kerja, serta melibatkan orang tua murid dan masyarakat yang tergabung dalam komite sekolah atau madrasah.
5.      Pengawasan kepada semua jenjang pendidikan harus dilaksanakan secara teratur, terkendali, dan terus menerus dengan menggunakan paradigma penilaian yang akademik.
Uji sertifikasi dengan uji kompetensi dan diklat, keduanya sama-sama bertujuan untuk membentuk seorang guru atau calon guru yang profesional, yang mengabdikan diri sepenu hati demi tercapainya tujuan pendidikan nasional.

b. Hubungan antara etika, kode etik dan fungsi kode etik profesi guru dan kaitannya dengan organisasi profesi guru
      Etika pada dasarnya merupakan sesuatu yang berada dalam diri manusia atau sekelompok yang diyakini benar. Bersumber dari pengetahuan, pengalaman, dan kebiasaan itulah etika berasal. Etika dalam kehidupan sehari-harinya merupakan landasan atau alasan untuk bertindak sesuatu. Etika merupakan sebuah “peraturan” yang mengikat namun tidak sekuat hukum karena tidak memiliki sanksi tegas dan beberapa bersifat tertulis. Etika dibuat oleh sekelompok orang tertentu dimana kepatuhan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat, maka masyarakat dituntut harus sadar patuh etika.
Kode etik merupakan sebuah peraturan yang tertulis, mengikat, dan memiliki sanksi. Berbeda dengan hukum yang berlaku untuk seluruh masyarakat, kode etik hanya mengikat pada sekelompok profesional tertentu saja. Ada beberapa ketentuan sebuah kelompok dapat dikatakan profesional :
1. Harus ahli dalam bidang tertentu.
2. Bertanggung jawab atas keahlian tersebut.
3. Kesejawatan yaitu kelompok tersebut terdiri dari anggota yang memiliki keahlian yang sama dan tujuan yang sama.
Adapun contoh kelompok profesional adalah ikatan dokter gigi, ikatan wartawan, ikatan psikolog, ikatan dokter, ikatan pengacara hingga kelompok mafia kejahatan yang terorganisasi. Kode etik pasti tertulis dan memiliki sanksi yang tegas seperti dikeluarkan dari ikatan profesi, larangan untuk melakukan profesinya dan lain-lain.
Kemudian hubungan antara etika dan kode etik, hubungannya adalah tujuaan dimana keduanya berusaha agar seluruh masyarakat bertanggung jawab akan apa saja yang dilakukannya. Bila dibayangkan jika di masyarakat tidak ada etika dan kode etik, tentunya masyarakat tidak akan memiliki pegangan untuk bermasyarakat dan cenderung tidak bertanggung jawab dalam bertindak. Terakhir dapat disimpulkan bahwa etika dan kode etik sangat memiliki peranan penting dalam menjaga keteraturan sosial (social order) disamping hukum dan norma.
Pada dasarnya, kode etik dapat berfungsi ganda, yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan Gibson dan Mitchel (dalam Djam’an Satori, dkk., 2008: 5.4) mengemukakan bahwa fungsi kode etik lebih menekankan pada pentingnya kode etik tersebut sebagai pedoman pelaksanaan tugas professional anggota suatu profesi dan pedoman bagi masyarakat pengguna suatu profesi dalam meminta pertanggungjawaban jika ada anggota profesi yang bertindak di luar kewajaran sebagai seorang professional.
Bigs dan Blocher (dalam Djam’an Satori, dkk., 2008: 5.4) mengemukakan tiga fungsi kode etik, yaitu :
1.        To protect a profession from government interference (melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah).
2.        To prevent internal disgreements within a profession (mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi).
3.        To protect practitioners in cases of alleged malpractice (melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.
Sutan Zanti dan Syahmiar Syahrun (dalam Djam’an Satori, dkk., 2008: 5.5) mengemukakan empat fungsi kode etik guru bagi guru itu sendiri, yaitu.
1.        Agar guru terhindar dari penyimpangan melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, karena sudah ada landasan yang digunakan sebagai acuan.
2.        Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja, masyarakat, dan pemerintah.
3.        Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab pada profesinya.
4.        Pemberi arah dan petunjuk yang benar kepada mereka yang menggunakan profesinya dalam melaksanakan tugas.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kode etik guru memiliki fungsi sebagai berikut :
1.    Sebagai perlindungan
Fungsi kode etik sebagai perlindungan bagi guru yaitu untuk melindungi pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
2.    Sebagai pedoman
Fungsi kode etik sebagai pedoman bagi guru yaitu agar guru terhindar dari penyimpangan dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, karena sudah ada landasan yang digunakan sebagai acuan.
3.    Sebagai pengembangan
Fungsi kode etik sebagai pengembangan yaitu agar guru mampu mengembangkan potensi-potensi dan sikap-sikap yang dimiliki sehingga mutu pengabdian kepada masyarakat menjadi semakin meningkat.
Kode etik guru sesungguhnya merupakan pedoman yang mengatur hubungan guru dengan teman sejawat, peserta didik, orang tua peserta didik, pimpinan, masyarakat, dan dengan misi tugasnya. Jalinan hubungan tersebut diatur oleh kode etik.
Etika hubungan guru dengan teman sejawat menuntut perilaku yang kooperatif, mempersamakan, dan saling mendukung. Misalnya, ketika seorang guru mempunyai murid yang mengalami kesulitan belajar, yang tingkat kesulitannya di luar batas kemampuan guru itu, maka guru tersebut mengonsultasikannya kepada guru lain.
Etika hubungan guru dengan peserta didik menuntut terciptanya hubungan berupa helping relationship (Brammer dalam Djam’an Satori, dkk., 2008: 5.6), yaitu hubungan yang bersifat membantu dengan mengupayakan terjadinya iklim belajar yang kondusif bagi perkembangan peserta didik. Hubungan ini ditandai oleh adanya perilaku empati, penerimaan dan penghargaan, kehangatan dan perhatian, keterbukaan, dan ketulusan, serta kejelasan ekspresi seorang guru.
Etika hubungan guru dengan pimpinan di sekolah menuntut adanya saling mempercayai. Guru percaya bahwa pimpinan sekolah memberi tugas yang dapat dikerjakannya dan setiap pekerjaan yang dilakukan pasti ada imbalannya. Sebaliknya, pimpinan sekolah/ madrasah mempercayakan suatu tugas kepada guru karena keyakinannya bahwa guru tersebut akan mampu melaksanakan tuganya dengan sebaik mungkin. Dalam hubungan guru dengan pimpinan tersebut yang terpenting adanya pengertian dari kedua belah pihak atas konsekuensi dari beban kerja tersebut.
Hubungan dengan fungsi kode etik profesi guru :
1.      Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
a.       Guru menghormati hak individu, agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dari anak didiknya masing – masing.
b.      Guru menghormati dan membimbing kepribadian anak didiknya.
c.       Guru menyadari bahwa intelegensi, moral dan jasmani adalah tujuan utama pendidikan.
d.      Guru melatih anak didik memecahkan masalah-masalah dan membina daya kreasinya agar dapat menunjang masyarakat yang sedang membangun
e.       Guru membantu sekolah dalam usaha menanamkan pengetahuan, keterampilan kepada anak didik.
       Kode Etik diatas menanamkan pengertian pada kita bahwa peserta didik harus dilihat secara utuh. Sub etik a sampai e bermaksud menterjemahkan apa yang dimaksud dengan seutuhnya itu. Sikap guru yang paling pertama sekali adalah melihat peserta didik sebagai suatu keutuhan yang berdiri sendiri, bukan sebagai seorang yang tergantung dan digantungkan pada orang lain. Karena ia kita lihat seutuhnya sebagai individu, secara etis guru harus menghormati hak individunya, sebagai mana kita ingin dihormati hak individu kita. Pilihan agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan salah satu hak individu peserta didik yang harus kita hormati.
       Pada Sub etik b, memberi tekanan pada kepribadian peserta didik dan upaya pembimbingannya. Menghargai hak individu, berarti menghargai kepribadian peserta didik karena kepribadian merupakan penampilan yang bulat (seutuhnya) dari seorang individu. Kepribadian itu tumbuh dan berkembang melalui perpaduan dari berbagai hal yang dibawa sejak lahir, pengalaman dan pendidikan. Dalam perkembangan itulah peserta didik membutuhkan bantuan kepribadian. Sub etik c, mengemukakan beberapa aspek penting dari peserta didik, yaitu intelegensi (kecerdasan), moral dan jasmani.
2.      Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai kebutuhan anak didik masing masing.
a.       Guru menghargai dan memperhatikan perbedaan dan kebutuhan anak didiknya masing masing.
b.      Guru hendaknya fleksibel di dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing masing.
c.       Guru memberi pelajaran didalam dan diluar sekolah berdasarkan kurikulum dan berlaku secara baik tanpa membedakan jenis dan posisi sosial orang tua murid.
      Etika ini memberi arah secara umum bahwa guru harus memiliki kejujuran profesional yaitu jujur melihat profesinya sebagai guru. Bertitik tolak dari kejujuran profesional, apa yang mesti dilakukan guru terhadap peserta didik, sehubungan dengan kurikulum. Kurikulum itu bersifat umum, sedangkan peserta didik berbeda beda, berbeda kemampuannya juga berbeda kebutuhannya. Jika kita jujur, maka kita akui bahwa peserta didiklah yang pokok, dan bila kita jujur, maka kita akui bahwa kurikulum itu harus disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan tiap-tiap peserta didik, karena peserta didiklah substansinya, bukan guru atau kurikulum. Guru dan kurikulum itu ada karena ada peserta didik. Jika peserta didik itu tidak ada, maka guru dan kurikulum tidak akan ada. Sub etik c memperingatkan kita pada kejujuran profesional dalam memperlakukan pesertadidik secara adil. Terlalu sering kita dipengaruhi oleh kenyataan duniawi. Status sosial ekonomi orang tua, ras, suku dan agama dapat membiaskan perlakuan adil guru terhadap peserta didik.
       Profesi guru menuntut untuk tidak menghiraukan perbedaan-perbedaan tersebut. Guru harus melihat dan memperlakukan tiap peserta didik sama dengan tidak memihak kepada kenyataan kenyataan tersebut.
3.      Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala penyalahgunaan.
a.       Komunikasi guru dan anak didik didalam dan diluar sekolah dilandaskan pada rasa kasih sayang.
b.      Untuk berhasilnya pendidikan, guru harus mengetahui kepribadian anak dan latar belakang keluarganya. Komunikasi hanya diadakan semat-mata untuk kepentingan pendidikan anak didik.
      Jabatan guru memang jabatan yang melibatkan komunikasi, komunikasi dengan peserta didik, orang tua siswa dan masyarakat sekitar sekolah. tujuannya adalah memperoleh informasi tentang pesertadidik. Informasi yang kita peroleh merupakan rahasia peserta didik. Karena itu, kita sebagai guru harus menghormati dan menjaga kerahasiannya serta menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan. Pencarian informasi itu semata mata untuk menolong pesertadidik itu sendiri, agar kita dapat memperlakukan mereka  sesuai dengan kepentingannya. Informasi itu dapat berupa keterangan tentang jati diri, latar belakang keluarga, riwayat pendidikan, minat, bakat, cita-cita dan lain lain.
      Sub etik a menyatakan bahwa komunikasi guru – siswa , didalam dan diluar sekolah dilandaskan pada rasa kasih sayang. Secara pribadi saya lebih suka menggunakan istilah “cinta”karena makna “cinta” lebih dalam dari kasih sayang. Guru mesti memiliki rasa cinta pada peserta didiknya, sabab kalau tidak, apa yang terjadi sudah dapat diramalkan. Ibarat orang yang sedang bekerja tetapi tidak mencintai pekerjaannya. Dapat ia bekerja dengan baik? Kecintaan guru terhadap peserta didik identik dengan kecintaan dokter pada pasiennya. Kalau dokter memberikan obat, memberikan harapan pada pasien, semata mata supaya pasiennya itu cepat sembuh. Begitu juga guru, upaya apapun yang dilakukan, semata mata demi perkembangan optimal peserta didiknya.
4.      Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid dengan sebaik baiknya bagi kepentingan anak didiknya.
a.       Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah sehingga anak didik betah berada dan belajar di sekolah.
b.      Guru menciptakan hubungan baik dengan orang tua sehingga terjalin pertukaran informasi timbal balik untuk kepentingan anak didik.
c.       Guru senantiasa menerima kritik dengan dada lapang setiap kritik
d.      Membangun yang disampaikan orang tua murid / masyarakat terhadap kehidupan sekolahnya.
      Etik yang ke 4 ini mengingatkan guru pada penerapan kompetensi sosial. Guru wajib menciptakan iklim sekolah yang kondusif sehingga peserta didik tidak ada keinginan untuk pulang sebelum waktunya.
      Peserta didik merasa aman dan nyaman disekolah. Untuk maksud ini, guru mesti bersikap akrab dan hangat terhadap peserta didik. Pemberian penguatan kepada peserta didik perlu diperbanyak dan berusaha menghindari pemberian hukuman. Sikap akrab dan hangat itu tidak saja terhadap siswa, tetapi juga erhadap sejawat dan orang tua siswa.
      Sub etik c menghendaki guru untuk menerima kritik yang membangun dari orang tua siswa / masyarakat dengan dada lapang. Sebagai guru selain terbuka menerima kritik dari orang lain, juga harus mau mengkritik diri sendiri, kekurangan kekurangan apa yang ada dalam dirinya, kemudian berusaha mengatasi kekurangan kekurangan tersebut. Dengan begitu guru akan memperoleh kemajuan dalam pelaksanaan tugasnya.

5.      Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
a.       Guru memperluas pengetahuan masyarakat mengenai profesi keguruan.
b.      Guru menyebar dan merumuskan program – program pendidikan kepada dan dengan masyarakat sekitarnya, sehingga sekolah tersebut berfungsi sebagai pusat pembinaan dan pengembangan kebudayaan di tempai itu.
c.       Guru harus berperan agar dirinya dan sekolahnya dapat berfungsi sebagai  unsur pembaharuan bagi kehidupan dan kemajuan daerahnya.
d.      Guru turut bersama sama masyarakat sekitarnya didalam berbagai aktifitas.
e.       Guru mengusahakan terciptanya kerja sama sebaik baiknya antara sekolah, orang tua murid dan masyarakat bagi kesempurnaan usaha pendidikan atas dasar kesadaran bahwa pendidikan merupakan tanggungjawab bersam antara pemerintah, orang tua dan masyarakat.
      Etik ke 5 beserta sub sub etiknya merupakan rambu rambu dalam menjalin hubungan kerja sama dengan masyarakat sekitar sekolah.  Sekolah melibatkan masyarakat dalam merumuskan program programnya, sebaliknya guru juga turut serta dalam kegiatan kegiatan di masyarakat. Kerta sama itu bertujuan agar sekolah dapat berfungsi sebagai agen pembaharuan. Sekolah menjadi tempat pembinaan dan pengembangan budaya masyarakat. Masyarakat memperoleh kemajuan berkat adanya sekolah tersebut.
6.      Guru secara sendiri sendiri dan atau bersama sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesionalnya.
a.       Guru melanjutkan studinya dengan :
1.    Membaca buku buku.
2.    Mengkuti workshop / seminar, konfrensi dan pertemuan pertemuan pendidikan dan keilmuan lainnya.
3.    Mengikuti penataran
4.    Mengadakan kegiatan kegiatan penataran.
b.    Guru selalu berbicara, bersikap dan bertindak sesuai dengan martabat profesinya.
Etika ini menghendaki guru memiliki sikap terbuka untuk peningkatan kemampuan profesionalnya. Dunia pendidikan atau keguruan memiliki karakteristik bahwa ia berkembang sesuai dengan tuntutan tuntutan baru. Coba Anda perhatikan, Hampir setiap 10 tahun kurikulumberubah mengikuti perkembangan zaman. Adanya tuntutan tuntutan baru, persyaratan menjadi guru SD juga berubah,  yang semula minimal SPG berubah menjadi D2 PGSD dan sekarang minimal S1 PGSD. Apa yang dianggap memadai untuk saat ini belum tentu memadai di kelak kemudian hari.
7.      Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun didalam hubungan keseluruhan.
a.       Guru senantiasa saling bertukar informasi, pendapat, saling menasehati dan bantu membantu satu sama lain baik dalam hubungan kepentingan pribadi maupun dalam hubungan tugas profesi.
b.      Guru tidak melakukan tindakan tindakan yang merugikan nama baik rekan - rekan seprofesinya dan menunjang martabat guru baik secara pribadi maupun secara keseluruhan.
Etik ke 7 ini mengatur hubungan antara sesama anggota profesi atau hubungan antar teman sekerja, baik hubungan kerja maupun hubungan yang bersifat pribadi. Hubungan kerja dan hubungan pribadi ini, perlu dikembangkan kearah hubungan kekeluargaan, sehingga setiap individu merasakan dirinya sebagai anggota sebuah keluarga. Jika ini dapat diwujudkan maka pertukaran informasi, pendapat akan menjadi lancar. Begitu pila sikap bantu membantu, nasehat menasehati akan terwujud dengan baik karena setiap anggota merasa teman sekerja itu adalah saudaranya. Sebagai saudara tentu akan saling melindungi, saling menjaga nama baik saudaranya, sehingga tidak akan terjadi tindakan tindakan yang merugikan sesamanya.
8.    Guru secara bersama sama memelihara , membina dan meningkatkan organisasi guru profesional sebagai sarana pengabdiannya.
a.       Guru menjadi anggota dan membantu organisasi guru yang bermaksud membina profesi dan pendidikan pada umumnya.
b.      Guru senantiasa berusaha terciptanya persatuan diantara sesama pengabdian pendidikan.
c.       Guru senantiasa berusaha agar menghindarkan diri dari sikap sikap, ucapan ucapan dan tindakan tindakan yang merugikan organisasi.
      Pokok etik ke 8 ini berkisar pada masalah organisasi profesional keguruan. Kiranya semua sependapat bahwa organisasi profesional bermaksud meningkatkan profesi anggota anggotanya. Dengan adanya organisasi profesi, anggota anggota dapat dipelihara sehingga keseluruhan korps dapat terjaga mutu serta peningkatannya.
      Guru sebagai anggota organisasi profesional, sudah selayaknya berusaha menciptakan persatuan diantara sesama serta menghindarkan diri dari sikap sikap, ucapan ucapan dan tindakan tindakan yang merugikan organisasi.
9.    Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
      Sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) guru adalah aparat pemerintah, karena itu sudah selayaknya melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang pendidikan.
      Berikut ini rumusan kode Etik Guru Indonesia keputusan konggres PGRI ke XIII yang berlangsung tanggal 21 – 25 Nopember 1973.
Kaitan dengan organisasi profesi guru
Fungsi dari kodek etik profesi sendiri adalah
1.      Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan.Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesimampu mengetahui suatu hal yang boleh dia lakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
2.      Kode etik profesi merupakan sarana kontrol social bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja (kalangan social).
3.      Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.
     Sesuai dengan hakikat profesi dan ciri-cirinya, dapatlah diterima bahwa jabatan kependidikan / keguruan merupakan suatu profesi. Pekerjaan sebagai guru muncul dari kepercayaan masyarakat dan mengabdikan diri pada masyarakat. Pekerjaan itu menuntut keterampilan tertentu yang dipersiapkan melalui proses pendidikan dan latihan yang relatif lama, serta dilakukan dalam lembaga tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan.

Tugas ini disusun untuk memenuhi :
Mata Kuliah : Pembelajaran PKN di SD
Dosen : Dirgantara Wicaksono, M.Pd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar