A. Diksi
1. Pengertian Diksi atau Pilihan Kata
Diksi adalah ketetapan pilihan kata, gaya bahasa,
ungkapan-ungkapan pengarang untuk mengungkapkan sebuah cerita. Penggunaan ketepatann
pilihan kata ini dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan
kemampuan mengetahui, memahami, menguasai dan menggunakan sejumlah kosa kata
secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mapu
mengomunikasikannya secara efektif kapada pembaca dan pendengarnya. Indikator ketepatan kata
ini, antara lain:
1)
Mengomunikasikan gagasan berdasarkan pilihan kata yang
tepat dan sesuai berdasarkan kaidah bahasa Indonesia.
2)
Menghasilkan komunikasi puncak (yang paling efektif)
tanpa salah penafsiran atau salah makna.
3)
Menghasilkan respon pembaca atau pendengar sesuai
dengan harapan penulis atau pembicara.
4)
Menghasilkan target komunikasi yang diharapkan.
Selain pilihan kata yang tepat, efektivitas komunikasi menurut persyaratan
yang harus dipenuhi oleh penggunga bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang
sesuai dengan tuntutan komunikasi. Syarat-syarat ketetapan pilihan kata:
1)
Membedakan makna denotasi dan konotasi dengan cermat,
denotasi yaitu kata yang bermakna lugas dan tidak bermakna ganda. Sedangkan
konotasi dapat menimbulkan makna yang bermcam-macam, lazim digunakan dalam
pergaulan, untuk tujuan estetika, dan kesopanan.
2)
Membadakan secara cermat makna kata yang hamper
bersinonim, misalnya: adalah, ialah,
yaitu, merupakan, dalam pemakainnya berbeda-beda.
3)
Membedakan maksna kata secara cermat, kata yang miirip
ejaannya, misalnya: inferensi
(kesimpulan) dan interferensi (saling
mempengaruhi), sarat (penuh) dan syarat (ketentuan)
4)
Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif
berdasarkan pendapat sendiri, jika pemahaman belum dapat dipastikan, pemakai
kata harus menemukan makna yang tepat dalam kamus, misalnya: modern sering diartikan secara subjektif
canggih menurut kamus modern berarti terbaru atau mutakhir; canggih berarti banyak cakap, suka menggangu, banyak mengetahui, bergaya intelektual.
5)
Menggunakan imbuhan asing (jika doperlukan) harus
mengetahui maknanya secara tepat, misalnya: dilegalisir
seharusnya dilegalisasi, koordinir seharusnya koordinasi.
6)
Menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susuna
(pasangan) yang benar, misalnya: sesuai
bagi seharusnya sesuai dengan.
7)
Menggunakan kata umum dan kata khusus, secara cermat .
umtuk mendapatkan pemahaman yang spesifik karangan ilmiah sebaiknya menggunakan
kata khusus, misalnya: mobil (kata
umum) corolla (kata khusus, seda
buatan Tokyo).
8)
Menggunakan kata yang berubah makna dengna cermat,
misalnya: isu (berasal dari kata
inggris issue berarti publikasi, kesudahan, perkara), isu
(dalam bahasa Indonesia berarti kabar
yang tidak jelas asal-usulnya, kabar angina, desas-desus).
9)
Menggunakan dengan cermat kata bersinonim, misalnya:
pria dan laki-laki, saya dan aku, serta buku dan kitab;
berhomofoni,misalnya: bang dan bank, ke tahanan dan ketahanan;
dan berhomografi, misalnya: apel buah
dan apel upacara, buku ruas dan buku kitab.
10)
Menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara
cermat, kata abstrak konseptual, misalnya: pendidikan,
wirausaha, dan pengobatan modern.
Kata konkret atau kata khusus, misalnya: mangga,
sarapan, dan berenang.
2. Syarat-Syarat Pemilihan Kata
a) Makna Denotatif dan Konotatif
Denotatif adalah makna
wajar yang sesuai dengan apa adanya.
Contohnya : makan
bermakna memasukkan sesuatu ke dalam mulut, dikunyah dan ditelan. Makna kata
makan seperti ini adalah makna denotatif.
Konotatif adalah makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial pribadi
dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Makna
konotatif tidak tetap.
Contohnya: kamar kecil mengacu pada kamar yang kecil (denotatif), tetapi kamar kecil
berarti jamban (konotatif)
b) Kata Konkrit dan Kata Abstrak
Kata yang acuannya semakin
mudah diserap oleh panca indra disebut kata konkrit.
Contoh:
lemari, kursi, mobil, tampan.
Jika acuannya sebuah
kata tidak mudah diserap pancaindra, edangkan kata abstrak adalah kata yang
acuannya sulit diserap oleh pancaindra. Misalnya perdamaian, gagasan. Kegunaan kata abstrak untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak dapat
membedakan secara halus antara gagasan yang bersifat teknis dan khusus.
Pemakaian kata abstrak yang banyak pada suatu karangan akan menjadikan karangan
tersebut tidak jelas dalam menyampikan gagasan penulis.
c) Kata Umum dan Kata Khusus
Kata umum adalah kata
yang acuannya lebih luas. Kata khusus adalah kata yang acuannya lebih sempit atau khusus. Misalnya ikan termasuk
kata umum, sedangkan kata khusus dari ikan adalah mujair, lele, gurami, gabus,
koi. Contoh lainnya misalnya
lele dapat menjadi rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara.
d) Sinonim, Homofon dan Homograf
Sinonim ialah persamaan
makna kata. Artinya dua kata atau lebih yang berbeda bentuk, ejaan, dan
penguacapannya, tetapi bermakna sama.
Contoh: wanita bersinonim dengan perempuan.
Homofon adalah kelompok kata yang mempunyai
kesamaan bunyi, tetapi tulisan berbeda dan maknanya pun berbeda
Contoh : Bank (tempat menyimpan uang), Bang (kakak)
Homograf adalah kelompok kata yang memepunyai
kesamaan huruf tetapi pengucapannya berbeda dan meknanya berbeda
Contoh : Teras (inti –e keras) dan Teras
(beranda rumah –e lemah)
Perhatikan contoh kata
bersinonim berikut:
a. Hamil, bunting
b. Hasil, produksi,
prestasi, keluaran
c. Kecil, mikro, minor,
mungil
d. Korupsi, mencuri
e. Strategi, teknik,
taktik, siasat, kebijakan
f.
Terminal, halte,
perhentian, stasiun, pangkalan, pos
Ketidakmungkinan
menukar sebuah kata dengan kata lain yang bersisonim disebabkan oleh beberapa
alasan: waktu, tempat, kesopanan, suasana batin, dan nuansa makna. Perhatikan
contoh berikut:
a. Kesopanan, misalnya:
saya, aku
b. Nuansa makna, misalnya:
melihat, melirik, melotot penginapan, hotel, motel, losmen.
c. Waktu, misalnya: pasar hampir bersinonim dengan konsumen atau pelanggan. Pasar pada masa
lalu berarti tempat orang berjual-beli, sedangkan pasar pada situasi masa sekarang, mengalami perluasan bukan hanya
tempat berjual-beli, tetapi juga berarti pemakai
produk, konsumen, atau pelanggan.
Dua kata bersinonim
atau hamper bersinonim tidak digunakan dalam sebuah frasa. Perhatkan contoh
berikut:
·
Kucing adalah
merupakan binatang buas (salah)
Kucing adalah binatang buas (benar)
Kucing merupakan binatang buas (benar)
·
Kepada Yth. Bapak Nurhadi (salah)
Kepada Bapak Nurhadi (benar)
Yth. Bapak Nurhadi (benar)
e) Kata Ilmiah dan Kata Populer
Kata ilmiah merupakan
kata-kata logis dari bahasa asing yang dapat diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Kata-kata ilmiah biasa
digunakan oleh kaum pelajar dalam berkomunikasi maupun dalam tulisan-tulisan
ilmiah seperti karya tulis ilmiah, laporan ilmiah, skripsi, tesis,
desertasi.Selain itu digunakan pada acara-acara resmi. Kata popular adalah kata
yang biasa digunakan dalam komunikasi sehari-hari masyarakat umum.
Berikut adalah contoh
dari kata-kata tersebut.
Kata Ilmiah:
Kata Popular:
Analogi
Kiasan
Final
Akhir
Diskriminasi
Perbedaan Perlakuan
Prediksi
Ramalan
Kontradiksi
Pertentangan
Format
Ukuran
Anarki
Kekacauan
Biodata
Biografi
Singkat
Bibliografi
Daftar Pustaka
3.
Kesesuaian Kata
Selain ketepatan pilihan kata itu, pengguna bahasa harus pula memperhatikan
kesesuaian kata agar tidak merusak makna, suasana dan situasi yang hendak
ditimbulka, atau suasana yang sedang berlangsung.
Syarat kesesuaian kata:
1)
Menggunakan ragam baku dengan cermat dan tidak
mencampuradukkan penggunaannya dengan kata tidak baku yang hanya digunakan
dlaam pergaulan, misalnya: hakikat (baku),
hakekat (tidak baku), konduite (baku), kondite (tidak baku).
2)
Menggunakan kata yang berhubungan dengan nilai social
dengan cermat, misalnya: kencing
(kurang sopan), buang air kecil (lebih
sopan), pelacur (kasar), tunasusila (lebih halus)
3)
Menggunakan kata berpasangan (idiomatik) dan
berlawanan berlawanan makna dengan cermat, misalnya: bukan hanya…tetapi juga (salah), tidak hanya…tetapi juga (benar) (benar).
4)
Menggunakan kata dengan nuansa tertentu, misalnya: berjalan lambat, dan merangkak, merah darah, merah hati.
5)
Menggunakan kata ilmiah untukpenulisan karangan
ilmiah, dan komunikasi nonilmiah (surat-menyurat, diskusi umum), menggunakan
kata popular, misalnya: argumentasi
(ilmiah), pembuktian (popular)
6)
Menghindarkan penggunaaan ragam lisan (pergaulan)
dalam bahasa tulis, misalnya: tulis,
baca, kerja (bahasa lisan), menulis,menuliskan, membaca, membacakan, bekerja , mengerjakan,
dikerjakan (bahasa tulis).
Ketepatan kata terkait dengan konsep, logika, dan gagasan yang hendak ditulis dalam karangan.
Ketepatan itu menghasilkan kepastian makna. Sedangkan kesesuaian kata
menyangkut kecocokan antara kata yang dipakai dengan situasi yang hendak
diciptakan sehingga tidak mengganggu suasana batin, emosi, atau psikis antara
penulis dan pembacanya, pembicara dengan pendengarnya. Misalnya: keformalan,
keilmiahan, keprofesionalan, dan situasi tertentu yang hendak diwujudkan oleh
penulis. Oleh karena itu, untuk menghasilkan karangan berkualitas, penulis
harus memperhatikan ketepatan dan kesesuaian kata.
Penggunaan kata dalam surat, profosal, laporan, pidato, diskusi ilmiah,
karangan ilmiah, dan lain-lain harus tepat dan sesuai dengan situasi yang
hendak diciptakan. Dalam karangan ilmiah, diksi dipakai untuk menyatakan sebuah
konsep, pembuktian, hasil pemikiran, atau solusi suatu masalah. Tegasnya, diksi
merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas sebuah karangan. Pilihan
kata yang tidak tepat dapat menurunkan kualitas karangan.
Memilih kata yang tepat untuk menyampaikan gagasan ilmiah menentukan
penguasaan :
1)
Keterampilan yang tinggi terhadap bahasa yang
digunakan
2)
Wawasan bidang ilmiah yang ditulis,
3)
Konsistensi penggunaan sudut pandang, istilah, baik
dalam makna maupun bentuk agar tidak menimbulkan salah penafsiran
4)
Syarat ketepatan kata
5)
Syarat kesesuaian kata.
Fungsi diksi:
1)
Melambangkan
gagasan yang diekspresikan secara verbal.
2)
Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat
resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.
3)
Menciptakan komunikasi yang baik dan benar.
4)
Menciptakan suasana yang tepat.
5)
Mencegah perbedaan penafsiran.
6)
Mencegah salah pemahaman.
7)
Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.
4.
Perubahan Makna
Bahasa berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat pemakainya. Pengembangan diksi
terjadi pada kata. Namun, hal ini berpengaruh pada penyusunan kalimat,
paragraph, dan wacana. Pengembangan tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
komunikasi. Komunikasi kreatif berdampak pada perkembangan diksi, berupa
penambahan atau pengurangan kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu, bahasa
berkembang sesuai dengan kualitas pemikiran pemakainya. Perkembangan dapat menimbulkan
perubahan yang mencakup perluasan, penyempitan, pembatasan, pe;emahan,
pengaburan, dan pergeseran makna.
Faktor penyebab perubahan makna:
1.
Kebahasaan
Perubahan makna yang ditimbulkan oleh faktor kebahasaan meliputi
perubahan intonasi, bentuk kata, dan bentuk kalimat.
a.
Perubahan intonasi adalah perubahan makna yang
diakibatkan oleh perubahan nada, irama, dan rekanan. Kalimat berita Ia makan. Makna berubah jika intonasi
kalimat diubah, misalnya: Ia makan? Ia
makan? Ia maakaaan. Perbedaan kalimat berikut ini diakibatkan oleh
perubahan intonasi.
Paman teman saya belum menikah.
Paman, teman saya belum menikah.
Paman, teman, saya belum menikah.
Paman, teman, saya, belum menikah.
b.
Perubahan struktur frasa: kaleng susu ( kaleng bekas tempat susu) susu kaleng (susu yang dikemas dalam kaleng), dokter anak (dokter spesialis penyakit anak) anak dokter (anak yang dilahirkan oleh orang tua yang menjadi
dokter)
c.
Perubahan bentuk kata adalah perubahan makna
yang ditimbulkan oleh perubahan bentuk.
tua (tidak muda) jika ditambah awalan ke- menjadi ketua, makna berubah menjadi pemimpin; sayang ( cinta) berbeda dengan penyayang
(orang yang mencintai) memukul (orang
yang memukul) berbeda dengan dipukul (orang yang dikenai pukulan).
d. Kalimat akan berubah makna jika strukturnya berubah. Perhatikan kalimat berikut
ini:
(1)
Ibu Rina menyerahkan
laporan itu lantas dibacanya.
(2)
Karena sudah diketahui
sebelumnya, satpam segera dapat meringkus pencuri itu.
Kalimat pertama: salah bentuk kata sehingga menghasilkan makna Ibu ratna dibaca setelah menyerahkan surat. (Aneh
bukan?) kesalahan terjadi pada kesejajaran bentuk kata menyerahkan dan diserahkan, seharusnya
menyerahkan dibentuk pasif menjadi diserahkan.
2. Kesejarahan
Kata perempuan pada zaman
penjajahan Jepang digunakan untuk menyebut perempuan penghibur. Orang
menggantinya dengan kata wanita. Kini
setelah orang melupakan peristiwa tersebut menggunakannya kembali, dengan
pertimbangan, kata perempuan lebih mulia
disbanding kata wanita.
Perhatikan penggunaan kata yang bercetak miring pada masa lalu dan
bandingkan degnan pemakaian pada masa sekarang.
Prestasi orang itu berbobot.
(sekarang berkualitas)
Prestasi kerjanya mengagumkan.
(Sekarang kinerja)
3. Kesosialan
Masalah social berpengaruh terhadapa perubahan makna. Kata gerombolan yang pada mulanya bermakna
orang berkumpul atau kerumunan. Kemudian kata itu tiak digunakan karena
berkonotasi dengan pemberontak, perampok, dan sebagainya.
Perhatikan kata-kata berikut:
Petani kaya disebut petani berdasi
Militer disebut baju hijat
Guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa
4.
Kejiwaan
Perubahan makna karena faktor kejiwaan ditimbulkan oleh pertimbangan:
a.
Rasa takut
b.
Kehalusan ekspresi
c.
Kesopanan
Misalnya pada masa Orde Baru, orang takut (khawatir) banyak utang (komersial) merupakan kinerja buruk bagi pemerintah,
kata tersebut diganti dengan bantuan
atau pinjaman . Padahal, utang (komersial) dan bantuan berbeda makna. Demikian pula,
kata korupsi diganti dengan menyalahgunakan jabatan.
Perhatikan contoh berikut:
a.
Tabu:
Pelacur disebut tunasusila atau penjaja seks komersial (PSK)
Germo disebut hidung belang
b. Kehalusan (pleonasme)
Bodoh disebut kurang pandai
Malas disebut kurang rajin
c. Kesopanan
Kekamar mandi disebut ke belakang
Sangat baik disebut tidakburuk
5.
Bahasa Asing
Perubahan makna karena faktor bahasa asing, misalnya: tempat orang terhormat diganti dengan VIP.
Perhatikan cotoh berikut ini:
Jalur kereta khusus disebut busway
Kereta api satu rel disebut monorel
6.
Kata Baru
Kreativitas pemakai bahasa berkembang terus sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut
memerlukan bahasa sebagai alt ekspresidan komunikasi. Kebutuhan tersebut
mendorong untuk menciptakan istilah baru bagi konsep baru yang ditemukannya,
misalnya: chip, server, download, website,
dvd dan, sebagainya.
B. Gaya Bahasa
1.
Pengertian Gaya Bahasa
Gaya bahasa atau majas adalah penggunaan kata kiasan dan perbandingan yang
tepat untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran dengan maksud tertentu. Gaya
bahasa berguna untuk menimbulkan keindahan dalam karya sastra atau dalam
berbicara.
2.
Jenis – Jenis Majas
- Gaya bahasa penegasan
Gaya bahasa penegasan terdiri dari beberapa jenis antara lain :
1.
Inversi adalah gaya
bahasa yang berupa susunan kalimat terbalik dari subjek-predikat menjadi predikat-subjek. Inversi disebut juga susun balik. Contoh: Indah benar pemandangannya
2.
Retoris adalah gaya bahasa berupa kalimat tanya yang tidak memerlukan
jawaban. Contoh: Bukankah tugas kalian masih banyak?
3.
Koreksio adalah gaya bahasa yang mengoreksi kata-kata yang dianggap salah
dengan kata-kata pembetulannya. Contoh : dia sedang tidur, oh ternyata sedang di
kamar kecil
4.
Repetisi adalah gaya bahasa dengan mengulang-ulang kata atau kelompok kata.
Repetisi sering digunakan dalam pidato. Contoh : kita harus berusaha, kita harus belajar, kita harus bisa sehingga kita
harus pintar.
5.
Paralelisme adalah gaya bahasa dengan pengulangan yang sering dipakai dalam
puisi. Paralelisme dapat dibedakan menjadi dua yaitu anafora dan epifora.
6.
Enomerasio adalah gaya bahasa yang menyebutkan beberapa peristiwa saling
berkaitan sehingga membentuk satu kesatuan. Contoh
: Bintang-bintang gemerlapan, rembulan
bersinar, angin berembus sepoi-sepoi, malam itu indah sekali.
7.
Klimaks adalah gaya
bahasa yang mengungkapkan beberapa hal secara berturut-turut semakin memuncak. Contoh: Sejak detik, menit, jam, dan hari ini saya tidak merokok lagi.
8.
Antiklimaks adalah gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal secara berturut-turut
semakin menurun. Contoh: Jangankan seribu, seratus, serupiah, bahkan sesen pun aku tidak
membawa uang.
9.
Asidenton adalah gaya
bahasa yang menjelaskan beberapa hal sederajat secara berturut-turut tanpa kata
penghubung. Contoh: Baju, celana, kaos, sarung, dan kaos kaki dicuci semuanya.
10. Polisidenton adalah gaya bahasa yang menjelaskan beberapa hal sederajat secara
berturut-turut dengan kata penghubung. Contoh: Buku cerita dan sepatu serta tas dibeli kakak untuk adik.
11. Pleonasme adalah gaya bahasa yang menggunakan
kata tambahan secara berlebihan. Contoh : Anak-anak
sedang turun ke bawah
12. Tautologi adalah gaya bahasa dengan pengulangan kata, kelompok kata, atau
sinonimnya. Contoh : Datang, datanglah malam ini juga wahai
sahabatku.
13. Praterito adalah gaya
bahasa yang menyembunyikan maksud agar ditebak oleh pembaca atau pedengarnya.
Contoh: Senang sekali bisa diterima kuliah di UGM. Kelak kalian dapat
merasakan sendiri
14. Elipsis adalah gaya bahasa yang menggunakan
kalimat elips (kalimat tidak lengkap). Contoh : Ayo,
tidur! (maksudnya : ayo, anak-anak tidur!)
15. Interupsi adalah gaya
bahasa yang menggunakan kata atau kelompok kata yang disisipkan untuk
menjelaskan sesuatu. Contoh : Buku ini, yang ku cari selama ini, yang kudapatkan
dari seorang teman.
16. Ekslamasio adalah gaya bahasa yang menggunakan kata seru. Yang termasuk kata seru di antaranya, yaitu
ah, aduh, amboi, astaga, awas, oh, wah. Contoh: awas,
ada anjing galak!
·
Gaya bahasa perbandingan
Gaya
bahasa perbandingan terdiri dari beberapa jenis antara
lain :
1.
Tropen adalah gaya
bahasa yang menggunakan kata atau istilah lain dalam istilah sejajar. Contoh :
pikirannya melambung tinggi (sejajar dengan memikirkan yang hebat-hebat)
2.
Simbolik adalah gaya
bahasa yang menggunakan perbandingan simbol (lambang) benda, binatang, atau
tumbuhan. Contoh: Lintah
darat harus dibasmi.
3.
Antonomasia adalah gaya
bahasa yang menggunakan kata (sebutan) tertentu untuk menggantikan nama orang
atau sebaliknya. Contoh: Kartini adalah Srikandi Indonesia.
4.
Alusio adalah gaya
bahasa yang menggunakan ungkapan, pribahasa, atau sampiran pantun secara lazim.
Contoh : petugas itu dijadikan kambing hitam.
5.
Eufimisme adalah gaya
bahasa yang menggunakan kata atau kelompok kata penghalus. Contoh: Ia sedang ke
kamar belakang (kamar belakang penghalus dari WC).
6.
Litotes adalah gaya
bahasa yang menggunakan kata berlawanan untuk merendahkan diri. Contoh: Ayo, mampir ke gubuk
kami (rumah)
7.
Hiperbola adalah gaya
bahasa yang menyatakan sesuatu secara berlebihan. Contoh: Tawanya menggelegar hingga membelah bumi.
8.
Perifrasis adalah gaya
bahasa yang menggunakan suatu kata atau kelompok kata dengan kata atau kelompok
kata lain. Contoh: Aku merasa senang dapat belajar di kota pelajar (Yogyakarta).
9.
Personifikasi adalah gaya
bahasa yang menggambarkan benda mati seolah-olah benda hidup atau bernyawa.
Contoh: Buih laut menjilat pantai.
10. Sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan sebagian, tetapi yang dimaksud
ialah seluruh bagian atau sebaliknya.
Sinekdoke
dibagi dua yaitu :
-
Pars Prototo adalah gaya
bahasa yang menyatakan sebagian, tetapi untuk seluruh bagian. Contoh: Setiap kepala harus membayar
uang dua ribu rupiah (setiap kepala : setiap orang)
-
Totem proparte adalah gaya
bahasa yang menyatakan seluruh bagian untuk sebagian. Contoh: Flu burung
menyerang Indonesia. (maksudnya penyakit flu burung menyerang beberapa orang Indonesia)
11. Metonimia adalah gaya bahasa yang menggunakan suatu nama barang, tetapi yang
dimaksud ialah benda lain. Contoh: Setiap hari aku
minum aqua (maksudnya adalah air minum)
12. Alegori adalah gaya bahasa yang membandingkan kehidupan manusia dengan
alam secara utuh. Contoh: Keduanya selamatlah sampai di pantai yang dituju. (maksudnya mencapai kehidupan yang bahagia)
13. Metafora adalah gaya bahasa yang mengunakan kata atau kelompok kata dengan
arti bukan sesungguhnya untuk membandingkan suatu benda dengan benda lainnya.
Contoh : si jantung hatinya telah pergi tanpa pesan (jantung hati :
kekasih).
14. Simile adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata perbandingan antara
lain seperti bak umpama, laksana, bagaikan. Contoh: Wajah kedua orang itu bagaikan pinang dibelah dua.
·
Gaya bahasa pertentangan
Gaya
bahasa perbandingan terdiri dari beberapa jenis antara
lain :
1.
Paradoks adalah gaya
bahasa yang mengandung dua pernyataan saling bertentangan, tetapi mengandung
kebenaran. Contoh: Hatinya bersedih dihari ulang tahunnya yang meriah ini.
2.
Antitesis adalah gaya bahasa yang
menggunakan paduan harta dengan arti bertentangan. Contoh: Kaya atau miskin sama dihadapan Tuhan.
3.
Anokronisme adalah gaya bahasa yang
pernyataannya tidak sesuai dengan peristiwa. Contoh: Kerajaan
Majapahit runtuh karena diserang Sriwijaya.
4.
Kontradiksio adalah gaya
bahasa yang mengandung pertentangan. Contoh: Semua pengunjung dilarang masuk kecuali petugas.
5.
Okupasi adalah gaya
bahasa yang mengandung pertentangan, tetapi diberi
penjelasan. Contoh: Dulunya ia anak bandel, tetapi sekarang ia baik.
·
Gaya bahasa sindiran
1.
Ironi adalah gaya
bahasa sindiran yang halus. Contoh: Harum benar bau badanmu, sudah dua hari kamu belum mandi.
2.
Sinisme adalah gaya
bahasa sindiran yang agak kasar. Contoh: Aku muak setiap melihat tampangnya.
3.
Sarkasme adalah gaya
bahasa sindiran yang sangat kasar. Contoh: Benar-benar
kamu badak.
4.
Antifrasis adalah gaya
bahasa ironi dengan kata atau kelompok kata yang berlawanan. Contoh: “Lihatlah si gendut ini”, ketika si kurus datang.
5.
Inuendo adalah gaya bahasa sindiran yang mengecilkan kenyataan sebenarnya. Contoh: Jangan heran bahwa ia menjadi kaya karena pelit.
·
Idiom dan ungkapan indiomatis
Idiom adalah
ungkapan bahasa yang artinya tidak secara langsung dapat dijabarkan dari
unsur-unsurnya, misalnya gulung tikar, adu domba, muka tembok, tidak boleh dipertukarkan susunannya menjadi tikar
gulung, domba adu, tembok muka karena tiga kelompok kata yang terakhir bukan idiom.
Kedua contoh kata dibawah ini belum idiomatik.
1.
Polisi
bertemu maling
2.
Berita
selengkapnya dibacakan Tiara Indrian.
Seharusnya:
1.
Polisi
bertemu dengan maling
2.
Berita
selengkapnya dibacakan oleh Tiara Indrian.
Jadi, dalam hal pemakaian kata ada kalanya kita perlu memperhatikan kata
berpasangan karena kedua kata itu secara bersama dapat menciptakan ungkapan indiomatik.
Sumber :
Tugas ini disusun untuk memenuhi :
Sumber :
Tugas ini disusun untuk memenuhi :
Mata Kuliah :
Pembelajaran PKN di SD
Dosen :
Dirgantara Wicaksono, M.Pd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar