1. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
Hak asasi
manusia (HAM) secara tegas di atur dalam Undang Undang No. 39 tahun 1999 pasal
2 tentang asas-asas dasar yang menyatakan “Negara Republik Indonesia mengakui
dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak
yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus
dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan,
kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.”
A.
Pengertian HAM menurut para ahli :
a.
John Locke
Hak Asasi
Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU
No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM). John Locke
menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang
Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
b.
Jack Donnely
Hak asasi
manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia.
Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau
berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya
sebagai manusia.
c.
Meriam Budiardjo
Berpendapat
bahwa hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh
dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat.
Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa,
ras, agama, kelamin dan karena itu bersifat universal
d.
Koentjoro Poerbapranoto ( 1976 )
Hak Asasi
adalah hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat
dipisahkan dari hakikatnya sehingga sifatnya suci.
e.
Jan Materson (dari komisi HAM PBB)
Dalam Teaching
Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin
Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang
tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Hak asasi
manusia dalam pengertian umum adalah hak-hak dasar yang dimiliki setiap pribadi
manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Ini berarti bahwa
sebagai anugerah dari Tuhan kepada makhluknya, hak asasi tidak dapat dipisahkan
dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Hak asasi tidak dapat dicabut oleh
suatu kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya, karena jika hal itu terjadi maka
manusia kehilangan martabat yang sebenarnya menjadi inti nilai kemanusiaan.
Walau
demikian, bukan berarti bahwa perwujudan hak asasi manusia dapat dilaksanakan
secara mutlak karena dapat melanggar hak asasi orang lain. Memperjuangkan hak
sendiri sampai-sampai mengabaikan hak orang lain, ini merupakan tindakan yang
tidak manusiawi. Kita wajib menyadari bahwa hak-hak asasi kita selalu
berbatasan dengan hak-hak asasi orang lain.
Hak asasi
manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap pribadi manusia secara
kodrati sebagai anugerah dari Tuhan, mencangkup hak hidup, hak
kemerdekaan/kebebasan dan hak memiliki sesuatu. Ruang lingkup HAM yang
merupakan dasar dari manusia yang senantiasa berubah menurut ukuran zaman dan
perumusannya.
B.
HAM menurut Piagam PBB tentang
Deklarasi Universal of Human Rights 1948, meliputi :
1.
Hak berpikir dan mengeluarkan
pendapat;
2.
Hak memilih sesuatu;
3.
Hak mendapatkan pendidikan dan
pengajaran;
4.
Hak menganut aliran kepercayaan atau
agama;
5.
Hak untuk hidup;
6.
Hak untuk kemerdekaan hidup;
7.
Hak untuk memperoleh nama baik;
8.
Hak untuk memperoleh pekerjaan;
9.
Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum.
C.
HAM menurut UU. No : 39 tahun 1999
1.
Hak untuk hidup;
2.
Hak berkeluarga;
3.
Hak mengembangkan diri;
4.
Hak keadilan;
5.
Hak kemerdekaan;
6.
Hak berkomunikasi;
7.
Hak keamanan;
8.
Hak kesejahteraan;
9.
Hak perlindungan.
D.
Ditinjau dari berbagai bidang, HAM
meliputi :
1.
Hak asasi pribadi (Personal Rights)
Yaitu hak pribadi yang meliputi
kemerdekaan bersikap, bertindak/bergerak, berpendapat, memeluk agama, dan
sebagainya.
2.
Hak asasi politik (Political Rights)
Yaitu hak untuk diakui sebagai warga negara. Misalnya :
memilih dan dipilih, hak berserikat dan hak berkumpul.
3.
Hak asasi ekonomi (Property Rights)
Yaitu hak asasi ekonomi yang
meliputi hak milik benda, membeli dan menjual, mengadakan janji dagang dan
sebagainya, tanpa campur tangan pemerintah secara berlebihan, kecuali peraturan
bea cukai, pajak dan pengaturan perdagangan pemerintahan.
4.
Hak asasi sosial dan kebuadayaan
(Sosial & Cultural Rights)
Yaitu hak masyarakat dan budaya yang
meliputi hak memilih pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan kebudayaan
yang di sukai dan mengamalkan dalam masyarakat.
Misalnya : mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan santunan, hak pensiun, hak mengembangkan kebudayaan dan hak
berkspresi.
5.
Hak untuk mendapatkan perlakuan yang
sama dalam hukum dan Pemerintah (Rights Of Legal Equality)
6.
Hak untuk mendapatkan perlakuan yang
sama dalam hukum.
2. Ciri dan Tujuan Hak Asasi
Manusia
Hak Asasi
Manusia pada dasarnya bersifat umum atau universal karena diyakini bahwa
beberapa hak yang dimiliki manusia tidak memiliki perbedaan atas bangsa, ras,
atau jenis kelamin. Dasar Hak Asasi Manusia adalah manusia berada dalam
kedudukan yang sejajar dan memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai macam
aspek untuk mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.
Berdasarkan
beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang ciri pokok
hakikat HAM, yaitu sebagai berikut :
a.
HAM tidak perlu diberikan, dibeli
ataupun diwarisi. HAM merupakan bagian dari manusia secara otomatis.
b.
HAM berlaku untuk semua orang tanpa
memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik , atau asal usul
social dan bangsanya.
c.
HAM tidak bisa dilanggar. Tidak
seorangpun mempunyai hak untuk melanggar dan membatasi orang lain.
Tujuan Hak Asasi Manusia :
a.
HAM adalah alat untuk melindungi
orang dari kekerasan dan kesewenang-wenangan.
b.
HAM mengenmbangkan saling menghargai
antar manusia.
c.
HAM mendorong tindakan yang
dilandasi kesadaran dan tanggung jawab untuk menjamin bahwa hak-hak orang lain tidak
dilanggar.
3. Perkembangan Pemikiran HAM di
Indonesia
UU Nomor 39
Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) memuat prinsip bahwa hak asasi
manusia harus dilihat secara holistik bukan parsial sebab HAM adalah Yang Maha
Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara hukun, Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Secara garis
besar perkembangan pemikiran HAM di indonesia dapat dibagi ke dalam dua periode, yaitu :
sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan sesudah kemerdekaan.
1.
Periode sebelum kemerdekaan
Perkembangan pemikiran HAM dalam
periode ini dapat dijumpai dam organisasi pergerakan sebagai berikut:
a.
Boedi Oetomo, dalam konteks
pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran
berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan
kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe
desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat
dan mengeluarkan pendapat.
b.
Perhimpunan Indonesia, lebih
menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri.
c.
Sarekat Islam, menekankan pada usaha
– usaha unutk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan
deskriminasi rasial.
d.
Partai Komunis Indonesia, sebagai
partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak – hak yang
bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.
e.
Indische Partij, pemikiran HAM yang
paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan
perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
f.
Partai Nasional Indonesia,
mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan.
g.
Organisasi Pendidikan Nasional
Indonesia, menekankan pada hak politik yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat,
hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan
di muka hukum serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara.
h.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan
juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu
pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan
pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak
persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk
berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
2.
Periode Setelah Kemerdekaan
Perdebatan tentang HAM terus
berlanjut sampai periode pasca kemerdekaan Indonesia: 1945-1950, 1950-1959,
1959-1966, 1966-1998, dan periode HAM Indonesia kontemporer (pasca orde baru).
a.
Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode awal
pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak untuk merdeka, hak kebebasan
untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan,serta hak kebebasan
untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Sepanjang periode ini, wacana
HAM bisa dicirikan pada:
1)
Bidang sipil politik, melalui:
Ø UUD 1945
(Pembukaan, pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Penjelasan pasal
24 dan 25 )
Ø Maklumat Pemerintah 01 November 1945
Ø Maklumat Pemerintah 03 November 1945
Ø Maklumat
Pemerintah 14 November 1945
Ø KRIS,
khususnya Bab V, Pasal 7-33
Ø KUHP Pasal
99
2)
Bidang Ekonomi, Sosial dan Budaya, melalui :
Ø UUD 1945
(Pasal 27, Pasal 31, Pasal 33, Pasal 34, Penjelasan Pasal 31-32)
Ø KRIS Pasal 36-40
b.
Periode 1950 - 1959
Periode 1950-1959 dikenal dengan
masa perlementer . Sejarah pemikiran HAM pada masa ini dicatat sebagai masa
yang sangat kondusif bagi sejarah perjalanan HAM di Indonesia.Sejalan dengan
prinsip demokrasi liberal di masa itu, suasana kebebasan mendapat tempat dalam
kehidupan politik nasional.Menurut catatan Bagir Manan, masa gemilang sejarah
HAM Indonesia pada masa ini tercermin pada lima indikator HAM:
1.
Munculnya partai-partai politik
dengan beragam ideologi.
2.
Adanya kebebasan pers.
3.
Pelaksanaan pemilihan umum secara
aman, bebas, dan demokratis.
4.
Kontrol parlemen atas eksekutif.
5.
perdebatan HAM secara bebas dan
demokratis.
Tercatat
pada periode ini Indonesia meratifikasi dua konvensi internasional HAM, yaitu :
Ø Konvensi
Genewa tahun 1949 yang mencakup perlindungan hak bagi korban perang, tawanan
perang, dan perlindungan sipil di waktu perang.
Ø
Konvensi tentang Hak Politik
Perempuan yang mencakup hak perempuan untuk memilih dan dipilih tanpa perlakuan
diskriminasi,serta hak perempuan untuk menempati jabatan publik.
c.
Periode 1959 - 1966
Periode ini merupakan masa
berakhirnya Demokrasi Liberal, digantikan oleh sistem Demokrasi Terpimpin yang
terpusat pada kekuasaan Presiden Soekarno. Demokrasi Terpimpin (Guided
Democrary) tidak lain sebagai bentuk penolakan presiden Soekarno terhadap
sistem Demokrasi Parlementer yang dinilainya sebagai produk barat. Menurut
Soekarno Demokrasi Parementer tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia
yang telah memiliki tradisinya sendiri dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Melalui sistem Demokrasi terpimpin
kekuasaan terpusat di tangan Presiden. Presiden tidak dapat di kontrol oleh
parlemen, sebaliknya parlemen di kendalikan oleh Presiden. Kekuasaan Presiden
Soekarno bersifat absolut, bahkan di nobatkan sebagai Presiden RI seumur hidup.
Akibat langsung dari model pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan
hak-hak asasi warga negara. Semua pandangan politik masyarakat diarahkan harus
sejalan dengan kebijakan pemerintah yang otoriter. Dalam dunia seni, misalnya
atas nama pemerintahan Presiden Soekarno menjadikan Lembaga Kebudayaan Rakyat
(lekra) yang berafeliasi kepada PKI sebagai satu-satunya lembaga seni yang
diakui. Sebaliknya, lembaga selain lekra dianggap anti pemerintah atau kontra
revolusi.
d.
Periode 1966 – 1998
Pada mulanya, lahirnya orde baru
menjanjikan harapan baru bagi Penegak HAM di Indonesia. Berbagai seminar
tentang HAM dilakukan orde baru. Namun pada kenyataanya, orde baru telah
menorehkan sejarah hitam pelanggaran HAM di Indonesia. Janji-janji orde baru
tentang pelaksanaan HAM di Indonesia mengalami kemunduran amat pesat sejak awal
1970-an hingga 1980-an.
Setelah mendapatkan mandat
konstitusional dari sidang MPRS, pemerintah Orde Baru mulai menunjukkan watak
aslinya sebagai kekuasaan yang anti HAM yang di anggapnya sebagai produk barat. Sikap anti
HAM Orde Baru sesungguhnya tidak berbeda dengan argumen yang pernah di
kemukakan Presiden Soekarno ketika menolak prinsip dan praktik Demokrasi
Parlementer, yakni sikap apologis dengan cara mempertentangkan demokrasi dan
Prinsip HAM yang lahir di barat dengan budaya lokal Indonesia. Sama halnya dengan
Orde Lama, Orde Baru memandang HAM dan
demokrasi bsebagai produk Barat yang individualistik dan bertentangan dengan
prinsip gotong royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia.
Di antara butir penolakan pemerintah Orde baru
terhadap konsep universal HAM adalah:
a.
HAM adalah produk pemikiran Barat
yang tudak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam
pancasila.
b.
Bangsa Indonesia sudah terlebih
dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945
yang lahir lebih lebih dahulu dibandingkan dengan Deklarasi Universal HAM.
c.
Isu HAM sering kali digunakan olah
negara-negara barat untuk memjokkaan negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia.
Apa yang dikemukakan oleh pemerintah Orde Baru tidak seluruhnya keliru, tetapi juga
tidak semuanya benar. Sikap
apriori Orde Baru terhadap HAM Barat ternyata sarat dengan pelanggaran HAM yang
dilakukannya. Pelanggaran HAM Orde Baru dapat dilihat dari kebijakan politik
Orde Baru yang bersifat Sentralistik dan anti segala gerakan politik yang
berbeda dengan pemerintah . Sepanjang pemerintahan presiden soeharto tidak
dikenal istilah partai oposisi, bahkan sejumlah gerakan yang berlawanan dengan
kebijakan pemerintah dinilai sebagai anti pembanguan bahkan anti pancasila.
Melalui pendekatan keamanan (security approach) dengan cara kekerasan yang
berlawanan dengan prinsip-prinsip HAM,pemerintah orde baru tidak segan-segan
menumpas segala bentuk aspirasi masyarakat yag dinilai berlawanan dengan orde
baru. Kasus pelanggaran HAM Tanjung Priok, Kedung Ombo, Lampung, Aceh adalah
segelintir daftar pelanggaran HAM yang pernah dilakukan oleh penguasa Orde
Baru.
Di tengah kuatnya peran Negara, suara perjuangan HAM dilakukan oleh
kalangan organisasi non pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Upaya
penegakkan HAM oleh kelompok-kelompok nonpemerintahan membuahkan hasil yang
menggembirakan diawal ’90-an’. Kuatnya tuntutan penegakkan HAM dari kalangan
masyarakat mengubah pendirian pemerintah Orde Baru untuk bersikap lebih
akomodatif terhadap tuntutan HAM. Satu diantara sikap akomodatif pemerintah
tercermin dalam persetujuan pemerintah terhadap pembentukkan komisi nasional
hak asasi manusia (komnas HAM) melalui keputusan presiden (keppres). Kehadiran
komnas HAM adalah untuk memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM, memberi
pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.
Lembaga ini juga membantu pengembangan dan pelaksanaan HAM yang sesuai dengan
pancasila dan UUD 1945. Sayangnya, sebagai lembaga bentukan pemerintah orde
baru penegakkan HAM tidak berdaya dalam mengungkap pelanggaran-pelanggaran HAM
berat yang dilakukan oleh Negara.
Sikap akomodatif lainnya ditunjukkan dengan dukungan pemerintahan dengan
meratifikasi tiga (3) konvensi HAM: (1) konvensi tentang penghapusan segala
bentuk diskriminasi terhadap perempuan, melalui UU no. 7 tahun 1984; (2)
konvensi anti-apartheid dalam olahraga, melalui UU no. 48 tahun 1993; (3)
konvensi hak anak, melalui keppres no. 36 tahun 1990.
Namun demikian, sikap akomodatif pemerintah orde baru terhadap tuntutan HAM
masyarakat belum sepenuhnya diserasikan dengan pelaksanaan HAM oleh Negara.
Komitmen orde baru terhadap pelaksanaan HAM secara murni dan konsekuen masih
jauh dari harapan masyarakat. Masa
pemerintahan orde baru masih sarat dengan pelanggarann HAM yang dilakukan oleh
aparat Negara atas warga Negara. Akumulasi pelanggaran HAM Negara smasa periode
ini tercermin dengan tuntutan mundur presiden soeharto dari kursi kepresidenan
yang disurahkan oleh kelompok reformis dan mahasiswa pada tahun 1998. Isu
pelanggaran HAM dan penyalahgunaan kekuasaaan mewarnai tuntutan reformasi yang
disuarakan pertama kali oleh Dr. Amin Rais, tokoh intelektual muslim Indonesia
yang sangat kritis terhadap kebijakan pemerintah orde baru.
e.
Periode pasca Orde Baru
Tahun 1998 adalah era paling penting
dalam sejarah HAM di Indonesia. Lengsernya tampuk kekuasaan Orde Baru sekaligus
menandai berakhirnya rezim militer di Indonesia dan datangnya era baru
demokrasi dan HAM,setelah tiga puluh tahun lebih terpasung di bawah rezim
otoriter.Pada tahun ini Presiden Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie yang
kala itu menjabat sebagai Wakil presiden RI.
Pada masa Habibie misalnya,
perhatian pemerintah terhadap pelaksanaan HAM mengalami perkembangan yang
sangat signifikan.Lahirnya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan
salah satu indikatorkeseriusan pemerintahan era reformasi akan penegakan
HAM.Sejumlah konvensi HAM juga diratifikasi di antaranya: konvensi HAM tentang
kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi; konvensi
menentang penyiksaan dan perlakuan kejam; konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi
rasial; konvensi tentang penghapusan kkerja paksa; konvensi tentang
diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan; serta konvensi tentang usia minimum
untuk diperbolehkan bekerja.
Kesungguhan pemerintahan B.J.Habibie
dalam perbaikan pelaksanaan HAM ditunjukkan dengan pencanangan program HAM yang
dikenal dengan istilah Rencana Akasi Nasional HAM, pada Agustus 1998. Agenda
HAM ini bersandarkan pada empat pilar, yaitu:
a.
Persiapan pengesahan perangkat
Internasional di bidang HAM.
b.
Diseminasi informasi dan pendidikan
bidang HAM.
c.
Penentuan skala prioritas
pelaksanaan HAM.
d.
Pelaksanaan isi perangkat
Internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi melalui perundang-undangan
nasional.
Komitmen pemerintah terhadap penegakan HAM juga di
tunjukkan dengan pengesahan UU tentang HAM, pembentukan Kantor Menteri Negara
Urusan HAM yang kemudian di gabung dengan Departemen Hukum dan
Perundang-undangan menjadi Departeman Kehakiman dan HAM, penambahan pasal-pasal
khusus tentang HAM dalam amandemen UUD 1945, penerbitan inpres tentang pengarus
utamaan gender dalam pembangunan nasional, pengesahan UU tentang pengadilan
HAM. Pada tahun 2001, Indonesia juga menandatangani dua protocol hak anak yakni
protocol yang terkait dengan larangan perdagangan, prostitusi, dan pornografi
anak, serta protocol yang terkait dengan keterlibatan anak dalam konflik
bersenjata. Menyusul kemudian pada tahun yang sama pemerintah membuat beberapa
pengesahan UU diantaranya tentang perlindungan anak, pengesahan tentang
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, dan penerbitan keppres tentang
Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM Indonesia tahun 2004-2009.
4.
Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia
Sejak kemerdekaan
tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku tiga undang-undang
dalam 4 periode, yaitu :
a.
Periode 18 Agustus 1945 sampai 27
Desember 1949, berlaku UUD 1945,
b.
Periode 27 Desember 1949 sampai 17
Agustus 1950, berlaku Konstitusi Republik Indonesia Serikat.
c.
Periode 17 Agustus 1950 sampai 5
Juli 1959, berlaku UUDS 1950.
d.
Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang,
berlaku kembali UUD 1945.
Pencantuman
pasal-pasal tentang Hak-hak Asasi Manusia dalam tiga UUD tersebut berbeda satu
sama lain. Dalam UUD 1945 butir-butir Hak Asasi Manusia hanya tercantum
beberapa saja. Sementara Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 hampir bula-bulat
mencantumkan isi Deklarasi HAM dari PBB. Hal demikian ini karna memang
situasinya sangat dekat dengan Deklarasi HAM PBB yang masih aktual. Di samping
itu terdapat pula harapan masyarakat dunia agar deklarasi HAM PBB dimasukkan ke
dalam Undang-Undang Dasar atau perundangan lainnya di negara-negara anggota
PBB, agar secara yuridis formal HAM dapat berlaku di negara masing-masing.
Ketika UUD
1945 berlaku kembali sejak 5 Juli 1959, secara yuridis formal, hak-hak asasi
manusia tidak lagi lengkap seperti Deklarasi HAM PBB, karena yang terdapat di
dalam UUD 1945 hanya berisi beberapa pasal saja, khususnya pasal 27, 28, 29, 30
dan 31. Pada awal Orde baru saja tujuan Pemerintah adalah melaksanakan hak
asasi manusia yang tercantum dalam UUD 1945 serta berupaya melengkapinya.
Tugas untuk melengkapi HAM ini ditanda
tangani oleh sebuahh panitia MPRS yang kemudian menyusun Rancangan Piagam Hak-hak
Asasi Manusia serta hak-hak dan Kewajiban warganegara yang dibahas dalam sidang
MPRS tahun 1968. Dalam pembahasan ini sidang MPRS menemui jalan buntu, sehingga
akhirnya dihentikan. Begitu pila setelah MPR terbentuk hasil pemilihan umum
1971 persoalan HAM tidak lagi diagendakan, bahkan dipeti-eskan sampai
tumbangnya Orde Baru di tahun 1998 yang berganti dengan era Reformasi. Pada
awal Reformasi itu pula diselenggarakan sidang istimewa MPR tahun 1998 yang
salah satu ketetapannya berisi Piagam HAM.
A.
Lembaga Penegak HAM
Hak asasi
manusia merupakan hak yang harus dilindungi, baik oleh individu, masyarakat
maupun oleh Negara. Hal ini dikarenakan Hak Asasi Manusia merupakan hak paling
asasi yang dimiliki oleh manusia sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan.
Oleh sebab itu, HAM harus dijaga, dihormati dan ditegakkan dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Tidak seorangpun berhak untuk melanggar hak asasi
yang dimiliki oleh manusia dengan alasan apapun.
Untuk
merealisasikan penegakan HAM di Indonesia, telah dibentuk suatu komisi mengenai
hak asasi manusia. Dasar hukum bagi penegakan HAM di Indonesia sudah sangat
jelas, baik melalui UUD, ketetapan MPR maupun perundang-undangan, baik yang
sudah disahkan, maupun ratifikasi dari konvensi hak asasi manusia yang ada di
dunia Internasional.
B.
Komisi Nasional HAM
Komnas HAM
adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga Negara
lainnya yang berfungsi untuk melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan,
pemantauan dan mediasi hak asasi manusia.
1)
Tujuan Komnas HAM antara lain :
Ø Mengembangkan
kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan
pancasila, UUD 1945 dan piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;
Ø Meningkatkan
perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia
Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang
kehidupan
2)
Wewenang Komnas HAM
a.
Wewenang dalam bidang pengkajian
penelitian
1.
Pengkajian dan penelitian berbagai
instrumen internasional hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran
mengenai kemungkinan aksesibilitas atau ratifikasi.
2.
Pengkajian dan penelitian berbagai
peraturan perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan,
perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
hak asasi manusia.
3.
Penerbitan hasil pengkajian dan
penelitian.
4.
Studi perpustakaan, studi lapangan,
dan studi banding di negara lain mengenai hak asasi mausia.
5.
Pembahasan berbagai masalah yang
berkaitan dengan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia.
6.
Kerja sama pengkajian dan penelitian
dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, reginal,
maupun internasianal dalam bidang hak asasi manusia.
b.
Wewenang dalam bidang penyuluhan
1.
Penyebarluasan wawasan mengenai hak
asasi manusia kepada masyarakat Indonesia.
2.
Upaya peningkatan kesadaran
masyarakat tentang hak asasi manusia melalui lembaga pendidikan formal dan non
formal serta berbagai kalangan lainnya.
3.
Kerja sama dengan organisasi, lembaga
atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, reginal, maupun internasianal dalam
bidang hak asasi manusia.
4.
Wewenang dalam pemantauan.
5.
Pengamat pelaksanaan hak asasi
manusia dan penyuluhan laporan hasil pengamatan tersebut.
6.
Penyelidikan dan pemeriksaan
terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau
lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia; pemanggilan
kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan
didengarkanketerangannya.
7.
Pemanggilan saksi untuk dimintai
keterangan dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta
menyerahkan bukti yang diperlukan.
8.
Peninjauan di tempat kejadian dan
tempat lainnya yang dianggap perlu.
9.
Pemanggilan kepada pihak terkait
untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang
diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan ketua pengadilan.
10. Pemerikasaan
setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan dan tempat tempat lainnya yang
diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujauan ketu pengadilan.
11. Pemberian
pendapat berdasarkan persetujua ketua pengadilan terhadap perkara tertentu yang
sedang dalam proses peradilan apabila dalam perkara tersebut terdapat
pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan pemeriksaan oleh
pengadilan yang kemudian pendapat komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh
hakim kepada para pihak.
c.
Wewenang dalam bidang mediasi
1.
Perdamaian kedua belah pihak
2.
Penyelesaian perkara melalui cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsilisasi, dan penilaian ahli
3.
Pemberian saran kepada para pihak
untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan
4.
Penyampaian rekomendasi atas suatu
kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada pemerintah untuk ditinjak lanjuti
penyelesaiannya
5.
Penyampaian rekomendasi atas suatu
kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia untuk ditinjak lanjuti.
5.
Hak Asasi
Manusia Dalam Perundang-undangan Nasional
Dalam
peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat bentuk hukum
tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi
(Undang-undang Dasar Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga,
dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan
seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan
lainnya.
Kelebihan
pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat, karena
perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam
ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang
antara lain melalui amandemen dan referendum. Sedangkan kelemahannya karena
yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti
ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara
itu bila pengaturan HAM melalui TAP MPR, kelemahannya tidak dapat memberikan
sangsi hokum bagi pelanggarnya. Sedangkan pengaturan HAM dalam bentuk
Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya pada kemungkinan
seringnya mengalami perubahan.
6.
Pelanggaran
Hak Asasi Manusia
Hak asasi
manusia bersifat universal, yang artinya berlaku dimana saja, untuk siapa saja,
dan tidak dapat diambil siapapun. Hak-hak tersebut dibutuhkan individu
melindungi diri dam martabat kemanusiaan, juga seagai landasan moral dlam
bergaul dengan sesama manusia. Meskipun demikian bukan berarti manusia dengan
hak-haknya dapat berbuat sesuka hatinya maupun seenak-enaknya.
Menurut
Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia
adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara,
baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil
dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut UU
no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah setiap
perbuatan seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara baik disengaja
atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau
mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirksn tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum
yang berlaku. Kasus Ham sering kali terjadi, tidak hanya di Indonesia tapi juga
dinegara-negara lain di dunia. Di Indonesia sendiri kasus seperti ini masih
sering terjadi walaupun sudah ada lembaga yang berfungsi melakukan pengawasan
terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM di Indonesia seperti Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham). Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi
dalam interaksi antara aparat pemerintah dengan masyarakat dan antar warga
masyarakat. Namun, yang sering terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan
masyarakat.
Banyak macam
Pelanggaran HAM di Indonesia, dari sekian banyak kasus ham yang terjadi, tidak
sedikit juga yang belum tuntas secara hukum, hal itu tentu saja tak lepas dari
kemauan dan itikad baik pemerintah untuk menyelesaikannya sebagai pemegang
kekuasaan sekaligus pengendali keadilan bagi bangsa ini.
A.
Kasus pelanggaran HAM yang bersifat
berat, meliputi :
1.
Pembunuhan masal (genosida: setiap
perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan
atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa)
2.
Pembunuhan sewenang-wenang atau di
luar putusan pengadilan
3.
Penyiksaan
4.
Penghilangan orang secara paksa
5.
Perbudakan atau diskriminasi yang
dilakukan secara sistematis
B.
Kasus pelanggaran HAM yang biasa,
meliputi :
1.
Pemukulan
2.
Penganiayaan
3.
Pencemaran nama baik
4.
Menghalangi orang untuk
mengekspresikan pendapatnya
5.
Menghilangkan
nyawa orang lain
Penindakan
terhadap pelanggaran HAM dilakukan melalui proses peradilan HAM mulai dari
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang
terjadi harus bersifat nondiskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM
merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan Pengadilan Umum.
Pengadilan
HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya
meliputi daerah hokum Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Pengadilan HAM
bertugas memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Pengadilan
HAM berwewenang juga memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi
manusia yang berada dan dilakukan diluar batas teritorial wilayah Negara
Republik Indonesia oleh warga Negara Indonesia.
Sumber :
Kaelan. 2007. “Pendidikan Kewarganegaraan”. Paradigma.
Jogjakarta
Herdiawanto, Hery.”Pendidikan
Kewarganegaraan”.Erlangga.Jakarta
Raika, Tika.2012.Pengertian-hak-asasi-manusia.(diakses lewat
internet) inforingankita.blogspot.com/.../
Tugas ini
disusun untuk memenuhi :
Mata Kuliah : Pembelajaran PKN di SD
Dosen : Dirgantara Wicaksono, M.Pd
Mata Kuliah : Pembelajaran PKN di SD
Dosen : Dirgantara Wicaksono, M.Pd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar